Thursday, August 31, 2017

Menjadi Mombassador SGM Apa Enaknya? (Part 2)

Udara terik menyambut kami saat pesawat mendarat di Bandara Adisoetjipto setengah jam lebih awal dari estimasi waktu tiba. Gue terburu-buru mencari tempat berteduh karena sengatan matahari terlalu panas, sedangkan gerombolan buibuk lainnya sibuk foto-foto di depan pesawat.


Sekilas gue papasan sama opa-opa yang duduk sebangku dengan gue di pesawat tadi. Masih sempat dia senyum tapi gue cuekin. Ya menurut ngana aja...

Baca Part 1 di sini

Bandara Adisoetjipto jauh lebih kecil dari bandara di Cengkareng, obviously. Makanya pengambilan bagasi berlangsung cepat dan kami bisa segera keluar. 

Di pintu keluar ada beberapa orang mengangkat-angkat papan tulisan, mata gue langsung tertuju pada laki-laki yang mengangkat papan bertulisakan Mombassador SGM. Dia mengiring kami berkumpul di suatu tempat terlebih dahulu. Setelah absensi satu persatu, kami diarak ke luar bandara.

Tim penjemputan SGM terdiri dari guide dan para seksi dokumentasi. Sejak kami keluar mereka sigap mendokumentasikan setiap langkah kami lewat foto dan video. Kami bahkan sempat berhenti sebentar di salah satu sudut yang berlatar Borobudur untuk foto bersama. Check in di setiap sudut di lokasi baru is a must. Apalagi buibuknya ada puluhan orang. Mau fotoin atau mati?


Sebuah bus besar menanti kami di luar. Koper dan barang-barang bawaan kami dengan cekatan dimasukkan ke dalam bagasi bus. Setelah memastikan rombongan buibuk dari Jabodetabek sudah lengkap, bus langsung meninggalkan area bandara.

Sepuluh menit kemudian bus yang kami tumpangi berhenti di sebuah jalan kecil. Kami diminta turun dan berpindah kendaraan. Ada beberapa mobil pribadi dan minibus yang menanti. Kata guide yang menemani kami, mobil-mobil ini yang akan membawa kami ke hotel. Bus yang kami tumpangi ukurannya terlalu besar sehingga sulit untuk memasuki area hotel yang jalannya terlalu kecil.

Waktu kami tiba di hotel sudah hampir pukul 16.00. Gue terus terang sudah kecapean dan pengin segera istirahat. Karena sempat sakit thypoid gue emang udah gak boleh terlalu lelah. Apalagi gue keluar dari rumah sejak pukul 09.00, buibuk yang lain bahkan ada yang dari jam 07.00.

Panitia memberikan kami lembaran questioner dan data diri yang harus diisi sebelum kami diberikan tas berisi Mombassador KIT. Isinya adalah 3 kaos yang akan dipakai selama 3 hari berturut-turut, selembar rundown acara, 2 buah kipas, 2 buah clutch, sebuah buku tulis, pulpen, dan uang saku.

Gue mengisi lembaran kertas yang diberikan dengan terburu-buru. Tadi sebelum berangkat gue cuma sarapan buah dan ngemil pisang sale di bandara. Sudah kelaparan banget karena belum makan siang.

Usai makan gue buru-buru ke toilet untuk berganti pakaian. Kami diharuskan foto profil dengan menggunakan kaos untuk hari pertama.

Gue kembali ke meja registrasi untuk mengambil kunci kamar hotel. Sudah pukul 17.30 saat gue ke kamar, terlalu singkat buat istirahat karena di jadwal pukul 18.45 ada Welcoming Dinner.

Tadinya gue mengira teman sekamar gue adalah salah satu buibuk yang barengan dari Jabodetabek, ternyata dari Bandung. Tadinya juga gue pengin ngeluh karena waktu istirahat kami mepet. Lah, apa kabar yang dari Bandung. Mereka tiba paling akhir. Jadinya mereka gak bisa istirahat sedikitpun.

Kamar hotel gue sendiri ada di lantai 3. Kamarnya cozy dan instagramable, walau ada beberapa hal yang tidak tersedia untuk hotel ukuran bintang 4. Dan menurut gue itu kamar sebenarnya lebih cocok buat kamar bulan madu. YA MASA KAMAR MANDINYA TRANSPARAN. AING MANDI KELIHATAN KE MANA-MANA DONG!

Etapi gue bukan tipe pengeluh sih. Terima apa adanya banget walau perkara nyari colokan sempat drama sendiri di dalam kamar. Gue udah ngubek-ngubek kamar eh nemu colokan malah di belakang rak kayu panjang yang gak bisa digeser sama sekali. Colokan gue gak bisa terpasang, jadinya gue mesti cabutin colokan buat lampu di samping tempat tidur. Karena colokan hp itu kebutuhan primer buat manusia millenial macam gue. Ingat, sandang, pangan, papan, dan colokan.

Buibuk dari Bandung tiba saat gue turun kembali ke lantai bawah untuk makan malam. Gue udah sempat gegoleran sedikit dan mandi eh mereka baru datang. Kebayang dong leceknya kek gimana.

Acara Welcoming Dinner cukup meriah dan padat karena diisi dengan pemutaran video mombassador, jadwal 2 hari berikutnya, kompetisi selama acara, dsb.



Sesi terakhir tentu saja diisi dengan foto bersama. Ruang makan kecil yang tengahnya adalah kolam renang trus ada 92 buibuk ditambah panitia harus foto bareng? Jadilah meja dan kursi harus digeser sana sini. Fotografernya juga harus ekstra karena harus nyari angle yang pas biar semua buibuknya muat dalam satu frame.



Pukul 21.30 gue udah kembali ke kamar. Teman sekamar gue nyusul beberapa menit kemudian. She looks exhausted tapi masih semangat. Kalo gue mungkin udah gak ada bentukannya karena udah capek banget.

So far, walau estimasi waktunya sedikit berubah, hari pertama terasa menyenangkan. Lebih menyenangkan saat tahu kalo hotel tempat kami menginap dipakai syuting juga untuk film AADC 2. Gue berada di tempat yang sama dengan Dian Sastro dan Nicholas Saputra syuting. What would went wrong?



Monday, August 28, 2017

Menjadi Mombassador SGM Apa Enaknya? (Part 1)

Hari keberangkatan itu akhirnya tiba...



Tubuh masih lemas saat hari keberangkatan tiba. Dua hari sebelumnya gue didera flu berat; mata bengkak, hidung mampet dan tubuh menggigil. Sejak kecil tiap kena flu selalu parah, sih. Makanya kalo ada yang bilang sakit influenza itu sakit biasa aja jadi jangan lebay, come and fight me.


Sejujurnya, saat tahu diri ini terpilih menjadi Mombassador SGM perasaan masih gak menentu. Kayak main kode-kodean ayla dan view sama gebetan tapi gebetannya gak nangkep. Miris, tsaaaayyy...


Ya gimana enggak, jeda antara telepon "Halo Bunda, selamat Anda terpilih menjadi salah satu Mombassador SGM" ke "Bunda, kami mau konfirmasi keberangkatan Bunda di tanggal 24, ya" itu jaraknya kayak Bumi ke Planet Bekasi. Lama nyampenya. Ada kali sebulan lebih jeda konfirmasi ulangnya.


Jadinya waswas, sebenarnya ucapan selamat itu beneran apa hoax. Kali aja yang nelepon waktu itu bukan tim careline SGM melainkan salah satu komplotan Saracen. Ya bisa aja, kan. #siapeelo

Gue masih ingat saat ditelepon konfirmasi keberangkatan itu pas lagi menghadiri salah satu acara bloger di Kebayoran Lama. Antara sibuk nyimak obrolan para juri di depan sama bongkar-bongkar dompet buat ngecek nomor KTP. Untung karena udah menjadi emak-emak, default-nya juga udah menjadi multitasking. Bisa ngerjain segala macam hal dalam satu langkah.

Setelah konfirmasi tentu saja hati menjadi sedikit tenang. Yang jadi masalah baru adalah, pak suami bisa cuti apa kagak. Sebagai seorang karyawan yang kerjaannya ke luar kota mulu sampe bininya jablay tiap bulan, hanya pak suami yang bisa diandalkan buat jagain anak-anak. Kami emang gak memakai ART karena emang gak perlu. Gue cuma di rumah doang, ngapain apa-apa mesti dikerjain orang lain kalo bisa sendiri.

Tapi ya yang selalu bikin galau kalo momen-momen kayak begini. Rasanya jadi pengin punya ART untuk momen tertentu aja. Tahun lalu saat gue menang lomba blog dan hadiahnya nginap di Pulau Seribu, gue juga kalang kabut mikirin krucils mesti ditinggalkan dengan siapa. Mana pas pergi waktu itu tabrakan dengan jadwal gathering kantor pak suami di Bogor. Untung punya solusi walau rada bikin cemas dikit.

Nah, momen keberangkatan ini juga bikin cemas. Apalagi seminggu jelang berangkat kerjaan di workshop suami lagi padat banget. Beberapa temannya udah pada dikirim ke luar kota. Gue rada watir kalo dia juga bakal dikasih tugas pergi mendadak beberapa hari sebelum gue pergi.


Lah, beneran kejadian, dong. Hari Selasa malam dia mesti berangkat ke Pelabuhan Ratu. Ada kerjaan yang katanya ringan di sana. Tapi ya namanya memperbaiki mesin motor gede gak bisa diprediksi kapan pastinya bisa beres. Kalo ada trouble pastinya bakal melenceng dari estimasi waktu yang diperkirakan.

Puji Tuhan kerjaannya beres dan pak suami bisa pulang jelang Kamis dini hari. Rada kasihan karena dia nyetir sendiri pulang pergi, istirahat cuma berapa jam doang langsung lanjut kerja trus balik lagi ke Tangerang. Mau nangis sebenarnya bukan kasihan lagi. Karena pak suami udah sering banget begini.

Kok malah curcol, Buk?

Emaap... 

Untunglah pak suami sampai di rumah pukul 07.30 jadi gue bisa tenang berangkat untuk ninggalin anak-anak.

Pukul 09.00 gue udah berangkat dari rumah. Gue berangkat langsung ke bandara karena lokasi meeting point kejauhan, mending langsung aja dari pada mampir-mampir.

Gue singgah sebentar di kantor kecamatan buat ngecek kalo KTP-el gue udah jadi apa belum. Berbulan-bulan gue mesti bawa-bawa KTP sementara yang segede gaban. Kan malu kalo ke tiap acara bloger trus pas dimintai KTP eh nunjukkinnya selembar kertas gede. Udah lecek pula. Yasalam.  Senang banget karena KTP-el gue ternyata udah jadi. Penantian sembilan bulan lebih, bok. Kalo niat nambah anak udah lahiran, tuh.

Hampir jam 11.00 gue tiba di terminal 1C. Rada grogi karena terakhir gue naik pesawat itu tahun 2010 pas pulkam ke Bitung. Trus gue jadi rada parnoan kalo naik pesawat, padahal dulu biasa aja. Makin berumur ketakutan akan hal-hal biasa suka menjadi-jadi. Faktor U memang gak bisa bohong.

Saat mendekati lokasi check in, gue sedikit salting. Di depan gue ada banyak emak-emak berpakaian serba merah. Udah ketahuan banget sih kalo mereka para Mombassador SGM yang terpilih juga. Memang udah pada janjian di WAG untuk memakai dresscode bernuansa merah. Biar matching sama warna SGM kata mereka. Gue sendiri memakai atasan putih karena baju gue hampir semua berwarna monokrom. Yang merah hanya dalaman. Ya masa gue pergi pake dalaman aja. Nehi.


Setengah dari peserta Mombassador SGM yang terpilih kebanyakan dari Jabodetabek, sisanya dari kota-kota lain yang tersebar di Indonesia. Ada yang dari Aceh, Bandung, Makassar, Lombok, dan ada pula yang dari Sorong. Benar-benar dari Sabang sampi Merauke banget.

Tadinya teman satu tiket gue sudah berbaik hati untuk check in duluan semua nama yang tertera di tiket itu. Sayangnya gue mesti check in ulang karena membawa bagasi. Jadinya gue mesti duduk terpisah di bagian belakang dari rombongan.

Pesawat boarding sesuai jadwal bahkan tiba di kota tujuan setengah jam lebih cepat. Hanya saja ada pengalaman sedikit tidak mengenakkan saat gue duduk di pesawat.


Duduk terpisah dari rombongan membuat gue harus duduk dengan orang lain. Di deretan kursi gue ada seorang opa yang duduk paling pinggir. Seat gue kebetulan di tengah. Yang dekat jendela belum datang.

Beberapa saat kemudian penumpang di seat jendela akhirnya muncul. Seorang opa-opa juga. Karena posisi seat yang dempet membuat gue dan si opa satunya lagi mesti ke luar dulu dari tempat duduk kami. Tapi gue minta izin tukar seat sama si opa yang duduk di seat dekat jendela. Dia mengiyakan, jadinya gue gak perlu ke luar.

Di sini masalah dimulai. Opa-opa ini ternyata cukup bawel. Sejak awal dia duduk di samping, gue diajakin ngobrol mulu. Padahal gue udah ancang-ancang mau tidur biar gak semaput pas pesawat mulai boarding. Dunia rasanya berputar saat pesawat mulai berpisah dari landasan eh si opa malah nanya ini itu. Minta dilipat di kabin nih kakek-kakek biar tenang.

Sebagai anak muda yang sopan dan ramah tentu saja gue awalnya menanggapi dengan santun. Dijawab seperlunya. Tapi si opa lama-lama ngeselin. Dikit-dikit nyolek, dikit-dikit nyolek. Yang paling ngeselin saat gue udah mau ketiduran eh buku gue ditarik dari pangkuan. Si opa dengan semena-mena ngambil buku bacaan gue tanpa permisi. Kalo gak ingat dia udah tua udah gue sambit pake buku. Gue udah bersikap sopan dianya malah ngelunjak.

Amarah gue mesti tertahan karena mendadak gendang telinga gue nyeri. Perbedaan tekanan udara ternyata ngaruh banget di kuping gue yang rasanya kayak mau pecah. Sumpah, sakitnya minta ampun. Gue udah melakukan cara-cara mengantisipasi nyeri telinga malah gak berhasil. 

Untung dengan meminum air mineral yang gue bawa bisa mengurangi rasa nyeri yang menusuk. Di saat gue lagi senewen karena kuping sakit eh si opa malah nyodorin kertas dan pulpen.

"Tulis nomor telepon kamu, Nak."


Boleh ngelempar si opa dari jendela emergency gak, sih?

Seriously, menurut gue si opa udah melewati batasannya. Bersyukur gue masih bisa nahan emosi.


Touchdown, Jogja.
Drama dengan si opa berakhir saat pesawat landing di Bandara Adisucipto. Gue besyukur karena bisa tiba dengan selamat, kuping gue udah baikan, dan gak bakal ketemu si opa lagi.

Halah, bablas curcol jadinya kepanjangan banget. Maklum jempol gue emang lebih nyinyir ketimbang mulut. Buat cerita Day 1 di postingan selanjutnya aja, deh.

Sunday, August 27, 2017

Mimpi Receh Itu Bernama Jogja

Ada hal-hal yang sepintas disebut dalam doa yang sebenarnya remeh tapi mampu diwujudkan Semesta melampaui apa yang dipikirkan.

Itu yang terjadi pada Jogja.

Hello Jogja.
Jogja sebelumnya hanya berbentuk mimpi remeh yang gue sebut dalam doa sesekali saat gue ingat. Tak pernah terbayangkan jika suatu waktu gue akan menapaki kaki ke Jogja tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun.

SEPESERPUN.

Kata ini memang mesti dikepslok dan di-bold untuk mendeklarasikan kalo mimpi-mimpi remeh juga bisa terwujud secara luar biasa.

Adalah Mombassador SGM, komunitas yang dibentuk oleh SGM Eksplor untuk para bunda di Indonesia agar mendapat edukasi dan pelatihan dalam serangkaian kegiatan yang terkait dengan nutrisi untuk keluarga.

Menjadi bagian dari komunitas inilah yang membawa gue ke Jogja tanggal 24-26 Agustus kemarin. 3 hari 2 malam yang sangat berkesan dalam hidup gue.

Oke, rasanya emang too sureal. Gue aja pas nyampe ke rumah masih belum bisa bedain, kemarin itu kenyataan atau hanya sekadar mimpi indah? It's too good to be true. 



Tapi mari mundur beberapa saat ke awal gue bisa tergabung dalam komunitas ini.

Bermula dari surel yang gue terima dari salah satu komunitas bloger. Isi surelnya tentang ajakan untuk menjadi Mombassador SGM dengan cara mendaftarkan diri di link yang sudah tersedia. Ini menjadi kali kedua gue mendaftar karena tahun sebelumnya gue sudah pernah ikutan juga, sayangnya gagal terpilih.

Alasan ikut di tahun ini tanpa berekpektasi bakal terpilih. Pokoknya ikut aja dulu, kalo memang bakal terpilih ya Puji Tuhan, kalo gagal lagi kayak tahun sebelumnya juga gak masalah. Yang penting sudah usaha dulu. Maklum, mental gue udah tertempa karena sering ikut lomba menulis fiksi sejak 2010. Jadi segala ekspektasi emang gak pernah ditaruh setinggi langit.

Setelah mendaftar, beberapa minggu kemudian gue mendapat telepon dari bagian careline SGM untuk interview. Hal yang sudah pernah gue lewati di tahun sebelumnya jadi kurang lebih udah tahu kisi-kisinya.

(((Kisi-kisi)))

Lagi ujian kali, ah.

Gue beneran gak mikir bakal terpilih apalagi setelah telepon dengan mbak-mbak dari careline SGM berakhir. Seketika itu juga langsung merasa gagal karena walau sudah tahu apa aja yang bakal ditanyakan tapi gue ngerasa jawaban gue kaku dan gak optimis.


Lalu seminggu menjelang persiapan gue untuk acara Gramedia Writing Project, sebuah nomor telepon tak dikenal muncul di layar ponsel.


"Halo Bunda," sapa suara mbak-mbak yang ramah di ujung telepon. "Selamat ya, Bunda terpilih menjadi salah satu Mombassador SGM."

Si adek langsung kaget karena emaknya loncat kegirangan dengan hebohnya di tempat tidur. Iya, waktu itu emang baru mo siap-siap boci. Bobo ciang, cyin~. Eh, tahunya dapat kabar gembira.


Tentu saja gue senang minta ampun. Apalagi setelah blogwalking di blog beberapa Mombassador SGM batch sebelumnya, perasaan gue menjadi menjura ke langit. Karena tempat para Mombassador SGM akan berkumpul adalah di Jogja. Satu dari sekian kota di Indonesia yang masuk dalam daftar wishlist kota yang kepengin gue kunjungi sebelum gue mati.

Terpilih menjadi salah satu Mombassador saja udah kayak mimpi apalagi ditambah bakal ke Jogja. Beyond expectation.

Gue hanya bisa bersyukur kepada Sang Pencipta, karena sungguh, anugerah-Nya luar biasa.


***
Kamar tidur, sehari setelah kembali dari Jogja.

Thursday, August 17, 2017

Psoriasis Itu Apa?



Itu jari siapa? 

Jari gue. Jari telunjuk yang ada di tangan kiri gue kulitnya berubah seperti itu sekarang. Gue lupa kapan tepatnya kulit di jari gue itu jadi kayak gitu. Pokoknya tahu-tahu aja udah begitu bentukannya. 

Karena penebalan kulit dan gatal gue cuma obatin pake salep doang. Gak ada niat ke dokter karena mikirnya cuma segitu doang ngapain diurusin ke dokter, disalepin aja atau dibiarin juga pasti sembuh sendiri. 

Apparently I was wrongMonth after month kulit di jari gue begitu terus. Gampang banget terkelupas tapi abis itu menebal lagi dan kadang kalo rasa gatalnya menyerang, gatal minta ampun.

Dan masih gak niat ke dokter juga?

Oh cencyu~

Pikirannya masih positif. Gak perlu repot ke dokter entar juga sembuh sendiri. 

Ini antara bebal sama kere emang beda tipis. 

Gue juga gak niat nyari tahu sebenarnya kondisi kulit gue itu kenapa bisa jadi kayak gitu. I'm too busy enjoying my life, darling. #lah #siapaelo #ngobatinjariajakagakmampu

Pokoknya gue males aja karena gue tahu keadaan diri gue baik-baik aja. 

Sampai akhirnya gue diundang ke acara kesehatan tentang psoriasis di salah satu hotel di bilangan Kuningan, hari Rabu kemarin. 

Acara dibuka dengan testimoni narasumber yang ditampilkan pada layar ganda di panggung. Dokter gigi bernama Rio Suwandi menceritakan pengalamannya sebagai seorang penyintas penyakit bernama psoriasis.


Gue hanya bisa terbengong-bengong saat dia menceritakan tentang penyakit yang dideritanya itu. Dalam hati langsung ngebatin, kok gejalanya mirip kayak yang gue alami di jari gue, ya? Tapi kayaknya beda kasus, deh. Gue aja kelewat parno, nih. Masa sih gue juga kena psoriasis? Enggak, ah. 

Lalu setelah tayangan video sang dokter selesai, satu persatu para praktisi kesehatan yang menjadi narasumber lainnya maju ke depan. Yang pertama adalah dr. Danang Tri Wahyudi, SpKK.


"Ada sekitar 20% penderita psoriasis di seluruh dunia," katanya. "Sedangkan di Indonesia berkisar 1-3%." 

Well, 1% aja dari penduduk Indonesia ada sekitar 2,5 juta orang. That's a lot of numbers. Artinya ada cukup banyak penderita psoriasis di negara kita. Tapi gak banyak terekspos.

source: theartchics.com

Gue sendiri baru tahu tentang penyakit psoriasis karena datang ke acara liputan ini. Tahunya penyakit kulit tuh kayak panu, kadas, kurap. Ternyata ada penyakit kulit bernama psoriasis dan termasuk golongan penyakit yang gak bisa disembuhkan. Creepy, huh? 

Nah, mari kita mengenal lebih dalam lagi tentang psoriasis ini.

Tanda-tanda psoriasis adalah kulit menjadi kemerahan, terkadang rasanya gatal atau perih, bersisik, terletak di lokasi tertentu, dan kulit yang menebal.

source: medium.com

Untuk luas area tubuh yang terkena penyakit ini, > 3% termasuk ringan, 3%-10% termasuk sedang, dan < 10% termasuk berat. Untuk kasus Rio Suwandi sudah termasuk berat. Tapi saat di video yang ditayangkan, dia sudah sembuh dari sakitnya.

Tapi katanya penyakit ini gak bisa disembuhkan, kok narasumbernya malah sembuh?

Memang benar gak bisa sembuh, kata dr. Danang, itu hanyalah kondisi remisi. Yaitu kondisi di mana penyakit berada di bawah kontrol sebagai respon dari pengobatan sehingga penyakit hilang parsial atau lengkap. Bukan berarti kesembuhan. Apalagi tidak semua pasien psoriasis cocok dengan jenis pengobatan yang disediakan. 

Penyakit ini sendiri berhubungan dengan genetik tapi tidak selalu diturunkan. Pencetusnya bisa bermacam-macam, mulai dari rokok, obat-obatan, infeksi, sampai stres. 

Iya, stres. 

Akar dari segala penyakit gue percaya asalnya dari pikiran. Karena saat pikiran lagi buruk-buruknya, muncullah gangguan psikosomatis. Gangguan ini melibatkan pikiran dan tubuh, di mana pikiran memengaruhi tubuh sehingga muncul berbagai penyakit atau malah makin memperparah. 

Kemudian gue ingat kalo perubahan kulit di jari telunjuk jadi kayak gitu saat gue berada pada masa stres berat beberapa bulan yang lalu. 

Oke, masih terlalu prematur, sih, untuk bilang kalo gue juga terkena psoriasis. Karena gue gak memeriksakan diri secara langsung ke dokter. Asumsi ini juga ambil dari hasil baca-baca dan tanya om google setelah pulang dari acara.

Mari berharap kalo gue gak kenapa-napa. 

Balik lagi ke penjelasan dari dr. Danang. Katanya, efek berat dari psoriasis bisa menyebabkan kecacatan. Belum lagi terkena diabetes, hiperbolik, dan penyakit lainnya. 

Ngeri, ya. 

Presiden Direktur Novartis Indonesia, Milan Paleja yang ikut menjadi narasumber di acara ini mengatakan kalau pihak mereka berusaha keras untuk membantu para pasien psoriasis agar bisa sembuh.


Di acara ini, pihak Novartis sekaligus meluncurkan program perawatan Cosentyx (secukinumab) yang bisa membantu pasien psoriasis mendapatkan kulit bersih sampai 90-100%. Agar kehidupan pasien bisa kembali normal. Tentu saja dengan harga yang terjangkau.

source: healthcare.com

Novartis sudah berperan banyak dalam bekerjasama dengan pemerintah untuk dunia kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2016-2017 kurang lebih ada 2000 dokter yang dibantu mengikuti pelatihan kesehatan.

Menurut Dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM, selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, yang menjadi perwakilan dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia di acara ini,  prioritas utama untuk penanganan penyakit di Indonesia memang berbeda, karena prevalensi penyakit paling tinggi adalah gangguan jantung (21%), diabetes (7%), kanker (5%). Psoriasis hanya berkisar 1%-3% saja. Tapi tidak lantas penyakit ini disepelekan.


Sudah ada beberapa langkah yang diupayakan pemerintah untuk mengedukasi masyarakat tentang penyakit inflamasi kulit ini. 

1. Sudah membuat buku pedoman sebagai panduan untuk diagnosa awal yang disebar sampai ke kecamatan-kecamatan di seluruh Indonesia.
2. Membuat kurikulum dan pelatihan psikis bagi tenaga medis.
3. Melakukan promosi dan edukasi untuk pemberdayaan kepada masyarakat sampai ke tingkat-tingkat kecamatan. 

Karena itu Dr. Lily meminta agar pihak media dan para bloger yang hadir untuk membantu menyebarkan informasi kepada masyarakat awam agar bisa mendeteksi dini penyakit psoriasis.

 

Semoga ke depannya, semakin banyak pihak yang tahu apa itu psoriasis. Salah satunya lewat tulisan gue ini. 



Thursday, August 10, 2017

So Good Final dan Para Pemenangnya

Ada kalanya kalo kerjaan rumah gak kasih kendor kadang-kadang suka males buat masak. Padahal buat gue masak itu gampang banget. 

I can cooked many dishes in half an hour. Cuma ya itu, kalo udah capek banget gak ada tenaga ekstra buat masak, akhirnya bikin makanan paling gampang yang penting bisa ganjal perut. Pilihannya tentu saja gorengan tahu, tempe, sosis atau chicken nugget. Praktis.

Apalagi anak gue demen yang namanya chicken nugget, bisa kali tiap hari. Ya jelas pada doyan karena chicken nugget yang sering gue beli itu dari So Good. 


Tahu, kan, kalo So Good sangat cermat dalam menggunakan teknologi dalam memproses semua bahan-bahan protein untuk produk mereka. Artinya mutu dan kualitas benar-benar dijaga. 

Untuk chicken nugget dan olahan sejenisnya telah melewati proses pemasakan pada suhu 170°C selama tidak kurang dari 3 menit, kemudian langsung dibekukan cepat untuk menjamin dan menjaga kesegaran, kelezatan, dan nutrisi kandungan olahannya. 

Jadi walau terbilang kategori frozen food, cita rasa asli daging pada chicken nugget, sosis, bakso, dan tiap kategori siap masak So Good tetap terasa dan terjaga. 

Sebagai yang ngerasa diri bisa masak apa aja, tapi soal produk olahan mentoknya hanya digoreng atau dibikin kuah biasa. I was blew away saat diundang untuk hadir di acara So Good Final. Karena produk olahan ternyata bisa diolah menjadi berbagai macam hidangan. Beneran kaget saat tahu frozen food bisa jadi hidangan kayak buatan chef-chef bergelar Michelin Star. 

Ternyata gue aja yang lack of creativity. Mwahahaha. 

Kemarin menjadi hari pengumuman pemenang Lomba Kreasi Masak Saat Ramadan dari So Good yang sudah dihelat pada tanggal 14 Juni yang lalu. Ada lebih dari 800 resep masakan yang berpartisipasi dalam lomba ini. Dan itu diikuti oleh ibu-ibu dari seluruh penjuru di Indonesia. 


800 resep dalam sebulan, langsung kebayang gak sih jurinya pusing kayak gimana buat milih para pemenang. 

Tapi ya karena juri yang dipilih kompeten tentu saja memilih pemenang dengan berbagai pertimbangan yang matang. 

Kata Chef Ari Galih, salah satu juri yang hadir di So Good Final, penilaian yang diberikan pada semua peserta itu sama. Aspek-aspek penilaiannya antara lain:
  • Keunikan dan kreativitas yang tajam.
  • Resep yang otentik. 
  • Keseimbangan penggunaan bahan dan produk. 
  • Menampilkan masakan yang memiliki unsur kesegaran & praktis dalam proses pembuatan.
  • Mudah dipraktikkan. 


Ikut hadir dalam acara ini ada Any Astuti selaku Marketing Manager dan Hartony Ho selaku Brand Manager dari PT So Good Food (SGF). Keduanya juga menjadi juri yang ikut pusing milih pemenang. 

Ada dua kategori yang dilombakan, menggunakan ayam potong dan produk siap masak. Setelah berembuk dan pusing memilih pemenang, dipilihlah 3 pemenang dari masing-masing kategori.

Kreasi Masak menggunakan So Good Ayam Potong: 
  • Pemenang I dengan kreasi Mangut Ayam Daun Pepaya, dimenangkan oleh Enni Faizah dari Yogyakarta. 
  • Pemenang II dengan kreasi Garang Asem Enoki So Good Gondorasih, dimenangkan oleh Ridha An Nisa dari Pati, Jawa Tengah.
  • Pemenang III dengan kreasi Arsik Ayam Bumbu Combrang, dimenangkan oleh Alexandria Keny dari Kendal, Jawa Tengah.

Sedangkan Kreasi Masak menggunakan So Good Siap Masak:
  • Pemenang I dengan kreasi Bakso Penyet So Good Laksa Spesial, dimenangkan oleh Chika Affandi dari Medan.
  • Pemenang II dengan kreasi Balado Terung Gulung Isi Chicken Stick Premium, dimenangkan oleh Yutakanayuta dari Malang.
  • Pemenang III dengan kreasi Chicken Wing Mie Titi, dimenangkan oleh Setianingsih Sumaryo dari Jakarta. 


Selain pengumuman pemenang, dalam waktu dekat So Good akan meluncurkan sebuah "alat" yang akan sangat membantu perkembangan cognitive pada anak karena banyak stimulasi yang akan terjadi, serta memberikan keuntungan lain seperti mengeratkan hubungan kasih antara ibu dan anak. 

Apa produknya?

Lahaciyaaaaa...

Jadi tungguin aja ya kejutan dari So Good. 

Monday, August 7, 2017

Kenapa Seorang Ibu Tega Membuang Bayinya?


Setiap kali gue mau buka Facebook ibarat mau buka Kotak Pandora, degdegan karena gak tahu isi timeline bakal muncul apaan.

Kadang bikin terngaqaque, tercyduk, sampai terpelatuque. Gak ngerti deh sama bahasa anak sekarang.

Dan...

Bikin elus-elus dada.

Timeline gue hari itu tiba-tiba aja penuh foto-foto bayi. Beberapa teman nge-share foto bayi yang ditemukan di sebuah got di salah satu kampus di Tondano, Sulawesi Utara.

Gue familier sama kampus ini karena dulu waktu kuliah sering jalan-jalan ke sini. Beberapa teman SMA emang ngelanjutin kuliah di kampus ini. Pernah nginap juga saat ada kegiatan mapala salah dark satu fakultas.

Bayi perempuan yang ditemukan masih dengan plasentanya oleh seorang tukang ojek yang pas ngelewatin daerah itu. Tubuhnya dipenuhi pasir dan ada beberapa luka lecet di beberapa bagian.

Kebayang gak seonggok anak manusia yang baru lahir dibiarin di got kotor? Kayaknya buang binatang juga gak bakal setega itu. Ini anak bayi, loh.

Tapi, ada baiknya jangan selalu memakai pola pikir untuk langsung nge-judge duluan. Apalagi zaman sekarang saat banyak yang menjadi jempol warrior, menghakimi orang lain udah jadi makanan sehari-hari. Padahal setiap cerita selalu ada dua sisi. Yang keliatan dan yang tak diceritakan.

Coba kita kulik apa sebenarnya yang menjadi alasan seorang ibu tega membuang anaknya sendiri? 

Monggo...

Malu
Banyak perempuan malu jika ada tetangga atau teman apalagi keluarga sendiri tahu kalau dirinya hamil di luar nikah. Tahu kan mulut tetangga apalagi mulut emak-emak, walau mulut laki-laki juga gak kalah pedas. Tiap hari pasti diomongin kalo ketahuan ada perempuan yang hamil sebelum nikah. Direpetin aja terus kayak diri sendiri gak pernah bikin dosa. 

Karena gak ingin malu, ada yang bisa menyembunyikan kehamilannya sampai 9 bulan lalu anaknya dibuang. Yang lebih parah, ada yang tega untuk menggugurkan sejak awal tahu dirinya hamil.

Kekasih Tidak Bertanggung Jawab
Banyak, kan, laki-laki yang cuma mau enaknya aja, giliran pacarnya hamil langsung menggunakan ilmu menghilangkan diri. Lenyap aja gitu ditelan bumi. Seenak udel ninggalin semua beban ke si perempuan. Secara otomatis banyak perempuan yang gak mau menanggung beban ini, jadilah memilih jalan untuk membuang bayi darah dagingnya.

Terlalu Belia
Pernah baca statement Menkes era pemerintahan sebelumnya, prosentase yang paling besar dalam melakukan aborsi adalah perempuan yang sudah berkeluarga.

Kaget? Oh, gue juga kaget. 

Kirain para remaja yang terlibat seks bebas yang paling besar melakukan hal ini. Nyatanya hanya sekian persen. Kalo ada yang bisa survive mengandung sampai 9 bulan, sebagian besar ya mungkin bayinya dibuang karena ngerasa masih amat belia dan gak sanggup ngurusin.

Keluarga Tidak Terbuka
Segala sesuatu dimulainya dari keluarga. Kalo dari awal mengajarkan anak untuk terbuka, baik itu hal baik maupun buruk, anak-anak yang tersandung kasus hamil di luar nikah gak akan memilih untuk membuang bayinya.

Justru banyak keluarga yang ikut menghakimi duluan saat anaknya hamidun sebelum nikah. I've seen this so many times, karena dulu ada beberapa teman yang mengalami.

Apalagi kalo keluarganya sangat keras jadinya anak ketakutan untuk bercerita tentang apa yang menimpanya. Padahal saat tahu dirinya hamil itu udah bikin stress banget. Jadilah dipilih jalan pintas yang bisa menyelamatkan dirinya. Masih untung gak sampe bunuh diri. Dalam posisi begini sebenarnya rentan suicide, loh. Mereka memilih survive dengan mengorbankan hal lain. Membuang bayinya.

Serba Salah
Saat perempuan hamil di luar nikah, banyak omongan miring yang muncul di sekitarnya. Dia jadi malu.

Saat perempuan memilih mengaborsi, banyak yang menghujatnya. Dia ikutan stress.

Dan saat perempuan memilih membuang anaknya, lebih banyak lagi makian yang ditujukan padanya.

Jadinya semua serba salah. 

Perempuan yang membuang bayinya sendiri emang salah banget. Yang membunuh juga lebih parah lagi. Tapi ada baiknya, lihat dulu, kenapa banyak sekali kasus perempuan sampai tega membuang bayinya sendiri?

Lingkungan yang baik itu gak ngomongin keburukan orang lain sampe ingin menjatuhkan saat dia berbuat salah. Keluarga yang baik juga gak bakal menghakimi saat anaknya telanjur berbuat dosa.

Kalo semua bisa dengan terbuka menerima kesalahan seseorang, rasanya gak bakal ada ibu-ibu yang bakal membuang bayinya hanya untuk survive dari lingkungan yang kejam.

Oh iya, tentang si bayi yang ditemukan itu, udah dirawat di RS Bethesda Tomohon. Udah dibersihin, diobati lukanya, sampe dikasih susu. Gue liat itu di-live video dari salah satu suster yang kerja di RS itu. Kayaknya juga udah ada yang mengadopsi si bayi.

Semoga ke depan, kita bisa menjadikan lingkungan yang gak akan membuat banyak perempuan merasa takut saat dirinya hamil di luar nikah. Iye tahu, itu perbuatan dosa. Harusnya si perempuan sadar sebelum melakukan. Lah, kalo udah kejadian mah gak usah musingin dosanya si perempuan yang penting dia ngerasa aman aja dulu. 

Cukup ingat aja, dosa tanggung masing-masing. Jadi gak usah sok klean semua suci dan si perempuan penuh dosyaaa~

Pembalut Bikin Perempuan Mandul?



Siji, loro, siji, loro, tilu...

ETA TERANGKANLAAAAHHH~

Dari kemarin-kemarin kata-kata ini muncul di timeline medsos gue, gak di Twitter gak di komen Youtube. Sampe bingung, ini aposka sih?

Ternyata lagu, dongs~

Dan lagunya jadi bikin nagih kayak Despacito. Tolonglah netijen yang mulia~

Yang paling epik pas muncul statement dari salah seorang ustaz yang tampil di acara islami di tv yang cukup membuat heboh netizen beberapa hari ini. Eta terangkanlah muncul di reply komen. Atulah~

Kata pak ustaz, perempuan jadi mandul karena keseringan pake pembalut saat menstruasi.

Oke...

Masih ingat gak, sih? Beberapa waktu lalu emang sempat heboh juga tentang kandungan zat klorin di pembalut yang melewati ambang batas. Muncul beberapa merek pembalut yang katanya mengandung zat klorin tersebut. Serem banget ih, karena zat klorin yang berlebih bisa mengganggu kesehatan.

Tapi sebagai netijen yang mulia dan selalu terkini soal beginian, janganlah dulu termakan informasi yang masih simpang siur. Malu dong sama gelar netijen. Yekan.

Jadi, bagaimana cara kita menanggapi apa yang dikatakan pak ustaz? 

Bijak dalam Memilih
Pada dasarnya produk pembalut perempuan haruslah bersih dan tidak mengandung zat berbahaya. Karena saat memakai pembalut terjadi kontak langsung dengan area intim perempuan. Tahu kan kalo area intim ini harus terjaga baik kebersihan maupun kesehatannya.

Masalahnya, kriteria pembalut ideal yang dijual bebas di Indonesia banyak yang tidak terpenuhi. Karena itu sebagai pengguna pembalut, para perempuan harus pintar memilih pembalut yang aman untuk digunakan.

Ingat, mencegah lebih baik daripada mengobati.

Kenali Macam Pembalut
Ada banyak banget jenis pembalut. Dari yang bersayap, panty liner, sampe yang sepanjang jalan kenangan. Tapi banyak dari perempuan secara asal-asalan membeli pembalut tanpa mengetahui jenis dan macamnya, khususnya para remaja yang paling sering menyepelekan kualitas pembalut yang dibeli. Biasanya yang begini karena termakan iklan doang.

Memilih pembalut harus mengacu pada kualitasnya agar terjaga kebersihan dan kesehatan. Yang utama itu aman. 

Uji Kualitas dan Kandungan di Pembalut  
Gue kemudian browsing cara untuk menguji kualitas dan kandungan dari sebuah pembalut. Dan nemu cara yang cukup mudah untuk dipraktikkan. Mungkin bisa dicoba pada pembalut yang biasa kita pake, biar tahu aman apa enggak.

Bahan: 
- gelas kaca bening yang diisi air sampai setengah bagian.
- batang pengaduk (sumpit/batang sendok).
- selembar pembalut bersih.

Cara: 
Sobek pembalut kemudian ambil bagian dalam pembalut yang berupa kapas atau bahan penyerap. Masukan kapas atau bahan penyerap tersebut ke dalam gelas yang sudah diisi air. 

Apa yang terjadi ?
Perhatiin deh, jika kapas/bahan penyerapnya hancur artinya bahan pembalut kurang berkualitas. Dan jika airnya menjadi keruh maka bahan pembalut mengandung bahan berbahaya seperti pewarna klorin.

Duh, gawat banget kan kalau ternyata pembalut yang sering kita pakai ternyata berbahaya untuk kesehatan.

Berikut, ciri-ciri memilih pembalut yang aman
Setelah melakukan pengujian dan ternyata pembalut yang kita gunakan berbahaya dan memiliki kandungan klorin, segera ganti.

Gue punya beberapa tipsnya nih:

1. Pembalut harus bersih dan tidak mengandung zat asing, tidak menimbulkan iritasi atau alergi, tidak berbau, netral dan juga lembut. Jadi, hindari pembalut dengan bahan pewangi.

2. Pembalut yang ideal harus bisa menyerap cairan 10x lipat dari berat pembalut. Apabila hal itu tidak terpenuhi maka dipastikan pembalut tersebut tidak memenuhi standar yang ada. Karena itu belilah pembalut berkualitas, jangan tergiur dengan harga murah atau diskon. 

3. Pembalut harus berwarna putih dan tidak mengandung zat pewarna. 

4. Memiliki tanggal kedaluwarsa. 

Nah, apakah pembalut bisa menyebabkan perempuan mandul?
Dari hasil googling, efek besar penggunaan zat klorin berlebih pada pembalut, sih, akan menyebabkan kanker rahim. Untuk mandul belum ada penelitian lebih lanjut.

Jadi, bijaklah dalam membaca, mendengar atau menangkap berita yang tersebar di medsos, ya, gaes.

Friday, August 4, 2017

Pikiran Menumpuk? OPINIkan Saja!

Baru beberapa minggu lalu saya melewati kejadiannya yang sangat menyenangkan. Dua minggu kemudian saya malah didera permasalahan yang membuat saya hampir menyerah dengan hidup. 

Ya namanya hidup memang ibarat roda yang berputar. Gak melulu senang dan gak melulu sedih. Semua ada porsinya sehingga hidup bisa seimbang. 

Saat saya didera permasalahan, saya tidak suka membicarakannya dengan orang lain. Karena saya gak ingin membebani orang lain dengan keluh kesah saya. Akhirnya segala beban itu menumpuk jadi satu. Dan saat tumpukannya semakin berat, hal yang tidak diinginkan akan terjadi.


Belakangan, kalo ada yang menumpuk sedikit di kepala mulai saya lampiaskan dalam bentuk tulisan. Saya tidak ingin tumpukan itu menjadi ledakan yang akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Salah satunya adalah dengan menulis di portal Opini.id. 


Opini.id adalah sebuah platform yang menggabungkan antara media sosial dan media berita. Para pengguna bisa berinteraksi dengan pengguna lain melalui pertanyaan, opini atau voting

Bagi saya pribadi, Opini.id lebih menarik dibanding platform lain yang serupa. Karena Opini.id bisa menjadi media untuk berbagi informasi-informasi terkini dalam bentuk infografis, foto, maupun video.

Cara penggunaannya pun gampang layaknya mendaftar untuk membuat akun di berbagai media sosial. Pengguna hanya perlu mendaftar dengan opsi yang disediakan. Bisa langsung mendaftar dengan medsos yang ada atau email. 


Bisa juga sign up dengan memasukan alamat email, nama dan password.


Setelahnya kita bisa mulai untuk menuliskan opini kita ke dalam bentuk tulisan dan dibagikan ke medsos. Tulisan pertama saya di opini adalah sebuah mini review dari sebuah film.


Hal menarik lainnya di Opini.id adalah sangat update. Topik-topik hangat dan menjadi perhatian publik langsung ada dalam bentuk tulisan maupun video. Video dengan durasi 1 menit menjadi andalan untuk penyebaran informasi tercepat. Gak heran kalo dalam sebulan pengunjung di situs ini bisa mencapai jutaan. 

Salah satu tulisan saya ada yang hampir mencapai angka 50k views dalam kurun kurang dari sebulan. 


Sebuah pencapaian yang sangat memotivasi untuk seorang penulis. Karena biasanya menulis di blog sendiri sangat susah untuk mendapatkan view sebanyak itu. 

Jika ada yang mengalami hal seperti saya, yang saat pikirannya penuh dan bingung untuk dikeluarkan dengan cara bagaimana. Menulislah!