Monday, December 8, 2014

BFG Goes to IRF

Awal Mula

Di suatu hari Sabtu di bulan Agustus, gue ketemu sama @danissyamra. Kita berdua jadi perwakilan BFG yang diundang siaran oleh @bacaituseru yang sayangnya gue telat datang dan gagal eksis.

Bersama @yuliono dan @selebvi
wpid-img-20140823-wa0014.jpg

Usai siaran, gue sama Danis nongkrong di salah satu mall di bilangan Kalibata. Rencana saat itu sih, yang bakal datang nyusul buat ngumpul bareng ada @kopilovie @unidzalika @sulunglahitani dan @mandewi. Eh yang nongol cuma Mbokdew aja.

Kita ngobrol-ngobrol santai setelah Mbokdew selesai membahas naskah novelnya sama Danis. Maklum #KruBFG ini isinya orang-orang kece semua. #halah #disorakinyangbaca

wpid-img-20140823-wa0012.jpg

Danis lalu menyampaikan ide dari Mput aka Mbem aka Shizuka aka Kongja... haduh, aliasnya banyak. Serah deh mo manggil apa. Tapi kalo gue saranin sih panggil Mbem aja, perut sama pipinya luar biasa offside. *kemudian Mput pundung 8 tahun*

Idenya adalah, bagaimana kalo BFG ikut ambil bagian di IRF (Indonesia Readers Festival) yang akan diadakan pada tanggal 6-7 Desember 2014 berlokasi di Museum Gajah? Acara tahunan ini diadakan oleh Goodreads Indonesia yang baru saja mewawancarai BFG lewat @bacaituseru.

Gue tentu saja mengiyakan, ini kesempatan yang bagus untuk publikasi BFG ke masyarakat luar. Kita tidak lagi terbatas pada interaksi dunia maya saja tapi juga bisa bertemu langsung.

Walau gue, Danis dan Mbokdew setuju, tetap semua harus dikembalikan ke teman-teman yang lain. Tidak bisa hanya tiga suara saja yang setuju kalau anggotanya ada 18 orang.

Persiapan

Pembahasan akhirnya berlanjut ke grup paling berisik dan bangke di Whatsapp. Ternyata respon yang didapat juga baik. Semua setuju. Ini demi mengenalkan BFG secara luas, apa yang menjadi visi misi dan tujuan terbentuknya grup ini.

Persiapan yang dilakukan adalah menyediakan kebutuhan apa saja untuk IRF. Yang bertanggung jawab untuk kegiatan ini (secara sukarela) adalah Danis dan Uni #DzalikaDanis2015👫🚲 juga si mamak insekyur Mbokdew sebagai bendaharanya.

Kaos kru dan hadiah games
wpid-img-20141127-wa0000.jpg

Pin
wpid-img-20141208-wa0013.jpg

Kumcer Persembahan pada Bumi yang isinya tulisan #KruBFG dan pemenang #ProyekMenulisBFG
wpid-img-20141208-wa0018.jpg

Setelah semua siap (walau ada beberapa halangan), akhirnya BFG siap eksis di IRF.

Denah booth-booth peserta IRF dan tanda pengenal
wpid-img-20141122-wa0010.jpg

wpid-img-20141122-wa0009.jpg

Hari H

Malam sebelum hari H, Danis sempat parno karena perlengkapan buat booth belum ada di tangannya. Kita yang dikabari juga ikut panik. Gila ya, udah besok, mana mesti pagi-pagi ngedekor. Masa booth kita kosong melompong. Dia sempat marah-marah ke salah satu jasa pengiriman. Untungnya semua cuma salah paham dan bisa berakhir baik. Pagi itu booth BFG sudah dihias.

Penampakan booth BFG sebelum dihias
IMG-20141208-WA0014

Standing banner
wpid-img-20141208-wa0010.jpg

Wall banner
IMG-20141208-WA0008

Gue tiba di lokasi pukul 10 lebih karena mesti nyasar dulu. Itu kali pertama gue datang ke Museum Gajah jadi sama sekali buta jalan ke sana. Patokan gue cuma Monas, karena baca di timeline @bacaituseru kalo lokasinya deketan. Setelah sampe di stasiun Tanahabang, gue langsung mencari bajaj dan bilang kalo mau ke Museum Nasional (nama lain Museum Gajah), diantarlah sama si abang bajaj ke... Monas.

"Museum Nasionalnya di mana, Pak?"

"Di dalam, Bu. Jalan aja lewat situ," kata si abang bajaj ke pintu masuk Monas.

Gue sempat ragu. Kok di dalam? Beberapa kali ke Monas nggak pernah liat ada museum deh. Tapi karena percaya sama yang sepuh di daerah situ jadilah gue coba berjalan masuk ke Monas. Di kursi taman sempat berhenti buat nanya dan jawaban mereka juga sama.

"Di dalam sana, Bu."

Dari jauh sih gue udah liat banyak stand-stand di sekitar Monas.

"Wah, ada acara nih. Mungkin bener di sini ada IRF."

Tapi kemudian gue ragu, tapi memilih tetap jalan terus, tapi ragu lagi dan akhirnya nelepon Mbokdew

...dan ternyata emang salah lokasi. Ternyata mereka nangkepnya Monumen Nasional.

YA DODOE PA NGONI DANG!

Gilingan, udah jalan jauh bawa dua krucil eh salah arah ternyata. Akhirnya gue mastiin lagi dengan nanya ke om-om brimop yang lagi jaga. Dengan jelas dia bilang kalo Museum Gajah di samping Monas, dekat halte TransJkt jadi gue mesti muter keluar dulu.

Hari masih pagi dan cuaca bulan Desember cukup bersahabat. Gue jalan sambil gandeng dua krucil muterin Monas ke arah Museum Gajah. Dulu zaman kuliah, jalan kaki ke mana-mana itu biasa. Sampe seneng mendaki juga dan bawa carriel gede. Ternyata pas udah punya anak dan fisik lebih sering ngadem di rumah, skill berjalan kaki jauh nggak mumpuni lagi. Sampe lokasi guenya udah ngos-ngosan.

Banner IRF di depan Museum Gajah
IMG-20141208-WA0019

Tiba di booth hanya ada Danis sama Mbokdew, Mput sama Uni sedang ikut workshop di basement. Gue juga daftar tapi karena bawa anak terpaksa batalin ikut. Eh, nggak berapa lama Mput sama Uni malah nongol.

wpid-img-20141206-wa0008.jpg

Booth-booth mulai ramai pengunjung. Apalagi sesekali ada bookswap dan bookwar tak jauh dari booth BFG. Tak lama juga beberapa pengunjung mampir ke booth BFG, ada yang sekadar tanya-tanya, ada juga yang ikutan games.

Games hari pertama berupa 3 soal TTS yang bisa dipilih pengunjung. Jika bisa mengisi semua, mereka akan mendapatkan hadiah buku PpB atau kaos. Jika hanya bisa mengisi 5 kotak atau lebih, mereka akan mendapatkan sebuah pin. Banyak yang mengeluh kalo pertanyaan TTS buat games-nya sukar. Ya, kalo gampang mah hadiah gratisan di chiki namanya.

Beberapa pemenang games
IMG-20141208-WA0012

wpid-img-20141208-wa0009.jpg

wpid-img-20141208-wa0011.jpg

wpid-img-20141208-wa0022.jpg

Pengunjung yang ikutan eksis di banner BFG
IMG-20141208-WA0021

IMG-20141208-WA0024

IMG-20141208-WA0025

Mbak @authorizuka dan @sayaquavi yang ikut mampir ke booth BFG.
wpid-img-20141208-wa0004.jpg

Groufie #KruBFG

wpid-img-20141208-wa0007.jpg

10407188_10202261803500922_7139416476856033231_n

10848010_10202261805500972_817399930910525864_n

Akhir Kata

Hasil dari Dropbox yang berisi sumbangan dari para donatur
wpid-img-20141208-wa0017.jpg

Terima kasih banyak untuk semua pihak yang terkait dalam acara #BFGGoesToIRF

Terima kasih buat Goodreads Indonesia sebagai penyelenggara dan mengizinkan BFG ambil bagian dalam acara ini. Semoga BFG bisa berpartisipasi kembali tahun depan.

Terima kasih buat @jungjawa yang sudah direpotkan dengan banner BFG.

Terima kasih buat @redcarra aka Mamak Misae aka Mamak Aguilera yang udah meluangan waktu mendesain kaos BFG.

Terima kasih untuk para donatur buku:
@authorizuka
@sayaquavi
@azuchan
@bbi_2011
@muthzf
@kony_drakka
Segala kebaikan kalian akan dibalas Tuhan nantinya.

Terima kasih untuk semua #KruBFG yang terlibat dalam acara, yang sudah datang, yang ngadmin Twitter, bahkan yang tak bisa datang tapi memberi yang support luar biasa besarnya.

Dan tentu saja, terima kasih untuk para pengunjung yang sudah mampir dan bermain games di booth BFG.

Mari berbuat baik untuk sesama.

Jangan lupa untuk ikutan #LelangBFG di @bookaholicfund yang bisa muncul sewaktu-waktu.
Ah iya, hampir lupa... Di awal tahun depan BFG tepat berusia satu tahun. Akan ada kejutan besar dari kami. Apa itu? Pantengin aja Road to BFG Anniversary di @bookaholicfund nanti ya.

With love,
@naztaaa

Sunday, November 23, 2014

Penerbit dan PHP

Apa hubungannya penerbit sama php?
Oh, sangat berhubungan.

Dulu saya kira, php itu hanya dilakukan sama seorang cowok ke cewek atau sebaliknya atau skill utama @danissyamra. Ternyata sebuah penerbit juga bisa php.

Mari saya kisahkan bagaimana kronologisnya... *siapin camilan*

Bermula dari draf fantasi yang awalnya saya terbitkan secara self publishing. Iseng saya coba kirim ke beberapa penerbit. Yang nolak sih cuma satu penerbit, sisanya nggak ngerespon. Nyesek... iyalah. Hahahahaha... *nunjuk dada* *dada om ganteng beravatar tepi pantai*

Saya sebenarnya sadar diri dengan kualitas tulisan saya. Itu kali pertama saya nulis novel, jadinya masih banyak typo dan penistaan EYD di mana-mana. Apalagi saya nulis tanpa outline sama sekali. Cukup nulis sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Jadi wajarlah kalo ditolak.

Pas udah putus asa. Ternyata eh ternyata... saya mendapat balasan surel dari sebuah penerbit. Mereka tertarik dengan naskah saya dan mau menerbitkannya.
Saya didera antusias dan rasa bangga. Gila ya, ternyata ada juga penerbit mayor yang mau menerbitkan tulisan saya menjadi buku. *nangis pelangi*
Tapi sebelumnya saya diminta menyelesaikan dulu naskah saya yang dirasa masih nanggung. Dalam waktu dua minggu saya ngebut kelarin draf saya itu.

Surat perjanjian pun dikirim. Isinya kesepakatan antara saya dan penerbit. Sebagai awam dalam hal ini, saya pikir semua MoU itu sama saja dari tiap penerbit. Tanpa pikir panjang, saya menandatangani dan mengirim balik MoU tersebut. Inilah kesalahan fatal saya. Seharusnya saya diskusi dulu dengan teman-teman penulis lain (yang sudah senior) dan minta tanggapan mereka soal surat perjanjian saya itu. Berbekal rasa excited karena akan memiliki novel perdana, saya abaikan logika itu.


Emangnya bakal terjadi apa sih?

Naskah saya yang semula dipajang di salah satu self publisher saya tarik. Ucapan selamat saya terima dari teman-teman saya. Suatu kebanggaan yang membuat hati saya berbunga-bunga.

... sayangnya hal itu nggak berlangsung lama.

Bulan demi bulan berlalu, tak ada kabar dari pihak penerbit tentang progress naskah saya di tangan mereka.

Sama seperti seorang ibu yang mengkhawatirkan nasib anaknya, tentu saja saya juga peduli dengan nasib draf saya.

Udah banyak cara yang saya lakuin. Pertama, saya mencoba bertanya kepada seorang teman yang kebetulan bukunya terbit juga di penerbit itu. Teman saya ini juga cukup akrab dengan pemilik penerbit. Katanya, naskah dia dulu nanti 9 bulan baru terbit. Sabar aja.

Saya akhirnya menambah pasokan stok sabar saya. Harap maklum lah, saya penulis pemula dan naskahnya diterima itu pasti nggak sabar kalo bukunya segera terbit.

9 bulan berlalu. Berganti menjadi tahun. Kabar itu tak kunjung datang. Sekadar surel untuk mengabarkan basa basi pun tidak.

Perjuangan kedua, saya memutuskan untuk mengirimi surel langsung kepada pemiliknya. Dan jawabannya...
"Saya tahu naskah kamu itu. Tapi belum akan terbit."
Ok. Mungkin mereka menunggu momen pas ada naskah fantasi lainnya diterbitkan biar barengan. Sayangnya tidak. Naskah pemenang lomba fikfan yang belum lama diadakan penerbit itu saja sudah diterbitkan daripada naskah saya. Hmm...

Tak habis akal, saya mengambil langkah untuk coba ikut kegiatan "kampus-kampus" penerbit itu. Eh, dibaca sama bosnya aja enggak dong. HAHAHAHANJIRHAHAHA!

Teman-teman saya malah menjadikan becandaan soal naskah saya ini. Saya sih hanya ketawa ketiwi. Abis bully mereka kreatif banget. *sundut satu-satu*
Mereka menyarankan saya untuk tarik naskah. Saya sih maunya begitu. Tapi pas baca MoU, saya kalah telak. Saya nggak bisa berbuat apa-apa. Ini juga hasil nanya ke dua teman saya yang kuliah hukum.

Kemarin saya nyoba langkah terakhir. Kembali mengirim surel ke pihak penerbit itu. Dan sudah seminggu nggak ada balasan sama sekali.

Oh, dan hal ini ternyata nggak cuma terjadi sama saya. Salah satu teman saya yang naskahnya juga diterima di penerbit itu, mengalami nasib yang sama dengan saya. Saya tak tahu, ada berapa penulis yang jadi korban. Apa cuma saya dan teman saya, atau masih ada lagi yang lain.
Yang bisa saya lakukan sekarang ya, nggak usah ngarep atau berpikir kapan naskah saya bakal terbit. Itu sia-sia belaka.

Mungkin beberapa hal ini bisa membantu yang lain agar jangan terkena php akut kayak saya.
1. Berhati-hati dalam membaca isi surat perjanjian. Jangan sampai isinya malah merugikan kita sebagai penulis.
2. Mintalah saran atau petunjuk dari penulis senior, yang udah banyak nerbitin buku. Tanya bagaimana isi surat perjanjian yang baik.
3. Pastiin track record penerbit itu. Ngadain banyak lomba menulis belum tentu penerbit yang berkualitas juga. Banyak kok penerbit lain yang masih masuk akal.
4. Stay health dan siapin diri kalo misalnya kena juga. Karena pasti bakal terima bully dari teman terdekat. Wesbiyasaaaa...

Sekian curcol saya kali ini, tanpa maksud mendiskreditkan salah satu penerbit.

Saturday, November 22, 2014

Review Novel Fantasy

Akhirnya gue perdana mau nulis review tentang buku yang gue baca. Sebelum-sebelumnya sih karena gue emang nggak bisa ngereview aja. Hahaha...

Sekarang mau nyoba ngereview karena ngerasa "berutang" sama sang penulis. Semoga nggak malu-maluin ya.


Yak, mari kita mulai...
Buku yang beruntung itu berjudul Fantasy. Penulisnya Novellina Apsari. Genrenya metropop, terbitan GPU.

Gue dapat buku ini karena menang giveaway yang diadakan sama @NBC_IPB kerjasama dengan si empunya buku ini sendiri @novellinaapsari.

Sebenarnya, belakangan minat baca gue lagi terjun bebas. Satu buku aja kalo mood bagus bisa selesai beberapa hari. Kalo mood eneg ya bisa berbulan-bulan. Belum lagi ada banyak tumpukan buku yang gue beli dan belum dibaca. *tiup-tiup debu di rak buku* 

Ya gimana ya, dua krucil gue sedang dalam fase aktif. Jadinya waktu gue tersita banyak dengan ngurusin mereka berdua. Derita emak-emak rumahan ya begini, ngurus rumah, suami dan anak tanpa henti. Rasanya 24 jam itu nggak cukup. Loh, kok bablas curhat?

Oke, back to main topic here...

Saat baca judulnya Fantasy, gue berasumsi kalo ini buku bergenre fantasi. Kisah tentang dunia mimpi atau peri atau semacamnya. Ternyata gue salah. Fantasy ini berisi impian dan cinta segitiga antara Davina, Armitha dan Awang.

Cerita dibuka dengan kisah seorang perempuan yang datang ke Jepang untuk mencari seorang laki-laki. Bermodalkan postcard yang dia terima tujuh tahun lalu. Lalu kisah mundur ke tahun 2005, di Surabaya, saat ketiga tokoh masih SMA. Dikisahkan kalo Awang meminta Vina untuk mengenalkannya kepada Mitha, teman sebangku Vina. Awang penasaran dengan Mitha, yang dirasanya berbeda dengan cewek-cewek lainnya. Judes. Awang ingin memecahkan misteri dibalik sikap Mitha itu. Setelah perkenalan yang terjadi secara random itu, Vina menjadi akrab dengan Awang.


Suatu hari, saat Vina di perpustakaan dia mengetahui hal lain tentang Awang. Sebuah piano tua yang jarang dipakai berdenting. Vina kaget, ternyata Awang yang sedang memainkan piano dengan komposisi yang menyayat hati. Dari situ, Vina menjadi sangat kagum dengan Awang.

Vina lalu cerita ke Mitha, yang disambut heran sama sahabatnya itu. Karena selama Awang ke rumah, dia nggak pernah pamer. Padahal di rumah Mitha ada piano juga. Mitha malah menangkap kesan kalo Vina suka sama Awang. Well, Mitha sih selalu bilang kalo dia cuma anggap Awang kakak aja. Jadi dia kayaknya nggak keberatan kalo Vina suka. Tapi ya namanya teman ya, nggak mungkin nusuk dari belakang. Makanya Vina milih buat jaga jarak setiap kali ada Awang.

Namun, suatu hari saat Vina mencari Mitha di kelas. Temannya itu nggak ada. Vina menemukan Mitha di perpustakaan, sedang main piano bareng Awang. Perasaan cemburu langsung mendera Vina. Kemudian twist cerita berubah. Awang nyatain cinta ke Vina pada saat mengantarnya pulang usai pingsan di sekolah.

Di bagian berikutnya diceritakan kalo Awang dan Vina udah jadian, Awang ngajak Vina nonton orkestra. Di sana mereka bertemu dengan teman-teman Awang dan juga Mitha. Vina heran, sejak kapan Mitha menaruh minat pada musik klasik. Bahkan sampai kenal dengan pemain piano, yang menjadi bintang utama di orkestra itu. Ternyata Papa Mitha cukup akrab dengan Valenntina dan suaminya.

Setelah menonton orkestra itu, Awang dan Mitha termotivasi. Keduanya memutuskan untuk ikut sekolah musik milik Valenntina. Bahkan Awang mengambil langkah berani dengan pindah ke Jepang walau belum lulus SMA. Tapi sebelum pergi, Vina malah memutuskan Awang. Kisah berlanjut dengan cerita Awang yang sudah menjadi pianis terkenal, Vina yang sudah menjadi reporter majalah ternama dan Mitha yang lumpuh akibat kecelakaan dan akhirnya membenci Vina.
First impression:
Gue biasanya kalo mulai baca dan deskripsinya terasa bertele-tele, biasanya langsung saya tutup bukunya. Tapi pas baca novel ini, gue malah nggak bisa berhenti dan bisa ngelarin dalam beberapa jam saja.
POV:
POV yang dipakai adalah POV 1 dengan dua sudut pandang. Dari Davina dan Armitha.
Penokohan:
Buat gue tokoh Davina rada berlebihan Blasteran yang introvert, pintar, dan cantik. Anehnya nggak banyak cowok yang naksir. Helloww... di sekolah gue dulu, rada bule dikit cowok yang minta kenalan bejibun. Trus Armitha, katanya judes dan juga cantik. Tapi yang deketin cuma Awang doang. Itu sekolah cewek-ceweknya yang kek gimana sih? Model-model Victoria Secret?

Kalo Awang gue bisa maklum. Cowok usil bertampang pas-pasan tapi bisa bikin nih dua cewek jatuh cinta. Karena cowok emang nggak perlu tampang keren, cukup karisma aja udah bisa bikin cewek klepek-klepek.
Setting:
Setting yang dipilih Jepang, Surabaya, Wina, dan Paris. Gue suka penggambaran di Wina dan Paris yang jelas banget.
Ending:

Happy ending
sih. Setelah berjuang dengan perasaannya dan Mitha, Vina akhirnya bisa jadian lagi dengan Awang. Mitha juga udah memaafkannya.
Buku ini keren sih, romansanya kuat trus pengetahuan soal musik klasiknya juga kece.



Gue kasih ★★★★ untuk buku ini.











Friday, January 17, 2014

Tentang @bookaholicfund

Beberapa hari terakhir ini profil BBM saya adalah keadaan di Manado dan sekitarnya, karena kebanyakan emang teman dan saudara saya tinggal di sana. Saya juga dulu termasuk salah satu penduduk di Sulawesi Utara tersebut.

Hati saya miris lihat keadaan kota yang dulu pernah saya tinggali itu. Bagaimana tidak, longsor di jalur Tomohon-Manado yang sempat membuat warga di daerah Tomohon dan sekitarnya terisolasi. Banjir bandang di Tikala, Paal 2, Singkil yang tingginya mencapai 3 meter dan memakan korban sampai belasan jiwa. Belum lagi ombak besar di tepian pantai akibat kiriman dari Filipina. Kondisi di Manado sungguh tragis karena listrik padam selama berhari-hari dan warga yang terperangkap di rumah bahkan di gedung kantor, sehingga harus dievakuasi menggunakan perahu karet, dsb. Beruntung orang tua, teman, kerabat dan saudara saya selamat dan jauh dari lokasi musibah tersebut.

Saya jadinya berpikir, apa ya yang bisa saya lakukan untuk membantu para korban. Saya sempat post di Twitter yang isinya kira-kira begini:

"Ada ide gak buat bantu korban bencana di Sinabung dan Manado?"

Iya, melihat bencana di Manado secara otomatis saya membawa serta bencana Sinabung karena dua daerah tersebut sama-sama terkena bencana alam. Tak berapa lama twit saya diresponi sama @siputriwidi. Dia ternyata memiliki pemikiran yang sama tapi belum ada ide. Karena kami sama-sama penulis amatir, saya menyarankan sesuatu yang berhubungan dengan dunia tulis-menulis.

Ide awal adalah membuat proyek menulis cerpen yang akan dibukukan. Di mana peserta selain mengirimkan karya juga ikut menyumbang dengan minimal nominal yang ditentukan. Jadilah saya mulai melobi teman-teman penulis lain yang ada di Twitter. Yang sebagian besar belum pernah ketemu langsung karena berada di kota lain. Saya akrab dengan mereka hanya melalui media sosial saja.

Gayung bersambut, satu persatu mereka yang saya hubungi mau untuk ambil bagian dalam rencana spontan ini. Setelah terkumpul kurang lebih 15 orang, kami ngobrol di grup BBM. Membahas apa yang akan kami lakukan, membagi ide bagaimana cara cepat untuk mengumpulkan donasi. Ide terlontar dari @indtari,

"Bagaimana kalo kita lelang buku aja? Buku koleksi pribadi."

Semua kompak setuju. Karena jika kami harus mengadakan proyek nulis terlebih dulu prosesnya mungkin akan sedikit lama sedangkan kami butuh menggalang dana secara cepat. Jadilah kami mulai menentukan langkah apa yang harus kami perbuat. Membentuk panitia inti, membagi tugas dan mulai bekerja.

Kami akhirnya membuat satu akun baru yang nantinya akan menjadi wadah untuk melakukan kegiatan lelang buku tersebut. Dengan kesepakatan bersama kami memilih nama @bookaholicfund. Para anggota BFG (bookaholic fund game) sejak berdirinya akun tersebut langsung melakukan promosi di twitter. Mengajak siapa saja untuk ikut serta dalam lelang buku pada pukul 20.00 WIB malam ini dan beberapa malam ke depan.

Sampai post ini saya buat, ada banyak antusiasme dari pihak lain selain anggota kami yang mempromosikan akun @bookaholicfund.

Akun @bookaholicfund terbentuk bukan karena euforia sesaat, ini adalah program jangka panjang. Kami tidak akan berhenti hanya pada memberi bantuan ke korban bencana erupsi di Sinabung atau banjir bandang di Manado. Kami berencana tetap mengumpulkan donasi untuk charity. Ke depannya akan ada proyek lain yang segera kami susun, semoga bisa secepatnya.

Ini adalah sebuah pergerakan, karena jika kita hanya bisa prihatin tanpa berbuat apa-apa adalah sia-sia. Ada banyak cara untuk membantu sesama. Cara kami dengan membentuk @bookaholicfund. Semoga apa yang kami lakukan ke depannya bisa membawa manfaat untuk orang lain dan sekitar.