Tuesday, September 18, 2018

Pada Mimpi yang Hampir Sirna


“Someday, buku gue akan nangkring di toko buku se-Indonesia. Someday.”

Kata-kata itu gue ucapkan dalam hati di tahun 2010. Itu menjadi kata-kata sungguh-sungguh kedua setelah di tahun yang sama gue bilang, “Sembuhin papa, Tuhan.” Ternyata papa gue nggak sembuh. Tuhan justru lebih sayang dan memanggil papa kembali ke sisi-Nya.

Selama hidup gue nggak tahu tujuan hidup gue itu apa. Mimpi gue itu apa. Yang gue tahu, hidup hanya berkisar pada; lahir, tumbuh, sekolah, kerja, menikah, punya anak lalu mati. Barulah 8 tahun yang lalu itu, gue menemukan tujuan hidup gue. Mimpi gue. Mimpi ini kuat banget. Saking kuatnya makanya kata-kata di atas bisa terucap.

Gue jadi suka menulis itu terjadi secara kebetulan. Saat gue belum lama menikah dan baru punya anak satu. Tahu-tahu harus merantau; dari Bitung pindah ke Tangerang. Tahu-tahu harus menjalani hidup baru di tempat baru. Menjadi seorang ibu emang bakal terjadi secara naluriah, hanya saja semua serba cepat dan gue sedikit kewalahan. Jadinya gue mencari apa yang bisa menjadi pelarian gue biar guenya nggak senewen. Akhirnya gue belajar menulis biar kewarasan gue terjaga.

Tulisan pertama gue berupa cerpen. Cerpen itu gue ikutsertakan di lomba cerpen yang diadakan oleh sebuah penerbit indie. Yang ikut ada sekitar 500-an cerpen. Tidak menang tentu saja. Yakali baru pertama kali bikin cerpen langsung menang. Gue nggak sehebat itu. Hanya saja, walau nggak menang, semua cerpen peserta dibukukan. Jadi para peserta bisa memesan buku yang ada cerpennya sendiri. Gue tentu saja langsung pesan.

Memang sih hanya terbit secara self publishing. Memang sih gue nggak menang karena ceritanya masih berantakan dan gue belum mengenal cara penulisan yang baik dan benar. Memang sih terdengar receh. Tapi membaca nama dan tulisan sendiri di dalam sebuah buku itu... priceless. Seolah gue baru saja mendapat hadiah nobel atau piala oscar atas kerja keras gue.  Padahal cuma satu cerpen aja. Lagian mana ada menang cerpen dapat nobel atau oscar. Mabok mb? Oke, lebay sih, tapi secara nggak langsung itu justru memberi harapan kepada gue. Seolah ngasih tahu ke gue, kalau berusaha gue pasti bisa lebih dari ini. Secara nggak langsung momen itu membentuk mimpi gue.

Sejak saat itu gue jadi rajin menulis cerpen. Lalu ikut semua yang bisa gue ikuti. Dari cerpen gue mencoba menulis novel. Setelah novel selesai gue coba kirim ke penerbit. Gue kira prosesnya hanya sesederhana menulis, kirim, diterima, terbit. Nggak semudah itu anak muda. Gue harus melalui proses: diterima tapi batal terbit, diajakin editor ke kantor lalu ditolak halus, diterima tapi penerbitnya tutup, dsb, dll,

Sampai akhirnya gue tiba di titik kalau segala usaha gue percuma dan sia-sia. Gue merasa, menulis ternyata bukan mimpi gue. Gimana ya, gue sudah berdoa dan berusaha. Ketika gagal, gue berdoa dan berusaha lagi. Gagal lagi, gue berdoa dan berusaha lagi. Begitu terus sampai gue merasa doa dan usaha hanya tagline tiada guna di hidup gue. Di titik itulah gue menyerah. Gue rasa menulis bukan untuk gue. Di titik itu gue menyerah pada menulis dan pada hidup gue.

Iya, itu terjadi di 2016. Gue hampir menyerah pada hidup sendiri. Gue melewati banyak hal berat di tahun itu. Banyak sekali beban yang harus gue tanggung sampai dada gue sesak. Yang terpikir hanyalah bunuh diri.

Beruntung gue masih selamat.

Di tahun yang sama, menjelang akhir tahun. Sebuah penerbit besar mengadakan proyek menulis novel. Ini adalah proyek menulis batch ketiga. Gue sudah ikut proyek menulis mereka sejak batch pertama tapi nggak pernah jodoh. Selalu berakhir menjadi finalis saja.

Tadinya gue tidak berniat ikut. Tapi beberapa orang teman malah mendorong gue untuk ikutan. Mereka bilang, “Kali ini pasti momen kamu. Tolong coba lagi.” Gue sampai heran sendiri. Kok ada ya yang begitu percaya pada mimpi orang lain. Maksud gue, itu mimpi gue tapi mereka yang percaya kalau gue bisa mewujudkannya. Mereka yakin banget kalau suatu hari segala usaha gue nggak akan sia-sia. Itu membuat gue terharu. Apalagi teman-teman ini adalah orang-orang yang hanya gue kenal lewat media sosial. Kami belum pernah sekali pun bersua. Tapi mereka segitu percayanya kepada mimpi gue.

Atas dorongan itulah makanya gue mencoba bangkit. Bagi gue nggak ada salahnya dicoba. Kalau gagal, ya coba lagi kali berikut.

Di pertengahan 2017, proyek menulis tersebut diumumkan. Gue sama sekali nggak menaruh ekspektasi. Seiring seringnya gue ikut lomba semacam paham kalau setiap ikut selalu lower my expectation. Setiap kali ikut, kirim, lalu lupakan.

Kalian tahu apa? Nama gue disebut sebagai salah satu pemenangnya. Dari ratusan naskah yang masuk dan harus melewati proses seleksi selama beberapa bulan. Lima naskah dipilih sebagai pemenang dan akan diterbitkan. Naskah novel gue salah satunya.

Tengah tahun 2018, novel pertama gue terbit lewat penerbit terbesar dan tersebar di seluruh toko buku seIndonesia. Ini momen terbaik di 2018 bahkan terbaik seumur hidup gue setelah punya anak. Serasa lahiran “anak ketiga.”



8 tahun. Iya, butuh 8 tahun untuk bisa mencapai itu. 8 tahun yang penuh perjuangan berat. 8 tahun yang nggak sia-sia. Karena benar adanya, tidak ada usaha yang mengkhianati hasil.

Novel gue tepatnya terbit tanggal 9 Juli kemarin. Masih fresh lah ya karena ini baru bulan September. Kalau kalian pengin baca, bisa loh cari di toko buku. Masih banyak. Judulnya: Seira & Tongkat Lumimuut. #lah #malahjualan





11 comments:

  1. Merinding terharus gimana gitu ya bacanya. Gak ada yang instan dalam sebuah pencapaian ya kak, banyak cerita di dalamnya. Pengen baca akutu bukunyaaaaaa! Anyway semoga dapet yah hape ungu nan mevvah itu :3

    ReplyDelete
  2. Terharu Mamihh, karena kuat dirimu sanggup menjalaninya. Keep the good work, ya. Semoga segera lahiran buku kedua :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. (((mamih)))
      mbaaakkk.. huhuhu janganlah terkontaminasi dengan mereka mereka yang memanggilku demikian. anw, thank you supportnya.

      Delete
  3. nulis novel dan blog via hp mb? duh keren, kalau aku gak kuat karena sering typo :)

    aku juga pengin huawei nova 3i tuh buat ngorek semak-semak karena biasanya kalau bosan suka motret hewan kecil atau apalah gitu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. amin. semoga kita menang, mbak. mau baca juga dong tulisannya. *brb meluncur

      Delete
  4. 'tul banget, sebagai emak-emak kita ini mesti nulis supaya kewarasan tetap terjaga. Hihi.
    Congrats atas 'lahirannya' ya mbak, saya tau persis gimana bangganya ngelihat nama kita tercantum di cover buku :')
    jangan lupa mampir ke blog saya yah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Serasa melahirkan anak lagi. Sakit tapi berujung bahagia.

      Delete
  5. Luar biasa Mamih, kereeeen. Btw, aku juga selalu punya mimpi yg sama mih. Pernah kepikiran pokonya harus bisa nulis buku sendiri, minimal punya 1 seumur hidup. Syukur2 kalo konsisten dan ketagihan. Hehee.. Inspiratif mih, hebatnya lagi nulisnya di HP yah. Luaaarrr biasa. Aku kyknya ga sesanggup itu. :)

    ReplyDelete
  6. Good job..finally tercapai jg tu keinginan kang?

    ReplyDelete
  7. wah, selamat Mbaaak.. Keren lho bisa nulis novel, terbit di penerbit mayor pula. thumbs up!!

    ReplyDelete