Wednesday, December 28, 2016

Ketika Si Kecil Terkena Radang Paru-paru

Yang paling menyebalkan saat anak sakit adalah komentar orang-orang sekitar, bahkan dari keluarga sendiri.



Kamu kasih makan apa sih sampe sakit begitu?

Kamu jagain dengan benar gak sih? Kok bisa sampe sakit begitu?

Dst...


Dst...


Padahal mana ada orangtua, apalagi seorang ibu yang mau anaknya sakit. 


Saya sama sekali tidak ada niat dalam mengurus anak saya dan berharap mereka sakit. Sama seperti orangtua lainnya yang ingin memberikan yang terbaik bagi anak mereka, saya pun begitu.


Makanya saat mendengar diagnosa dokter perihal sakit anak saya, rasanya seluruh isi perut saya melorot jatuh sampe ke dasar kaki. Mata saya bahkan sudah panas, tapi saya tahan agar airmata gak jatuh.


Bagaimana hati saya tidak teriris saat dokter bilang kalo anak saya terkena radang paru-paru akut. 


Tapi orang lain emang lebih senang nge-judge duluan ketimbang ngasih komentar yang menenangkan buat orangtuanya.


Mereka gak tahu kalo saya menangis sampe terisak sambil memeluk anak saya usai visit dokter. Mereka gak tahu kalo saya menyalahkan diri saya sendiri. Karena walaupun saya sudah berusaha memberikan yang terbaik kepada anak-anak saya, tetap saja dia bisa sakit. Saya masih manusia, anak saya juga. Dan semua pasti sakit. 


Sebenarnya saya tidak menduga kalau anak kedua saya akan menderita penyakit ini lagi.


Baca: Tolong, Kedua Anak Saya Sakit. 


Setelah si kakak sembuh, pun si adek. Pada hari Sabtu sore badan si adek kembali demam. Saya menganggap kalau demam ini karena kecapekan saja. Ternyata sampai hari Minggu badannya masih hangat. Bahkan sempat naik turun.


Suami pada hari Minggu siang harus berangkat ke Jepara. Dia pergi dengan membawa kekhawatiran. Tapi saya yakinkan kalau si adek baik-baik saja. Saya tidak ingin dia bekerja dengan membawa beban. Bisa-bisa mempengaruhi pekerjaannya.


Di hari Senin, saya dan si adek mesti menemani si kakak yang hari itu akan ujian PAS. Karena saya meniadakan jemputan untuk bulan Desember, jadinya saya yang harus mengantar dan jemput. Soalnya rugi kalau dia memakai jemputan yang harus bayar full padahal hanya masuk 4 hari saja.


Saat di sekolah kondisi si adek belum juga membaik. Selama menunggu dia hanya tiduran di paha saya walau tidak demam.


Malam harinya usai si kakak belajar dan sudah tertidur. Si adek mengeluh kalau kepalanya panas. Wajahnya terlihat pucat dan kuyu. Saat itu perasaan saya sudah mulai was-was. Sejak Sabtu dia demam dan ini sudah hari Senin tapi demamnya masih juga naik turun, padahal sudah diberi obat.


Saya lalu menelepon suami yang kebetulan sudah selesai kerja dan sudah kembali ke hotel. Saya mengabarkan kalau besok niatnya saya akan membawa si adek ke RS. Maklum, si kakak masih ujian dan besok hari terakhir. Jadi setelah pulang sekolah kami bisa mampir ke RS.


Suami menyuruh untuk segera diperiksa. Katanya bawa lagi ke bidan. Saya menolak dibawa ke bidan karena pengalaman saat si kakak sakit obat yang diberikan sama seperti obat sebelumnya. Lagipula saya yakin untuk tahu penyakitnya harus diperiksa darah. Karena sudah tiga hari demamnya tak kunjung reda. Hanya saja jika pergi malam itu saya sedikit dilema.


Setelah berdebat kecil dengan suami dan memikirkan keadaan anak yang sakit, malam itu juga akhirnya saya memilih membawa si adek ke RS. Si kakak yang sudah tertidur terpaksa dibangunkan. Kebetulan tetangga depan rumah belum tidur, jadi bisa dimintai tolong untuk mengantar.


Saat itu saya membawa si adek tanpa berharap akan dirawat inap. Pikir saya, setelah periksa darah dia bisa dirawat jalan saja. Ternyata hasil tes darahnya cukup bikin syok. Sel darah putihnya sangat tinggi. Kata dokter, itu penyebab demannya naik turun. Tentu saja si adek mesti dirawat inap karena harus diberi antibiotik injeksi.



Saat itu pula dilema saya kian besar. Kami datang ke RS tanpa persiapan kalau si adek bakal opname, jadinya hanya membawa diri saja tanpa perlengkapan ini itu. Puji Tuhan, selalu ada jalan keluar. Ada yang bisa menemani si adek sementara saya balik lagi ke rumah untuk mempersiapkan keperluan selama di RS. Saya juga harus menyiapkan seragam si kakak dan tas sekolahnya.


Subuh sekali saya sudah bangun untuk menyiapkan si kakak ke sekolah. Ada rasa kasihan sebenarnya karena saya dan si kakak tidur pukul setengah dua pagi dan harus bangun jam setengah lima. Tapi untungnya si kakak gak rewel.


Pukul 6 pagi saya sudah mengantar si kakak ke depan RS, Puji Tuhan lagi, ada yang bisa menjemput untuk bareng ke sekolah. Si adek saya titip sebentar ke orangtua pasien yang sekamar dengannya.


Karena masa tidur saya hanya sedikit, setelah si adek sarapan dan minum obat, saya memilih tidur lagi. Untung si adek juga ikut tertidur. Tapi jam 9 saya sudah harus bangun, karena si kakak akan pulang. Gurunya memesankan grab untuk mengantarnya sampai ke depan RS. Ada rasa khawatir sebenarnya saat si kakak harus naik grab seorang diri. Tapi syukurlah dia bisa tiba dengan selamat. Saya sedikit lega karena ujiannya juga sudah selesai dan si kakak gak ada remedial. Jadi dia gak perlu ke sekolah lagi sampai acara Natalan dan penerimaan rapor. Satu masalah saya selesai. 


Saya pikir kami hanya akan berada di RS selama 2-3 hari saja. Tapi ternyata si adek harus menghabiskan antibiotik injeksi sebanyak enam botol. Dua botol perhari. Si adek masuk RS pada hari Senin malam sedangkan antibiotiknya baru diberikan pada hari Rabu. Artinya baru akan selesai pada hari Jumat.


Selama beberapa hari itu si adek mendapat beberapa perawatan, rontgen dan tes mantoux. Untuk rontgen sendiri hasil yang terbaca ada banyak sekali flek di dadanya. Sedangkan untuk tes mantoux, hasilnya negatif. 




Test mantoux adalah suatu cara yang digunakan untuk mendiagnosis TBC.Tes mantoux itu dilakukan dengan menyuntikan suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak 0,1 ml dengan jarum kecil di bawah lapisan atas kulit lengan bawah kiri.

Karena hasil tes mantoux negatif, lalu pemeriksaan darah untuk kedua kalinya hasilnya sudah normal. Hari Sabtu itu akhirnya kami bisa pulang, walau harus menunggu dokternya sampai hampir tengah malam. Karena harus seizin dokter dulu.


Dokter memberikan penjelasan tentang obat yang akan diminum selama 6 bulan dan surat kunjungan berikutnya, setelahnya barulah kami bisa check out.


Di awal tahun 2015 sebenarnya si adek sudah pernah dirawat inap juga di RS yang sama dan didiagnosa pneumonia. Tapi saat itu oleh dokternya hanya diberi perawatan uap saja dan antibiotik injeksi. Tidak ada rontgen, pemeriksaan darah ataupun tes mantoux seperti kali ini. Bahkan tidak ada pengobatan selama 6 bulan seperti lazimnya mereka yang terkena penyakit radang paru-paru. Mungkin karena hal itulah makanya si adek harus dirawat lagi. Karena penyakit radang paru-paru ini pengobatannya harus rutin dan sampai selesai jika ingin pulih.


Sekarang sudah dua minggu lebih si adek harus mengkonsumsi obatnya. Diminum setiap kali dia bangun tidur saat perut kosong. Masih ada 5 bulan setengah lagi sampai masa pengobatannya selesai. Dalam masa ini tubuhnya masih rentan terkena penyakit lain. Kemarin dalam seminggu, dia terkena gondongan dan nyeri di kepala akibat efek samping radang paru-parunya.


Puji Tuhan hari ini dia sudah ceria dan beraktivitas seperti biasanya. Saya hanya bisa berharap si adek bisa tumbuh sehat terus sampai besar.



 

8 comments:

  1. Aduuhh semoga si adek cepet sembuh ya mbak.. Iya aku taunya jg radang paru2 harus rutin bgt pengobatannya. Ga bisa cm setengah2.. Anakku prnh kena radang paru, tp memang ga seakut itu mbak. Tp ttp hrs seminggu lbh di opnam sampe dokter bilang paru2nya bersih. Wkt itu msh blm trlalu parah sih..

    ReplyDelete
  2. Amin, makasih mbak. Semoga anak-anak kita pada sehat semua.

    ReplyDelete
  3. Kata dokter sih kalo setiap kena flu selalu disertai batuk, itu salah satu gejalanya. Anak saya batuknya malah kayak sesak napas gitu. Kukira tadinya itu normal aja. Ternyata emang udah gejala. Lainnya karena bakteri, Mbak.

    ReplyDelete
  4. semoga sehat ya....., keponakan ku juga pernah kena paru...harus minum obat smpe 9 bulan...

    ReplyDelete
  5. Semoga lekas sembuh anaknya ya mbak. Ada penjelasan gak dari dokter, bakteri itu datangnya dari mana, apakah dari makanan, atau terpapar dari orang lain yg sudah duluan kena radang paru-paru (terhirup lewat udara) ? Semangat ya mbaaak....

    ReplyDelete
  6. Iya, dari udara. Makasih banyak.

    ReplyDelete