Monday, February 3, 2020

Natal dan Kunci Taong 2019 Bersama KKK



11 tahun merantau dan tinggal di Tangerang, selama itu saya belum pernah hadir di acara kerukunan yang berasal dari daerah kelahiran saya sendiri, Sulawesi Utara. Bukan karena malas bersosialisasi, hanya saja semakin ke sini prioritas dalam bersosial memang saya kurangi. I think I turn myself from an extrovert into ambivert.

Sampai akhirnya saya pergi ke acara Natal dan Kunci Taong 2019 yang diselenggarakan oleh Kerukunan Keluarga Kawanua. Bagi yang belum tahu, kawanua sebutan bagi sesama warga yang berasal dari Sulawesi Utara. Hadirlah saya di sana, tanggal 1 Februari 2020.




Loh, kok merayakan Natal di awal tahun 2020? Ya karena penyelenggaraannya dibarengi dengan penutupan tahun 2019. Ini sudah menjadi kebiasaan dari masyarakat Sulawesi Utara, baik yang berasal dari suku Minahasa mau pun Sangihe. Kebiasaan tutup tahun sebelumnya memang selalu diadakan di awal tahun berikutnya. Jika di Minahasa disebut Kuncikan maka di Sanger disebut Tulude. Sama-sama prosesnya untuk menutup tahun lalu dan berharap bisa berjalan di tahun yang baru dengan penyertaan Yang Maha Kuasa.

Mungkin karena apa-apa semua selalu disyukuri, masyarakat Sulawesi Utara lekat citranya sebagai masyarakat hedonisme. Senang berpesta dan hura-hura. Menurut saya, we’re just living our best lifes sambil mengucap syukur kepada Sang Pencipta. Nothing’s wrong with that. Selama konsepnya masih mengarah ke hal yang baik kenapa harus dipermasalahkan? 

Acara Natal dan juga Kunci Taong ini ternyata secara umum sudah dilaksanakan sejak lama. Sebuah kegiatan mandatory turun temurun dari para pendiri dan anggota KKK. Agendanya memang pada saat Natal tapi kemudian dirangkaikan dengan Tahun Baru. Acara yang digagas ini tentu saja diharapkan menjadi wadah tolong-menolong bagi semua masyarakat Sulawesi Utara yang ada di perantauan bahkan juga bagi orang lain. Harapannya tentu saja agar masyarakat kawanua bisa menjadi sesuatu bagi bangsa Indonesia.

Tokoh-tokoh kawanua yang hadir hari itu juga terdiri dari para senior KKK bahkan juga tonaas. Ada Theo Sambuaga, AA Mangindaan, Brigadir Marsekal Muda Ronald Kasenda, dan lain sebagainya. Turut hadir juga Ketua Umum KKK, Ronny F. Sompie, didampingi Wakil Ketua KKK, Winston Tommy Watuliu dan Nova Rumondor selaku Bendahara Panitia Natal dan Kunci Taong 2019. Selain tokoh-tokoh besar tersebut para artis dan talent dari kawanua juga turut serta. Semua hadir untuk meneruskan tradisi sejak dulu kala.


Tema yang dipilih adalah “Menjadi Sahabat Bagi Semua Orang” didasari atas filosofi masyarakat kawanua sebagai masyarakat perantau. Ada baiknya tidak hanya menjadi berkat di tanah kelahiran tapi juga di tanah rantau. 

Yang saya perhatikan, undangan yang hadir bukan hanya masyarakat kawanua saja tapi juga lintas agama dan komunitas. Saat saya tiba di MGK mall saya berpapasan dengan beberapa kelompok tunarungu. Kami berada dalam satu lift. Hanya saja saya terlebih dahulu harus ke ruangan VIP sementara mereka langsung masuk ke ballroom.

Hal yang mungkin terasa aneh bagi saya adalah saat saya tiba di dalam ballroom dan semua berbahasa Manado. Selama ini saya hanya menggunakan bahasa Manado bersama suami di rumah atau ketika main ke rumah gembala gereja. Tapi benar-benar berada satu ruangan dan 90% semua berbahasa Manado rasanya sureal. It feels like you are home but you are not.



Soal konsep acaranya juga. Sejak awal dimulai euforia dan kebanggaan akan Sulawesi Utara begitu kental terasa. Okay, now it really feels like home. I almost cried di bagian para penari masamper muncul dari bagian belakang kemudian berjalan maju sampai ke atas panggung sambil menyanyikan lagu “Bersyukurlah”

I was raised with this tradition since a kid. Warga Bitung yang kebanyakan para masyarakat Nusa Utara dan keluarga saya juga berasal dari sana, terbiasa dengan masamper dalam setiap acaranya. Jadi wajar kalau melihat penampilan apik para penari masamper di atas panggung membuat saya sentimental. 

Walau pun acaranya ngaret dari jadwal yang disebarkan, over all semua yang tergabung di dalam acara hari itu; mulai dari panggung, musik, konsep, sampai para pengisi acara benar-benar tampil totalitas. Kapasitas gedung yang bisa diisi oleh 5000 orang hampir penuh sesak.  

Semoga kedepannya Kerukunan Keluarga Kawanua menjadi wadah yang semakin solid dan terus bersinergi memberikan yang terbaik. Bukan hanya menjadi contoh baik di dalam kerukunan tersebut tapi juga antar kerukunan yang lain. 

Karena masyarakat kawanua adalah masyarakat “sitou timou tumou tou”