Saturday, December 31, 2016

Fuck You, 2016

Saya pernah menjalani hubungan abusive relationship selama kurang lebih 2 tahun. Tiap kali berantem saya selalu dikata-katai dengan kasar, walau pacar saya kala itu gak pernah memakai kekerasan fisik. Saya selalu dilarang untuk bertemu dan bergaul dengan teman-teman saya. Jadinya saya harus stick with him 24/7. Only him all day. 

Untungnya hubungan itu bisa berakhir setelah saya seolah tersadar kalo dia bukan laki-laki yang baik untuk saya. 

Hubungan itu menjadi hubungan yang paling saya benci sampai-sampai saat menulis ini saya berharap bisa kembali ke masa lalu dan mengubah nasib saya. Saya berharap gak pernah ketemu sama laki-laki itu. Buat saya itu adalah hubungan yang paling bikin trauma dan terberat.

Iya, terberat. Sampai saya bertemu dengan tahun 2016. Tahun 2016 seolah bilang, "Your life was ruined? Wait until you meet me."

Hubungan percintaan di masa lalu bagai masalah seuprit buat tahun 2016. Gimana enggak, sejak memasuki 2016 aura kehidupan berkeluarga saya diombang-ambing banyak masalah. Dari krisis finansial karena terjerat utang cukup besar, kegagalan dalam berusaha, sampai anak-anak yang sakit dan harus masuk RS, lalu anggota keluarga yang meninggal.

Saya tahu setiap manusia punya masalahnya masing-masing. Saya juga tahu banyak yang mengalami hal berat dalam hidupnya. Karena kalo manusia sudah tak mengalami permasalahan artinya sudah tidak hidup lagi. Tapi dibanding tahun-tahun lainnya, 2016 benar-benar berat bagi saya.

Krisis finansial itu hampir membuat hubungan rumah tangga saya retak. Saya hampir saja lari meninggalkan rumah sambil membawa seorang anak saya. Puji Tuhan, tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Krisis keuangan kami bisa terselamatkan, demikian juga hubungan rumah tangga saya. 

Sejak saya mulai menyukai dunia literasi di tahun 2009, saya memiliki mimpi ingin menjadi penulis besar. Penulis fantasi terkenal layaknya J.K Rowling. Oke, gak harus kayak mamak Rowling, sih. At least saya bisa di-notice sama pembaca Indonesia. 

Tapi jalan menuju dunia yang saya impikan itu ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sejak 2010 saya harus berjuang sendiri untuk menerbitkan buku, ditolak dan diphpin penerbit besar, dan gagal dalam setiap lomba menulis. 

Kegagalan demi kegagalan membuat saya akhirnya menyerah di 2016. Bagi saya, apa yang harus diperjuangkan kalo semuanya selalu gagal?

Apalagi saat anak kedua saya harus masuk RS dan dirawat inap selama hampir seminggu. Buat saya ini ujian berat, karena tidak ada orangtua yang ingin anaknya sakit.


Saat anak saya keluar RS saya lalu harus mendengar kabar kalo adik papa saya meninggal dunia. Yang membuat saya kecewa sama diri sendiri adalah saya tidak bisa memberi apa-apa. Walau sudah bisa keluar dari krisis keuangan tapi belum stabil. Kami harus berhemat karena banyaknya kebutuhan.

2016 membuat saya dan keluarga harus tertatih-tatih, untungnya gak sampai tergeletak. Kalo sudah tergeletak artinya sudah tak bisa bangun dan mengatasi masalah. Sudah pasrah. Atau mungkin juga sudah memilih jalan pintas yang buruk.

Ya, 2016 memang berat. Tapi selalu ada hikmah dibalik semuanya. Semakin berat ujian kehidupan maka menjadikan seseorang itu menjadi kuat.

Semoga dengan kekuatan yang saya terima karena ditempa oleh 2016, saya bisa memasuki 2017 dengan lebih matang dan bijaksana.

Vaya con dios 2016. Welcome 2017!

Wednesday, December 28, 2016

Liburan Singkat di Palabuhan Ratu



Ini kali kedua kami ke Pelabuhan Ratu atau kata orang Sunda mah, Palabuhan Ratu. Kali pertama hanya berselang beberapa hari sebelumnya. Maksud kedatangan ke daerah di Kabupaten Sukabumi ini karena urusan pekerjaan suami di PLTU Citarik. Karena dia berangkat seorang diri saja, jadilah saya dan anak-anak nebeng ikut. Habisnya kami gak ada planning jalan-jalan untuk liburan Natal. Tadinya sih ada planning mau ke Jogja tapi karena sesuatu dan lain hal harus batal. *krai sekebon*

Masih subuh banget kami sudah jalan. Karena saya tipe perfeksionis, apa-apa sudah saya siapin sejak semalam. Saya bahkan masakin sayur dan ikan buat bekal di jalan. Soalnya pernah punya pengalaman gak enak mampir makan di jalan saat bepergian. Makanya mending bawa bekal sendiri. Lebih enak dan higienis.

Kalo kata Gmaps sih estimasi waktu dari rumah ke Pelabuhan Ratu itu 199 menit. Atau sekitar 2,5 jam. Iye, itu mah kata Gmaps aja. Realitanya 4 jam lebih baru nyampe padahal jalanan gak macet. Di kali pertama malah hampir 7 jam. Bebas, tsay! *tebalikin Gmaps*

Di kali pertama saya dan anak-anak disuruh menunggu di mobil sama suami karena janjinya cepat selesai. Aje gile, selesainya baru 6 jam kemudian. Mati kutu dan mati gaya banget nunggu berjam-jam di mobil. Tiduran gak nyaman dan susah pula buat buang air kecil karena jarak ke toilet cukup jauh. Suami minta dipites banget ini. Makanya untuk kali kedua, demi kenyamanan jiwa dan raga kami, khususnya saya. Suami membawa kami ke hotel.

Selama perjalanan saya nyari beberapa referensi hotel yang terjangkau dan dekat laut. Karena pergi ke daerah pantai dan nggak ngeliat laut itu rugi banget namanya. Tapi berhubung cuaca saat itu sedang hujan deras dan sebentar lagi suami harus pergi ke lokasi pekerjaan, kami hanya mampir ke satu hotel saja di dekat pelelangan ikan.


Saya sebenarnya sedikit kecewa dengan pilihan hotel pertama itu, karena pemandangannya hanya pelabuhan saja dengan deretan kapal nelayan yang tertambat. Menarik sih, tapi saya lebih suka pemandangan laut lepas yang sunyi. *banyak mau* 

Ada sih hotel lainnya yang menawarkan pemandangan dan fasilitas yang saya idamkan tersebut. Harga perkamarnya juga hampir sama dengan hotel yang kami tempati, sayang gak sempat ke sana. Mungkin jika ada kali berikut saya akan memilih ke hotel itu saja.

Hotel yang kami tempati tepat berada di kawasan pelelangan ikan. Banyak sekali ikan laut segar dijajakan di pasarnya. Beda sekali dengan kualitas ikan di daerah tempat tinggal saya di Tangerang, kalo kata Mama saya, sudah 10 kali mati ikannya. Tapi ada rasa familier saat melihat pemandangan depan hotel. Rasa yang sama dengan kota kelahiran saya di Bitung, yang memang kota pelabuhan juga.


Saya dan anak-anak sempat berjalan-jalan sebentar melihat kapal dan pasar ikannya. Sayang gak bisa beli ikan buat bawa pulang karena rasanya pasti akan berubah kalo kelamaan diolah.


Saat berjalan-jalan itu, si adek mengeluhkan kepalanya yang mendadak sakit. Kami akhirnya harus kembali ke kamar hotel saat itu juga. 

Suami kembali ke hotel menjelang magrib. Selesai mandi, dia mengajak kami makan malam. Saya sudah googling dulu tempat buat makan malam kami sekalian nongkrong. Pilihan jatuh di Alun-alun Pelabuhan Ratu yang lokasinya hanya berjarak 8 menit dari hotel.

Ada banyak sekali gerobak penjaja makanan di sepanjang jalan menuju alun-alun. Mulai dari martabak manis, nasi goreng, ayam goreng, sampe penjual kripik.

Sebelum makan kami mampir di alun-alunnya. Cukup ramai dengan adanya odong-odong dan penyewaan mobil-mobilan. Ada juga pedagang mainan. Si kakak sempat meminta dibeliin mainan yang harganya murmer. Sayang gak bisa lama-lama karena mulai gerimis. Buru-buru balik ke mobil dan nyari rumah makan. 


Mobil berhenti di depan rumah makan sederhana yang entah namanya apa. Ada banyak kendaraan bermotor terparkir rapi di depannya. Yang menarik--dan yang bikin kami mau mampir-- adalah hiasan lampu-lampu di bagian tengah. Cahayanya serupa kunang-kunang. Belum lagi suasana di dalamnya yang cukup cozy.


Kami memesan beberapa makanan dan minuman yang akhirnya harus dibungkus karena si adek mendadak sakit kepala lagi.

Di hotel, suami harus makan di kamar karena si adek harus tiduran. Setiap kali dia bangun kepalanya akan terasa nyeri. Saya dan si kakak memilih makan di ruang makan hotel. Hanya ada kami berdua saja.

Seusai makan, si adek sudah beristirahat. Kata suami, besok kami gak usah ke mana-mana langsung pulang aja karena melihat kondisi si adek. Saya manut. Ya gimana, namanya anak sakit masa dipaksain tetap jalan-jalan. 

Pukul 8 pagi kami sudah check out dari hotel. Niatnya agar suami bisa mengemudi santai dan gak perlu buru-buru. Tapi ternyata dia mengajak kami mampir sebentar ke Gua Lalay. Saya memang sempat menyinggung pengin ngeliat gua ini. Kebetulan banget lokasinya dekat dengan PLTU Citarik. Gak nyangka sih kalo suami bakal nyempetin mampir mengingat katanya harus cepat pulang karena si adek sakit.

Dari hasil tanya dan browsing, sakit kepala si adek adalah efek dari penyakit radangnya.


Cukup bayar 3rb/orang untuk masuk ke lokasi gua. Begitu yang tertulis di depan pagar besi yang tak terkunci. Saya bertanya ke seorang bapak yang sedang memanaskan motor di sebuah rumah, di mana saya harus membayar. Katanya ke istrinya. Ternyata merekalah pengelola tempat tersebut. 

Setelah membayar saya dipersilakan ke lokasinya yang hanya beberapa meter saja dari rumah mereka. Bau tengik sudah tercium sejak saya masuk melalui pagar. Suami dan si adek menunggu di mobil, hanya saya dan kakak saja yang masuk. 

Mendekati gua baunya semakin menyengat. Si kakak sempat mengeluh. Busuk banget katanya. Tapi akhirnya dia sedikit melupakan soal bau saat melihat ratusan kelelawar yang beterbangan di dalam gua.

Yang menarik di Gua Lalay benar-benar hanya guanya saja yang dipenuhi banyak kelelawar. Selebihnya lokasi gak begitu bagus dan tak terawat. Saya dan si kakak hanya berada di dalam sekitar 10 menit lalu kembali ke mobil. 


Dalam perjalanan, suami sempat membeli labu parang dan pisang tanduk yang harganya cukup murah. Lumayan buat bikin bubur manado.

Liburan singkat di Pelabuhan Ratu akhirnya berakhir saat mobil kami berpapasan dengan anak-anak yang berdiri di sepanjang jalan tol yang membawa tulisan "Om Telolet Om."



Ketika Si Kecil Terkena Radang Paru-paru

Yang paling menyebalkan saat anak sakit adalah komentar orang-orang sekitar, bahkan dari keluarga sendiri.



Kamu kasih makan apa sih sampe sakit begitu?

Kamu jagain dengan benar gak sih? Kok bisa sampe sakit begitu?

Dst...


Dst...


Padahal mana ada orangtua, apalagi seorang ibu yang mau anaknya sakit. 


Saya sama sekali tidak ada niat dalam mengurus anak saya dan berharap mereka sakit. Sama seperti orangtua lainnya yang ingin memberikan yang terbaik bagi anak mereka, saya pun begitu.


Makanya saat mendengar diagnosa dokter perihal sakit anak saya, rasanya seluruh isi perut saya melorot jatuh sampe ke dasar kaki. Mata saya bahkan sudah panas, tapi saya tahan agar airmata gak jatuh.


Bagaimana hati saya tidak teriris saat dokter bilang kalo anak saya terkena radang paru-paru akut. 


Tapi orang lain emang lebih senang nge-judge duluan ketimbang ngasih komentar yang menenangkan buat orangtuanya.


Mereka gak tahu kalo saya menangis sampe terisak sambil memeluk anak saya usai visit dokter. Mereka gak tahu kalo saya menyalahkan diri saya sendiri. Karena walaupun saya sudah berusaha memberikan yang terbaik kepada anak-anak saya, tetap saja dia bisa sakit. Saya masih manusia, anak saya juga. Dan semua pasti sakit. 


Sebenarnya saya tidak menduga kalau anak kedua saya akan menderita penyakit ini lagi.


Baca: Tolong, Kedua Anak Saya Sakit. 


Setelah si kakak sembuh, pun si adek. Pada hari Sabtu sore badan si adek kembali demam. Saya menganggap kalau demam ini karena kecapekan saja. Ternyata sampai hari Minggu badannya masih hangat. Bahkan sempat naik turun.


Suami pada hari Minggu siang harus berangkat ke Jepara. Dia pergi dengan membawa kekhawatiran. Tapi saya yakinkan kalau si adek baik-baik saja. Saya tidak ingin dia bekerja dengan membawa beban. Bisa-bisa mempengaruhi pekerjaannya.


Di hari Senin, saya dan si adek mesti menemani si kakak yang hari itu akan ujian PAS. Karena saya meniadakan jemputan untuk bulan Desember, jadinya saya yang harus mengantar dan jemput. Soalnya rugi kalau dia memakai jemputan yang harus bayar full padahal hanya masuk 4 hari saja.


Saat di sekolah kondisi si adek belum juga membaik. Selama menunggu dia hanya tiduran di paha saya walau tidak demam.


Malam harinya usai si kakak belajar dan sudah tertidur. Si adek mengeluh kalau kepalanya panas. Wajahnya terlihat pucat dan kuyu. Saat itu perasaan saya sudah mulai was-was. Sejak Sabtu dia demam dan ini sudah hari Senin tapi demamnya masih juga naik turun, padahal sudah diberi obat.


Saya lalu menelepon suami yang kebetulan sudah selesai kerja dan sudah kembali ke hotel. Saya mengabarkan kalau besok niatnya saya akan membawa si adek ke RS. Maklum, si kakak masih ujian dan besok hari terakhir. Jadi setelah pulang sekolah kami bisa mampir ke RS.


Suami menyuruh untuk segera diperiksa. Katanya bawa lagi ke bidan. Saya menolak dibawa ke bidan karena pengalaman saat si kakak sakit obat yang diberikan sama seperti obat sebelumnya. Lagipula saya yakin untuk tahu penyakitnya harus diperiksa darah. Karena sudah tiga hari demamnya tak kunjung reda. Hanya saja jika pergi malam itu saya sedikit dilema.


Setelah berdebat kecil dengan suami dan memikirkan keadaan anak yang sakit, malam itu juga akhirnya saya memilih membawa si adek ke RS. Si kakak yang sudah tertidur terpaksa dibangunkan. Kebetulan tetangga depan rumah belum tidur, jadi bisa dimintai tolong untuk mengantar.


Saat itu saya membawa si adek tanpa berharap akan dirawat inap. Pikir saya, setelah periksa darah dia bisa dirawat jalan saja. Ternyata hasil tes darahnya cukup bikin syok. Sel darah putihnya sangat tinggi. Kata dokter, itu penyebab demannya naik turun. Tentu saja si adek mesti dirawat inap karena harus diberi antibiotik injeksi.



Saat itu pula dilema saya kian besar. Kami datang ke RS tanpa persiapan kalau si adek bakal opname, jadinya hanya membawa diri saja tanpa perlengkapan ini itu. Puji Tuhan, selalu ada jalan keluar. Ada yang bisa menemani si adek sementara saya balik lagi ke rumah untuk mempersiapkan keperluan selama di RS. Saya juga harus menyiapkan seragam si kakak dan tas sekolahnya.


Subuh sekali saya sudah bangun untuk menyiapkan si kakak ke sekolah. Ada rasa kasihan sebenarnya karena saya dan si kakak tidur pukul setengah dua pagi dan harus bangun jam setengah lima. Tapi untungnya si kakak gak rewel.


Pukul 6 pagi saya sudah mengantar si kakak ke depan RS, Puji Tuhan lagi, ada yang bisa menjemput untuk bareng ke sekolah. Si adek saya titip sebentar ke orangtua pasien yang sekamar dengannya.


Karena masa tidur saya hanya sedikit, setelah si adek sarapan dan minum obat, saya memilih tidur lagi. Untung si adek juga ikut tertidur. Tapi jam 9 saya sudah harus bangun, karena si kakak akan pulang. Gurunya memesankan grab untuk mengantarnya sampai ke depan RS. Ada rasa khawatir sebenarnya saat si kakak harus naik grab seorang diri. Tapi syukurlah dia bisa tiba dengan selamat. Saya sedikit lega karena ujiannya juga sudah selesai dan si kakak gak ada remedial. Jadi dia gak perlu ke sekolah lagi sampai acara Natalan dan penerimaan rapor. Satu masalah saya selesai. 


Saya pikir kami hanya akan berada di RS selama 2-3 hari saja. Tapi ternyata si adek harus menghabiskan antibiotik injeksi sebanyak enam botol. Dua botol perhari. Si adek masuk RS pada hari Senin malam sedangkan antibiotiknya baru diberikan pada hari Rabu. Artinya baru akan selesai pada hari Jumat.


Selama beberapa hari itu si adek mendapat beberapa perawatan, rontgen dan tes mantoux. Untuk rontgen sendiri hasil yang terbaca ada banyak sekali flek di dadanya. Sedangkan untuk tes mantoux, hasilnya negatif. 




Test mantoux adalah suatu cara yang digunakan untuk mendiagnosis TBC.Tes mantoux itu dilakukan dengan menyuntikan suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak 0,1 ml dengan jarum kecil di bawah lapisan atas kulit lengan bawah kiri.

Karena hasil tes mantoux negatif, lalu pemeriksaan darah untuk kedua kalinya hasilnya sudah normal. Hari Sabtu itu akhirnya kami bisa pulang, walau harus menunggu dokternya sampai hampir tengah malam. Karena harus seizin dokter dulu.


Dokter memberikan penjelasan tentang obat yang akan diminum selama 6 bulan dan surat kunjungan berikutnya, setelahnya barulah kami bisa check out.


Di awal tahun 2015 sebenarnya si adek sudah pernah dirawat inap juga di RS yang sama dan didiagnosa pneumonia. Tapi saat itu oleh dokternya hanya diberi perawatan uap saja dan antibiotik injeksi. Tidak ada rontgen, pemeriksaan darah ataupun tes mantoux seperti kali ini. Bahkan tidak ada pengobatan selama 6 bulan seperti lazimnya mereka yang terkena penyakit radang paru-paru. Mungkin karena hal itulah makanya si adek harus dirawat lagi. Karena penyakit radang paru-paru ini pengobatannya harus rutin dan sampai selesai jika ingin pulih.


Sekarang sudah dua minggu lebih si adek harus mengkonsumsi obatnya. Diminum setiap kali dia bangun tidur saat perut kosong. Masih ada 5 bulan setengah lagi sampai masa pengobatannya selesai. Dalam masa ini tubuhnya masih rentan terkena penyakit lain. Kemarin dalam seminggu, dia terkena gondongan dan nyeri di kepala akibat efek samping radang paru-parunya.


Puji Tuhan hari ini dia sudah ceria dan beraktivitas seperti biasanya. Saya hanya bisa berharap si adek bisa tumbuh sehat terus sampai besar.



 

Thursday, December 8, 2016

Drama Korea Terbaru di Bulan Desember 2016

Ih, telat banget nulis postingan drama di bulan Desember ini. Padahal biasanya saya udah ngedraf dari tengah bulan sebelumnya. Maafkeun...
Sejak akhir November waktu saya emang rada padat. Sampe napas aja kayaknya susah. Oke, itu lebay. Hihihi. 
Oh iya, Desember ini bulan favorit saya loh. Bulan full of joyful. Eh, gak ada yang nanya, ya? Okesip. Kita langsung aja bahas ke drama apa aja yang bakal tayang di bulan Desember ini. 
1. Goblin
Deretan nama pemerannya udah pasti bikin Goblin menjadi drakor paling dinanti di bulan Desember ini. Teaser dari beberapa trailernya aja bikin gak sabar pengin nonton. Apalagi ceritanya ditulis oleh chakanim yang sudah sangat handal. 

Profile
  • Drama: Goblin/ Goblin: The Lonely and Great God
  • Director: Lee Eung Bok
  • Writer: Kim Eun Sook
  • Network: tvN
  • Episodes: 16 
  • Release Date: 2 Desember 2016
  • Runtime: Jumat & Sabtu. Pukul 20.00
Plot
Dokkaebi (Gong Yoo) mencari seorang pengantin untuk mengakhiri keabadiannya yang sudah hidup selama 900 tahun. Sementara itu grim reaper (Lee Dong Wook) mengalami amnesia. Keduanya bertemu dan harus tinggal dalam satu atap. 
Cast
  • Gong Yoo
  • Kim Go Eun
  • Lee Dong Wook
  • Yoo In Na

2. Love for a Thousand More




Profile
  • Drama: Love for A Thousand More
  • Director: Kim Ki Yoon, Park Bong Sub
  • Writer: Kwak Kyeong Yoon, Na Jae Won, Seo Ji Yeong
  • Network: Naver Tv Cast
  • Episodes: 10
  • Release Date: 5 Desember 2016
  • Runtime: Senin & Jumat. Pukul 11.00
Plot
Drama romansa fantasi tentang seorang perempuan yang sudah berumur 999 tahun tapi masih awet muda. Kesehariannya menjadi love counselor berdasar pengalaman hidupnya selama hampir seribu tahun itu.

Cast
  • Hwang Seung Eon
  • Kim Hee Jung
  • Kim Jin Woo
  • Jang Ki Yong

3. 7 First Kisses

Yang jadi lead female di web drama ini pasti di kehidupan sebelumnya pernah menyelamatkan sebuah negara dari kehancuran besar sampai bisa mendapat peran bersama para Hallyu Star ini. 



Profile
  • Drama: Seven First Kisses
  • Director: Jeong Jeong Hwa
  • Network: Naver Tv Cast
  • Episodes: 10
  • Release Date: 5 Desember 2016
  • Runtime: Senin & Kamis. Pukul 11.00
Plot
Commercial Drama ini berkisah tentang seorang pelayan toko yang bekerja di Lotte Duty Free yang memenangkan sebuah lotere berhadiah kencan dengan para aktor ternama Korea.
Cast
  • Choi Ji Woo
  • Lee Joon Ki
  • Park Hae Jin
  • Ji Chang Wook
  • Lee Jong Suk
  • Lee Min Ho
  • Kai 
  • Taecyeon
  • Lee Cho Hee 
4. The Birth of A Married Woman 



Profile
  • Drama: The Birth of A Married Woman
  • Director: Lee Jeong Hoon
  • Writer: Choi Do Hee, Kang Seon Woo
  • Network: SBS
  • Episodes: 10
  • Release Date: 9 Desember 2016
  • Runtime: Jumat. Pukul 11.40
Plot
Drama ini tentang rencana pernikahan yang detail tanpa tahu kalau ternyata sangatlah berbelit-belit dan ribet. 
Cast
  • Lee Joon Hyuk
  • Yoon Seung Ah
5. Sound of Your Heart

Lee Kwang Soo sepertinya lagi kejar setoran, belum kelar Entourage drama lainnya udah mau tayang lagi. 



Profile
  • Drama: Sound of Your Heart
  • Director: Ha Byung Hoon
  • Writer: Jo Suk, Lee Byung Hoon
  • Network: KBS2
  • Episodes: 20
  • Release Date: 9 Desember 2016
  • Runtime: Jumat. Pukul 23.00
Plot
Sound of Your Heart berkisah tentang kehidupan seorang kartunis bernama Jo Suk dan orang-orang di sekitarnya, termasuk saudara laki-laki dan pacarnya. 
Cast
  • Lee Kwang Soo
  • Kim Dae Myung
  • Jung So Min
  • Kim Byung Ok
  • Kim Mi Kyung 
6. Solomon's Perjury
Ada yang udah nonton serial ini? Karena ini tadinya serial Jepang yang diadaptasi dari novel karya Miyuki Miyabe yang berjudul Solomon no Gisho.

Profile
  • Drama: Solomon's Perjury
  • Director: Kang Il Soo
  • Writer: Miyuki Miyabe, Kim Ho Soo
  • Network: JTBC
  • Episodes: 
  • Release Date: 16 Desember 2016
  • Runtime: Jumat & Sabtu. Pukul 20.30
Plot
Sesosok mayat siswa laki-laki ditemukan di sekolah. Pihak berwajib berasumsi kalau siswa tersebut mati karena bunuh diri. Tapi para siswa lain mengadakan penyelidikan guna mencari tahu sebab kematiannya. 
Cast 
  • Kim Hyun Soo
  • Jang Dong Yoon
  • Seo Ji Hoon
7. Hwarang
Kangen gak sih sama Park Seo Joon? Saya naksir pas dia main di She Was Beautiful karena di Kill Me Heal Me Seo Joon cuma jadi second lead. Saya bukan noona yang demen kena second lead syndrome soale.
Park Seo Joon kembali dalam drama di masa Silla dengan menjadi seorang ksatria. 
Dan ARMY-deul di seluruh dunia juga sudah gak sabar buat liat akting perdana dari si alien Kim Taehyung. 

Profile 
  • Drama: Hwarang/ Hwarang: The Poet Warrior Youth
  • Director: Yun Seong Sik
  • Writer: Park Eun Young
  • Network: KBS2
  • Episodes: 20
  • Release date: 19 Desember 2016
  • Runtime: Senin & Selasa. Pukul 22.00
Plot
Hwarang ini berkisah tentang kehidupan sekelompok laki-laki muda yang hidup di kerajaan pada zaman Silla.
Cast
  • Park Seo Joon
  • Go Ara
  • Minho
  • Kim Taehyung 

Kira-kira itulah rangkaian list drakor yang saya buat di bulan Desember ini. Oh iya, untuk 7 First Kisses bisa ditonton di channel Youtube Lotte, sedangkan Love for A Thousand Years bisa ditonton di channel YGEntertainment.

Sampai jumpa di list drakor tahun depan. Semoga kita semua masih diberi umur panjang dan kesehatan dari Sang Maha Kuasa untuk memasuki 2017 nanti.

Thursday, December 1, 2016

#HecticWeek: Tolong, Kedua Anak Saya Sakit

Pagi itu saya berencana membuat jeniper untuk diminum selagi perut kosong, mengupas buah untuk sarapan, lalu mencuci piring kotor sisa semalam yang belum dicuci karena saya kecapean. Padahal saya gak biasa membiarkan piring kotor di bak cucian. Pengecualian malam sebelumnya.


Tapi ternyata takdir pagi itu berkehendak lain. Pompa air saya gak mau nyala. OH TIDAK!


Pagi saya langsung terasa suram sekali. Bangun dengan banyak rencana tapi hilang sukacita seketika saat pompa air gak bisa hidup. Padahal jam 7 harus siap-siap berangkat ke gereja.


Sial seolah menjadi teman akrab saya setiap kali suami ke luar kota. Ya gimana enggak, ini bukan kali pertama saya terjebak dengan urusan rumah tangga yang sebenarnya bukan keahlian saya. Dulu pas suami gak ada, pernah dapur saya kebanjiran karena mampet. Dramanya lagi, saat itu hujan deras dan mati lampu. Rasanya saya pengin teriak dan bilang kalo hidup gak adil tapi takut disambar petir.


Video call dengan suami juga gak berjalan lancar karena semua yang dia perintahkan di telepon gak membantu atau membuat pompa air hidup. Saya malah makin frustasi. Mana ibadah di gereja mulai jam 8, dan saya harus membawa laporan kegiatan natal.


Tadinya saya sudah mau membatalkan untuk masuk gereja, tapi selama ini jarang sekali saya gak masuk gereja. Selalu ada rasa bersalah tiap kali gak masuk gereja. Jadilah, dengan air seadanya di kamar mandi, saya berbagi air dengan dua krucil.


Tiba di gereja sudah mau khotbah dari gembala. Tapi saya gak bisa fokus karena data yang saya miliki tidak lengkap padahal sudah harus dimasukkan ke bendahara. Belum lagi pompa di rumah yang entah siapa yang bakal perbaiki nanti.


Sebelum berangkat, si kakak sudah mengeluh kepalanya hangat. Saya emang sempat memeriksa sebentar tapi fokus teralih ke pompa air dan harus buru-buru ke gereja.


Anak saya yang pertama ini tipe yang hiperaktif. Gak pernah bisa diam kecuali tidur. Dan sakit. Ketika dia merasa sakit, maunya hanya tidur-tiduran saja. Semangatnya padam seperti api yang disiram air. Di gereja saja dia hanya duduk diam, padahal biasanya dia selalu lari-larian atau bercanda dengan temannya.


Sepulang gereja si kakak memilih langsung rebahan di kamar walau saya paksa dulu untuk makan sebelum dia tidur. Saya gak mengukur suhu tubuhnya karena masih fokus sama pompa. *emak macam apa ini*


Beruntung, ada tetangga saya yang selalu membantu saat suami gak ada. Tadinya saya minta nomor tukang pompa, kali aja mereka punya. Eh ditawarin untuk diliatin dulu sama suami tetangga saya. Ternyata masalahnya ada di kabel dekat mesin yang putus. Setelah diperbaiki pompa saya langsung nyala. HALELUYA!!


Saat pompa air gak nyala saya nelangsa. Hidup tanpa air selama beberapa jam itu tersiksa sekali. Setelah jadi saya sangat bersyukur. Dan akhirnya bisa fokus ke si kakak yang sakit.


Saya tipe ibu yang kalo anak sakit dibiasakan dulu makan yang bener dan banyak minum. Saya gak akan langsung memberi obat penurun panas. Karena saya pernah baca, demam itu salah satu tanda ketika tubuh diserang penyakit. Jadi semacam mekanisme tubuh untuk melawan sakit juga. Kebetulan saya penganut Food Combining sejak 4 tahun lalu. Jadi kalo anak sakit selalu saya cekoki buah dan sayur.


Saya sempat cemas karena hari Senin anak saya mesti sekolah, apalagi sudah mau PAS. Tapi saat saya cek jadwalnya, PAS-nya dimulai hari Kamis. Ada sedikit lega karena saya berniat minta izin sehari agar si kakak istirahat dulu di rumah.


Senin tiba, demam si kakak tak kunjung reda. Malah naik turun. Dia juga mulai mengeluhkan sakit kepala. Saya belum juga ngasih obat penurun panas. Saya percaya demannya bakal turun hari itu.


Selasa juga tiba, demam si kakak masih setia. Ditambah dia sudah muntah-muntah. Saya langasung memberinya parasetamol dan mengolesi perutnya dengan minyak kayu putih. Hari itu, suami rencananya sudah mau pulang jadi saya pikir sekalian bawa si kakak ke RS buat periksa.


Tapi hidup saya selalu ada plot twist-nya, si adek juga demam. Dia mengeluh perutnya sakit. Lalu setelah itu dia bolak-balik kamar mandi. Diare.


Saya sudah mulai panik. Ngurus anak satu sakit aja melelahkan, karena saya mesti siaga siang malam. Ini dua-duanya sakit. Mana jadwal kepulangan suami tertunda. Tolong...


Beberapa hari sebelumnya, anak teman saya harus diopname karena gejala yang hampir sama. Demam, diare, malas makan. Katanya karena bakteri. Untung kedua anak saya masih lahap makannya. Saya berharap kalo kedua anak saya tidak mengalami hal yang sama. Semoga hanya demam biasa karena diare atau sakit kepala. Jangan karena bakteri, atau yang mengerikan, kena DBD.


Karena suami belum bisa pulang, saya kembali mengandalkan bantuan tetangga. Suami tetangga yang mengantar saya dan krucil berobat.


Malamnya setelah makan dan minum obat, kondisi dua krucil berangsur baikan. Demam keduanya turun walau satunya masih ngeluh sakit kepala dan satunya masih bolak-balik kamar mandi.


Hari Rabu, kondisi keduanya semakin membaik. Demam mereka sudah tidak ada. Mereka juga sudah bercanda dan tertawa. Hal yang tidak terjadi saat keduanya terbaring di kamar. Itu salah satu tanda kalo mereka berdua sudah hampir sembuh.


Dan sekarang Kamis, si kakak udah bisa masuk sekolah dan si adek juga udah sehat. Sekaligus menutup rangkaian cerita #HecticWeek saya.


Kantin sekolah, nungguin si kakak PAS.