Saturday, May 25, 2024

Demam Lovely Runner di Berbagai Kalangan Usia

Awal bulan April kemarin saya baru saja menginjak usia 40 tahun. Hidup sebagai IRT dengan dua anak yang kesehariannya hanya seputar isi rumah dan keluarga kadang suka ada di titik jenuh. Sebagai seorang istri dan mamak, hal yang bikin saya tetap waras biasanya ada beberapa; ke gym, nonton anime, baca manga, nonton film/serial terbaru atau drakoran. Iya, di usia segini saya masih demen nonton anime atau baca manga. Maklum, sebagai generasi kelahiran 80-an yang besar di 90-an, menonton film kartun di masa itu adalah hiburan wajibnya. Mau nggak mau tetap terbawa sampai sekarang.

Oke, oke, bukan soal anime atau manga yang pengin saya highlight. Tapi drakor.

Dari sekian banyak drakor yang saya tonton, btw, saya nonton drakor sudah dari era Jang Dong-gun. Dulu salah satu drakor favorit saya di tahun 2000 adalah All About Eve. Sayangnya Chae-rim hanya bermain drakor sampai tahun 2010. Entah kenapa sudah tidak muncul di dunia entertainment lagi padahal dulu dia termasuk drama queen pada masanya, bersaing dengan Song Hye-kyo. Karena di tahun yang sama ada Autumn in My Heart. Song Hye-kyo bermain sangat apik dengan Song Seung-heon dan Won-bin. Asli, Won-bin era 2000 termasuk laki-laki tertampan. Saya dan teman-teman saya baper dengan perannya. Terutama di serial Friends. Won-bin era ini bisa disandingkan dengan cowok-cowok Jepang dan Hongkong macam Hideaki Takizawa, Takeshi Kaneshiro, Jimmy Lin, Aaron Kwok, dll.

Dari tahun 2000 saya sudah diajak menghalu dengan kisah romansa karakternya. Apalagi di Full House, siapa yang tidak baper dengan peran Rain dan Song Hye-kyo sebagai pasutri di situ. Kayaknya dari sini tema romansa ringan, she fell first but he fell harder muncul.

Dari sekian banyak drakor romansa menye-menye yang saya tonton, ada beberapa yang bikin baper cukup lama. You're Beautiful, The Heirs, It's Okay That's Love, Oh My Venus, DoTS, This is My First Time.

Lalu di tahun 2024 ini tertampar dengan Lovely Runner.

Source image: AsianWiki


Ratusan kupu-kupu dalam perut mengepakan sayap secara bersamaan. Bergelenyar. Mulut langsung menarik simpul, mata membentuk bola-bola cinta, dada ikut bergemuruh. Mau bilang lebay sekali tapi ini yang dialami penonton di 133 negara yang menonton Lovely Runner. Jadi kayaknya nggak lebay kalau semua terkena demam Sunjae-yaaa.

Saya menonton drakor ini karena sedang ada di fase jenuh. Drakor on going terbaru saat itu ada beberapa genre dan pemain yang saya suka. Hanya saja saya jenuh. Hanya mampu menonton beberapa episode lalu malas dilanjutkan.

Lalu saya coba tonton Lovely Runner. Saat itu memang kepengin nonton drama yang ringan, nggak perlu mumet mikir, pokoknya hanya bikin pikiran senang aja. Ternyata malah jadi baper sebaper-bapernya. Terbiasa dengan "she fell first but he fell harder" di Lovely Runner malah di-twist jadi "he fell first and fell harder each day" gimana nggak baper coba.

Sebenarnya drama romansa seperti Lovely Runner ini sudah banyak. Hanya saja bagi penonton terasa fresh sekali dengan twist di ending episode 2 itu. Belum lagi chemistry pemain, saya mau standing ovation bagi Kim Hye-yoon. Jujur saya baru nonton dia di Lovely Runner dan langsung jatuh cinta. Saya memang melewatkan Sky Castle, Snowdrop, dan beberapa dramanya karena masa itu saya lagi jenuh nonton drakor. Sambil menunggu episode terbaru Lovely Runner tayang, saya coba nonton Extraordinary You (walau 4 episode terakhir saya skimming). Gila aktingnya, Hye-yoon sebagai Eun Dan-oh. Bisa switch mood dan mimik dengan sangat baik sebagai Dan-oh dalam panggung dan luar panggung.

Lalu Byeon Woo-seok. Ternyata banyak dari penonton adalah Im-sol di kehidupan nyata. Saya beneran baru ngeh ke Woo-seok di Lovely Runner. Padahal saya nonton Weightlifting Fairy Kim Bok-joo, 20th Century Girl, dan Strong Woman Gang Nam-soon. 20th Century Girl bahkan termasuk mampu bikin saya baper tapi saya nggak nyadar itu Woo-seok. Ottoke.

Mungkin faktor-faktor ini juga yang bikin penonton salbrut. Salting brutal. Ditambah background storynya, drakor ini digarap 3 tahun tapi nggak mau jalan kalau bukan Hye-yoon yang jadi Im-sol. Karakter Sunjae sudah ditolak beberapa aktor muda sebelum berjodoh dengan Woo-seok. Memang benar ya, naskah akan datang ke pemain yang cocok. Trus bukan drama romcom yang diandalkan, ditolak beberapa OTT, sampai nggak ada sponsor. Tulen menjadi drama mandiri. Tahu-tahu meledak sejagat raya. Menyala drama UMKM-ku!

Kenapa Lovely Runner terasa kencang sekali peletnya. Bagi saya seperti kembali ke masa sekolah, cinta-cintaan sederhana yang hanya berisi rasa naksir, penasaran, malu-malu, deg-degan. Makanya terasa relate dengan kelakuan Im-sol dan Sunjae di linimasa sekolah. Cinta masa sekolah rasanya lucu dan menyenangkan. Karena saya sudah menikah 15 tahun jadinya rasa cintanya sudah berbeda. Suami saya masih romantis dengan caranya, tapi semua terasa dewasa dan sesuai porsinya. Makanya ketika nonton Lovely Runner, saya dihempas ke rasa cinta masa remaja menggemaskan yang sudah pasti tidak akan terulang. Terulangnya hanya lewat drakor saja.

Akting Hye-yoon dan Woo-seok saling tarik menarik dan menyatu dengan apik. Tidak ada yang saling mengungguli, keduanya terasa sama dan alami. Saltingnya Sunjae, cegilnya Im-sol. Pas semua. Penonton benar-benar dihipnotis dan menganggap mereka beneran pacaran. Senyata itu perasaan yang tersampaikan lewat layar kaca.

Bahkan saking terasa nyata cinta dan usaha mereka berdua, nggak hanya penonton internasional yang ngejodohin, knetz yang pemilih itu pun beneran jatuh cinta. Tahu sendiri kan betapa barbarnya knetz urusan percintaan aktor/aktris terkenal di sana. Tapi ini beneran direstui. Knezt merestui, penonton internasional merestui, satu dunia merestui, tinggal kapal ini aja mau beneran berlayar apa gimana. Semua rela naik ke kapal ini.

Isi TikTok dan Instagram saya saja penuh dengan muka Im-sol dan Sunjae. Gimana nggak baper maksimal, setiap hari terpapar konten mereka berdua.

Sudah tinggal 2 episode lagi. Hari Senin yang biasanya membosankan, menjadi hari yang dinanti sejak adanya Lovely Runner. Banyak yang belum siap berpisah dengan Im-sol dan Sunjae. Apalagi masih belum bisa dipastikan drama ini bakal happy ending, sad ending atau open ending. Saya beneran mau salim ke penulisnya. Bisa gitu kepikiran tiap episode ditutup dengan twist yang susah ditebak penontonnya. Tiap minggu dibuat penasaran tentang kelanjutan ceritanya. Drama romansa tapi diajak mikir mulu kayak ini drama thriller detektif.

Saat saya ngepost ini saya sengaja belum nonton sejak episode 11-14. Maunya dikelarin sampai 15-16 baru dilanjutin. Saya mau rasa baper saya berkesinambungan, capek banget tiap udah baper nangis-nangis atau ketawa senang eh harus penasaran di episode selanjutnya. Jadi mending ditahan dan dirapel sekalian.

Kalau sampai dramanya sad ending, knetz yang diajak nobar episode terakhir tanggal 28 Mei nanti bakal pada demo tvN kayaknya ya. Gimana nggak demo yekan, sudah dibikin baper, penasaran, sampai sudah direstui lalu dibikin nggak bersatu. Menyala tvN, literally.

Thursday, April 4, 2024

Gampang dan Mudah Mengurus Kacamata dari BPJS

Ternyata mengurus kacamata pakai BPJS itu gampang dan mudah. Selama ini saya pikir akan ribet dan berbelit-belit. Hanya perlu diperiksa selama 4 jam dan menunggu pembuatan kacamata satu hari saja, saya sudah mendapatkan kacamata baru gratis.



Ceritanya bulan Maret kemarin saya berinisiatif mau bikin kacamata baru. Saya sudah punya kacamata, dua buah bahkan, tapi dua-duanya hilang. Curiganya di bioskop, karena saya hanya bawa kacamata tiap mau nonton di bioskop. Selebihnya saya jarang pakai kacamata dengan alasan kurang estetis. Sok iye banget padahal aslinya sudah rabun jauh dan susah mengenali orang lain dalam jarak dekat sekalipun. Makan tuh kurang estetis.

Karena ngerasa sudah diambang, "aduh, kayaknya udah harus pakai nih buat sehari-hari." Jadilah saya berniat bikin kacamata baru. Saya ingat pernah baca tentang kacamata yang masuk di program tanggungan BPJS. Mumpung saya jarang pakai BPJS, kenawhy tidak dicoba yekan. Jadi, markicob pakai kacamata dengan BPJS.

Tadinya ke klinik faskes 1 itu buat nganterin anak perempuan saya yang mengeluh sakit kepala. Ini keluhan kali sekian dalam tahun ini. Sudah saya bawa ke dokter, sudah cek ini itu eh aman-aman aja. Saya curiga akibat kelelahan di mata jadi ngaruh ke kepala. Nah, sekalian deh saya ngantar anak sekalian saya juga diperiksa.

Jalur agar sampai ke kacamata gratis ini otomatis dimulai dari faskes 1, dari situ dirujuk ke klinik mata atau rumah sakit besar. Kebetulan faskes 1 saya dan keluarga itu di Klinik Shalom BSD. So far, sudah berapa kali nganterin anak dan suami ke sini pelayanannya sangat amat baik. Dokter-dokternya pun ramah dan selalu jadi pendengar keluhan dengan baik.

Tiap datang ke klinik ini, hanya perlu ambil nomor antrian, nunjukkin kartu BPJS, saya biasanya hanya buka Mobile JKN aja, didaftarin, lalu diarahkan untuk ditensi. Nggak perlu menunggu lama langsung masuk ke ruangan dokter.

Dokter yang menangani saya sangat-sangat insightful, beliau bahkan merekomendasikan beberapa faskes 2 yang bisa menangani dengan cepat. Akhirnya diputuskan saya dirujuk ke Netra Klinik Mata yang ada di Pakualam. Jaraknya hanya 8km. Setelah menerima surat rujukan, kami langsung berangkat ke Netra Klinik Mata.

Di Netra Klinik Mata, satpam dengan sigap meminta data lalu langsung mengarahkan ke ruang pendaftaran. Proses pendaftarannya nggak begitu lama. Kami hanya menunggu beberapa menit saja sebelum dipanggil ke ruangan untuk memeriksa keadaan mata kita.

Saya lupa buat ngedokumentasikan prosesnya karena saat itu nggak kepikiran untuk menuliskan ini di blog. Cuma saya pikir, siapa tahu nanti ada yang butuh referensi dan proses pengurusannya kenapa tidak ditulis saja.

Oke lanjut.

Setelah mata saya diperiksa untuk kebutuhan pembuatan kacamata, saya diarahkan ke lantai dua untuk bertemu dengan dokter mata. Lagi-lagi, tak perlu menunggu lama, nama saya sudah dipanggil untuk masuk ke ruangan dokter. Dokter mendiagnosis kondisi mata anak saya aman-aman aja walau ada silinder. Menurutnya anak saya belum butuh memakai kacamata untuk saat ini. Sementara saya, tentu saja sudah harus pakai karena minus dan silinder saya cukup tinggi. Pantes segala sesuatu dari kejauhan terlihatnya buram. Wkwkwk.

Dari ruangan dokter, turun lagi ke lantai bawah. Hanya perlu kembali ke bagian pendaftaran lalu saya menerima hasil pemeriksaan dan flyer opsi optik mana saja yang menerima pembuatan kacamata dengan BPJS. Yang paling dekat ada di ITC BSD. Meluncurlah kami ke sana.

Optik yang saya pilih Optik Kharis di ITC BSD. Sayangnya, sudah ada perubahan kalau optik-optik di mall sudah tidak bisa menerima pembuatan kacamata dari BPJS. Harus datang ke optik lain yang ada di luar mall. Untungnya lagi, jarak Optik Kharis cabang lain nggak begitu jauh, ada di Ruko Golden Boulevard BSD. Kami menyempatkan makan siang dulu karena memang sudah waktunya. Kelar itu baru menuju ke Optik Kharis berikutnya.

Setibanya di Optik Kharis, saya menyerahkan hasil pemeriksaan dari Netra Klinik Mata, pegawainya langsung memproses. Oh iya, pegawainya juga sempat menawarkan untuk recheck hasil mata. Saya memilih untuk recheck ternyata jauh lebih nyaman setelah recheck. Kelar recheck saya diminta memilih frame kacamata. Nah, kacamata di BPJS ini sistem talangannya sesuai kelas. Karena saya masuk kelas 1, biaya talangan yang saya dapat sebesar 300rb. Saya hanya perlu menambah biaya frame jika ingin memilih frame di luar BPJS. Setelah memilih frame yang saya mau akhirnya saya diberitahu kalau proses pembuatan kacamata butuh 2-3 hari kerja. Saya hanya perlu meninggalkan nomor kontak agar bisa dihubungi pihak optik jika kacamata saya sudah selesai. Ternyata nggak perlu menunggu 2-3 hari karena besok siangnya saya mendapat WhatsApp dari pegawainya agar kacamata bisa diambil.

Kira-kira begini kalau saya pakai kacamata. Cocok nggak?



Sunday, March 3, 2024

A Journey into Creative Writing: Exploring TBI Pondok Indah x Komunitas ISB



As an avid enthusiast of the written word, my foray into the realms of creative writing embarked on an enriching odyssey with TBI Pondok Indah x Komunitas ISB. Joining the class after a rigorous gym session added an extra layer of excitement and anticipation to my journey. Over the course of three immersive days, under the tutelage of the esteemed Mr. Bertram, I delved into the multifaceted world of expressive storytelling and journalistic prowess.

Introduction to TBI and TBI Pondok Indah:

The British Institute, also known as TBI,  is the only English language training institution in Indonesia licensed by Cambridge University Press and Assessment to conduct CELTA training courses (Certificates in Teaching English to Speakers of Other Languages).

By implementing an eclectic teaching method, TBI emphasizes classroom lessons tailored to student needs (student-centered learning), which are relevant and practical. TBI has experienced and internationally qualified instructors, both native and non-native speakers. 

Joining the class post-gym, I felt invigorated and ready to immerse myself in the world of creative expression. TBI Pondok Indah, nestled within the vibrant community of South Jakarta, offered a haven for aspiring writers to hone their craft amidst serene surroundings and a supportive community. 

TBI Pondok Indah facilitate the needs of companies or institutions to enhance the English language skills of employees through customized English training programs tailored to the industry needs of the company, conducted by experienced and internationally certified tutors. Consequently, company employees will have more opportunities for job promotion and career development towards managerial or international roles. 

TBI's programs:

Core Programmes

• Young Learner English

• Global English

• Academic English (IELTS, TOEFL & TOEIC Preparation)

• Professional English

• Corporate Training

Customised Programmes

• Workshop for Professionals

• Private Classes

• International Exam Prediction Test

Powered by UTC

• ICAS

• Teacher Training

• CELTA

• Official English Proficiency Test (Cambridge English Qualifications, TOEFL ITP, IELTS at schools)

• Digital Learning


Day One: Exploring the Art of Movie Review



The inaugural day of our creative expedition immersed us in the intricacies of movie critique. Despite the exhaustion from the gym, the adrenaline of learning something new kept me engaged and focused. Under Mr. Bertram's guidance, we dissected the nuances of cinematic storytelling and delved into the art of crafting compelling reviews. My chosen film, "Agak Laen." Oki Rengga's performance as one of the main characters, alongside Bene, Jegel, and Boris, immediately drew me in. His wit and humor permeated every scene, adding layers of depth and levity to the film's comedy narrative.

Day Two: A Culinary Voyage through Restaurant Review



Venturing into the realm of gastronomic exploration, day two tasked us with unraveling the sensory tapestry and ambience of restaurant reviews. Joining the class straight from the gym, I relished the opportunity to indulge my senses in the world of culinary delights. My gastronomic escapade led me to Hachi Grill in Breeze BSD, as one of the best all-you-can-eat buffet. 

Day Three: Unraveling the Mysteries of News Reporting



The final leg of our journey beckoned us into the realm of investigative journalism, where all the students learn to write a captivating narratives. Day three task promised to be the most intriguing yet: writing a news report on the disappearance of an English teacher suspected to be involved with his students. However, I decided to inject a twist into the narrative—Surya, the missing teacher, was revealed to have Alzheimer's, shedding new light on his mysterious disappearance.

Conclusion: A Tapestry of Creativity and Learning

In retrospect, my experience learning creative writing with TBI Pondok Indah x Komunitas ISB was nothing short of transformative. From delving into the art of movie critique to unraveling the mysteries of investigative journalism, each day presented new challenges and opportunities for growth. Joining the class post-gym infused me with a sense of energy and determination, propelling me to embrace the journey with vigor. Under the mentorship of Mr. Bertram, I honed my skills as a storyteller and gained invaluable insights into the craft of writing. Armed with newfound knowledge and inspiration, I eagerly anticipate embarking on future literary endeavors, empowered by the lessons learned and memories forged in the halls of TBI Pondok Indah.

Quote of Marketing Communication Manager of TBI, Diah Pratiwi Soehendro: 

“Jangan biarkan kurangnya kemampuan berbahasa Inggris menghalangi kita untuk meraih impian dan tujuan ke depan. Tingkatkan aktualisasi diri sehingga kita lebih percaya diri dengan segala pekerjaan yang kita tekuni. Kemampuan bahasa Inggris akan mendukung pengembangan interpersonal skill untuk berkomunikasi dan berinteraksi baik secara lisan maupun tulisan.”

Monday, February 5, 2024

Tentang Sayembara Novel DKJ 2023




Agak telat untuk posting ini, mungkin karena saya harus nyiapin mental yang (masih) berantakan setelah mendengar hasilnya di malam penganugerahan kala itu.

Kalau mau flashback ke belakang, saya selalu menguji kemampuan saya. Dulu saya rajin sekali ikut lomba menulis sebagai motivasi untuk terus berkembang. Saya bahkan ikut lomba dari Gramedia Writing Project selama tiga kali. Itu karena saya sangat berharap karya saya dilirik dan dianggap layak terbit. 

Pada percobaan ketiga itulah karya saya beneran nyantol. Nama saya dibaca sebagai lima besar pemilik karya yang akan dikontrak dan diterbitkan. Kebayang kan rasa bangga saya ke diri saya sendiri. 

Setahun berlalu, novel pertama saya terbit di bulan September 2018. Dengan Gramedia sebagai penerbitnya. Sebuah pencapaian yang tak terhingga masa itu. 

Lalu saya punya goal baru lagi, ingin diundang ke UWRF atau MIWF. Betapa prestisenya ini bagi saya. Tapi untuk masuk ke sana, salah satu cara saya harus lolos dulu di Sayembara Novel DKJ. 

Awal tahun 2023, sayembara ini dibuka. Dengan pedenya saya ikutan. Saya menuliskan cerita yang jarang diangkat atau bahkan tabu. Bagi masyarakat mungkin cerita ini terlalu kontroversi. Saya menambahkan bumbu lokalitas dari daerah kelahiran saya. Karena memang sebagian besar kejadiannya beneran terjadi di sana. 

Lalu saya berharap cemas ketika saya submit karya saya, menunggu pengumuman, sampai girang sekali ketika saya mendapat undangan di email dan WhatsApp. Saya kira itu spesial. Ternyata semua peserta dapat. 

Saya pergi mengajak kedua anak saya, kebetulan suami sedang di luar kota. Lagipula, itu kali pertama saya ka Taman Ismail Marzuki. Bayangkan, selama hampir 15 tahun tinggal di Tangerang. Baru itu perdana saya main ke TIM. Saya ajak kedua anak biar mereka juga merasakan experience baru ke lokasi itu. Kami mengikuti malam penganugerahan sambil duduk di sayap teater sebelah kanan. Menikmati pembukaan dari beberapa musisi lokal sampai pembacaan laporan tanggung jawab dari ketua dan para juri. Sembari saya berharap nama saya disebut dalam suatu kategori. Saya tidak berharap masuk tiga besar. Disebut dalam karya yang disukai juri saja sudah suatu pencapaian. 

Nyatanya, selama hampir satu jam lebih kami di dalam teater. Sampai pemenang pertama disebutkan. Nama saya tak pernah bergaung. Kecewa? Jelas. Saya menaruh ekspektasi di diri saya. Berlebihan mungkin sehingga jatuhnya cukup sakit. 

Memang seharusnya saya tahu kapasitas diri saya, hanya saja ketika saya menyertakan karya saya di sayembara ini. Saya merasa saya sudah menyiapkan secara matang. Ide cerita, konsep, sampai proofreading agar saya bisa menerima banyak masukan dan melakukan perbaikan. Ternyata karya saya masih jauh dari level untuk sayembara ini. 

Saya ingat malam itu saat keluar teater sambil menunggu mobil jemputan datang, saya menangis. Anak perempuan saya memeluk dan menguatkan saya. Rasanya tak salah saya mengajak mereka berdua. Kalau saya pergi sendiri, rasa hancurnya jauh lebih berat kayaknya. 

Tapi lagi-lagi, sebagai orang Indonesia. Mau seburuk apa pun hasilnya kita diajarkan untuk tetap mengambil hikmahnya. Tetap diajarkan bersyukur. Jadi saya bersyukur karena sudah melalui satu kali lagi proses untuk terjatuh, satu kali lagi saya disuruh untuk bangkit, satu kali lagi saya harus berjuang agar ke depannya saya bisa memberikan hasil yang lebih baik. 

Awal-awal setelah pengumuman saya mungkin tak mau bersinggungan dengan segala afirmasi omong kosong tentang kekalahan adalah kemenangan yang tertunda ini. Saya jelas-jelas declare kalau saya totalitas sudah menyerah. Sekarang, mungkin ada saya akan memberikan kesempatan lagi untuk menguji "ah, masa karya saya nggak bisa tembus ke sayembara ini?"


Wednesday, August 9, 2023

Menjadi Teman Autis bagi Anak dengan Autisme

Dulu, tetangga di depan rumah saya di kota Bitung, anak pertamanya menderita autisme. Setiap kali mama menyuruh saya mengantarkan sesuatu ke rumah mereka, saya pasti ketakutan. Saya selalu menolak, tapi omelan mama lebih menakutkan dari anak tetangga. Dengan enggan dan terpaksa biasanya saya pergi. Saya akan sangat berhati-hati sekali dalam mengetuk, berharap di dalam hati agar anak tertua mereka jangan keluar. Saya pasti akan menangis dan lari ketakutan ketika melihat anak pertama mereka ada di pintu masuk.

Dulu saya setakut itu dengan anak autis. Di kepala saya, mereka adalah manusia yang kasar dan tak punya perasaan. Jadi sebisa mungkin jangan dekat dengan mereka.

Tadi pagi sebelum berangkat ke sekolah saya bertanya, "Dek, teman kamu si Denis kalo di kelas gimana?"

"Dia sukanya lompat-lompat, marah-marah, lalu nangis, Ma."

"Trus gimana sikapnya ke murid yang lainnya?"

"Aku pernah tiba-tiba dicubit trus dia gigit  tangan Noah. Tapi helper-nya langsung narik jauhin dan minta maaf."

"Adek gimana sikapnya ke Denis?"

"Biasa aja. Tapi nggak mau dekat-dekat biar nggak dicubit lagi."

"Teman-teman yang lain?"

"Mereka juga biasa aja."

Denis teman sekelas anak saya adalah anak autis. Saat ini mereka sudah duduk di bangku kelas enam SD. Denis sudah menjadi teman sekelas anak saya sejak kelas satu. Saya baru sekali bertemu dengan Denis, saat perayaan Natal sekolah tahun lalu. Anaknya putih, tinggi, dan sangat rupawan. Tapi seperti kata anak saya, terkadang dia suka lari atau lompat-lompat sesuai mood. Saya pikir anak saya dan teman sekelasnya akan bereaksi sama seperti saya dulu. Takut dan enggan berteman dengan anak autis. Ternyata mereka baik-baik saja, hanya memang disarankan menghindar oleh helper-nya ketika mood Denis sedang tidak baik.


Teman Autis


Autisme pada masa saya mungkin dianggap aib atau penyakit menular, bahkan sampai sekarang ini. Padahal autisme adalah kondisi neurodevelopmental disorder atau gangguan perkembangan neurologis, dikutip dari laman Teman Autis. Terbatasnya pengetahuan mengenai autisme ini yang membuat para penyandangnya dianggap aneh sehingga dikucilkan dari lingkungan. Sering juga mereka akhirnya diperlakukan dengan buruk oleh sekitar.

Sebagai salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards ke-13 dan berangkat dari segala keresahan mereka akan stigma autisme, Ratih Hadiwinoto dan Alvinia Christiany dan tim membentuk Teman Autis.


Ratih Hadiwinoto - Founder Teman Autis

Alvinia Christiany - Co founder Teman Autis


Organisasi ini digagas pada tahun 2017, dengan nama Light it Up Project. Dan berhasil mengadakan dua event, Light it Up Fun Walk dan Light it Up Gathering. Ketika kedua event ini sukses, beberapa anggota Light it Up Project memutuskan untuk terus memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Terjadi pengkonsepan ulang, dengan visi, misi, dan kontribusi lebih jelas untuk masyarakat luas, berubahlah namanya menjadi Teman Autis.


Light it Up Fun Walk 2017

Light it Up Gathering 2018


Visi Misi


Terbentuknya Teman Autis bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang autisme. Organisasi ini juga berharap bisa menjadi wadah informasi bagi para orang tua yang mempunyai anak dengan kondisi autisme.

Di era digital ini segala informasi memang mudah didapatkan melalui akses internet. Hanya saja informasi mengenai autisme masih tercerai-berai sehingga menyulitkan orang tua dengan anak autis. Masih banyak mitos-mitos seputar anak autis yang beredar ketimbang fakta.

Oleh sebab itu, Alvinia dan timnya, melalui Teman Autis memberikan wadah informasi tentang autisme. Mulai dari pengetahuan dasar tentang autisme, artikel berisi tip bagi para orang tua dengan anak autis, tes deteksi, rekomendasi klinik, sampai ke event-event yang berhubungan dengan autisme.

Visi Teman Autis adalah menjadi jembatan penyalur informasi terintegrasi yang terpercaya terkait autisme sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat mengenai autisme. 

Misinya adalah memberikan dukungan bagi keluarga dengan anggota keluarga dengan diagnosis autisme melalui berbagai cara misalnya: menyediakan platform, klinik/fasilitas penunjang bagi orang tua dengan anak autis. 


Program-program Teman Autis:

1. Teman Autis gencar melakukan gerakan sosialisasi secara offline atau online kepada masyarakat umum, terlebih khusus kepada orang tua dengan anak autis. Teman Autis juga memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Instagram.  Membuat berbagai konten edukasi tentang autisme untuk merangkul banyak pihak.

2. Teman Autis memiliki program rutin bernama Tanya Jawab seputar Autisme atau disingkat TAWA. Di program ini menghadirkan para ahli sehingga masyarakat yang ingin bertanya sekaligus bisa berkonsultasi secara gratis.

3. Teman Autis juga membuka WhatsApp Group untuk orang tua dengan anak autis. Di grup ini, orang tua bisa saling berbagi cerita dan saling menguatkan satu sama lain.


Rintangan dan Halangan


Dalam setiap organisasi, komunitas, pekerjaan atau apa pun bentuknya yang dilakukan secara bersama-sama selalu akan muncul kendala. Sejak awal terbentuk, Alvinia dan tim sulit untuk menemukan sesama komunitas yang mau berkolaborasi. Teman Autis dianggap masih anak bawang dan minim pengalaman. Belum lagi SDM yang terbatas.

Demi menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat umum tentang autisme dibutuhkan sumber daya manusia yang cukup banyak. Karena untuk menjangkau cakupan masyarakat yang luas, dibutuhkan banyak sekali manusia-manusia yang mau berkontribusi langsung.

Namun berbekal kerja keras selama beberapa tahun ini, Teman Autis kini sudah memiliki 100 mitra yang bekerjasama dan mendukung kinerja organisasi ini.

Di dunia yang apa-apa rasanya menjadi hopeless setiap kali membuka media sosial muncul berita viral tentang kriminalisasi atau kurangnya empati manusia satu dengan manusia lain. Teman Autis menjadi salah satu wujud restored faith in humanity. Sejahat-jahatnya dunia dan segala problematika hidup manusia, masih tetap ada harapan dan orang-orang yang peduli satu sama lain.

Semoga ke depannya, semakin banyak organisasi atau komunitas serupa Teman Autis yang berdiri atas dasar kemanusiaan dan rasa pedulinya untuk menghapus stigma-stigma buruk yang beredar di masyarakat.

Sebagai sesama manusia dan masyarakat, mari kita hapus label anak autis sebagai aib atau penyakit menular. Mari menjadi lingkungan yang ramah bagi mereka. Karena dibutuhkan satu desa untuk membentuk satu anak untuk tumbuh menjadi manusia yang peduli dan tidak judgemental.







Wednesday, July 19, 2023

Anak Saya Dituduh Pelaku Pemerkosaan

Nggak kerasa anak-anak sudah masuk sekolah lagi setelah libur kenaikan kelas selama lebih dari tiga minggu. Anak-anak saya baru saja masuk sekolah tanggal 17 Juli kemarin. Sebagai ortu kenaikan kelas itu pasti bakal bikin pusing, dari daftar ulang, beli buku pelajaran, seragam, dan segala printilannya. Belum lagi uang SPP yang naik terus tiap tahunnya. Setelah mengurus semua itu, hari ini saya baru bisa menulis apa yang dialami anak sulung saya seminggu yang lalu.
Kami baru saja pindah rumah setelah menetap di Cisauk selama hampir 14 tahun. Pada awal bulan Juli ini, kami memutuskan pindah ke dekat sekolah anak. Tentu saja ini dilakukan dengan banyak pertimbangan. Yang tinggal atau pernah ke Cisauk pasti tahu lah alasan utamanya tentu saja karena kemacetan luar binasanya. Terlepas sekarang sedang dibangun flyover, yang justru bikin macet makin parah. Level toleransi saya sudah habis kayaknya. 

Tempat kami yang baru ini ke sekolah hanya tiga menit, belum lagi lokasi perumahan dekat tol. Apa-apa terasa lebih namaste di lingkungan baru ini. Setidaknya untuk sekarang. 

Kami pindah saat anak-anak masih libur sekolah. Setelah menempati rumah selama berapa hari, di hari Sabtu, tepatnya tanggal delapan, anak sulung saya meminta izin untuk nonton konser JKT48 di Spark. Si kakak sudah izin sejak dua minggu sebelumnya. Saya bahkan yang memesankan tiketnya secara online. Anak saya hepi banget. Ternyata selama beberapa bulan belakangan, dia sedang ada di fase mengidolakan sesuatu, dalam hal ini girl group JKT48. Oshinya konon bernama Michie. 

Di Sabtu pagi itu, si kakak bangun dengan amat bersemangat, padahal hari Jumat sore dia baru saja latihan sepakbola dan pulang malam. Tadinya dia bilang mau ketemu sama teman-temannya sekitar pukul sepuluh. Saya tanya, konsernya jam berapa. Jam tiga sore jawabnya. Jelas saya tidak perbolehkan. Terlalu dini untuk datang. Lagian mau ngapain dalam jeda selama itu. 

Awal mula saya mengizinkan dia pergi karena dari pertama cerita ada empat temannya yang mau menonton. Jadi mereka berlima yang akan ke konser bareng-bareng. Rencananya mau naik KRL, turun di Stasiun Palmerah, lalu ke Spark. Saya mengizinkan karena lokasi Spark yang tak jauh dari Stasiun Palmerah tadi. Dan itu ada di pusat kota. Seharusnya semua aman. 

Si kakak jadinya berangkat pukul satu siang. Rencananya akan bertemu dengan temannya di Stasiun Rawabuntu. Suami saya yang mengantarkan ke stasiun. 

Hari itu, sebelum pergi, saya sempat ngasih ide, gimana kalau papanya nemenin sampai Stasiun Palmerah. Anak saya menolak, dia mungkin merasa risih jika dirinya ditemani orang tua sementara dia jalan sama temannya. Akhirnya opsi ini gugur. Papanya hanya mengantar sampai stasiun, menunggu sampai dia bertemu temannya, lalu balik ke rumah. Saya punya kebiasaan memantau anak-anak dan suami bepergian lewat Find My Device. Tentu saja bukan karena saya posesif atau menerobos privasi mereka, ini murni saya lakukan hanya untuk memastikan keberadaan mereka di luar rumah baik-baik saja. Suami dan anak-anak saya juga tidak keberatan saya pantau. 

Sebelum si kakak berangkat, saya isikan kuota, lalu minta dia aktifkan lokasi hpnya. Setelah dia ditinggal papanya, saya mengecek lokasi keberadaannya. Keretanya sudah jalan, di layar ponsel saya sudah mendekati Jurangmangu. Oh, sudah sama teman-temannya pikir saya. Saya lalu mengirim WA, minta si kakak berhati-hati karena dia bawa tas pinggang kecil, lalu minta dia foto ketika sudah sampai di Spark.

Beberapa menit berlalu saya kembali mengecek lokasi hpnya. Sudah di sekitaran Spark. Saya lalu mengirim chat di WA untuk memastikan dia sudah sampai. Centang satu. Dheg! 

Jeda antara chat balasan ke chat berikut hanya berapa menit saja. Kok centang satu? Saya pindah cek lokasi hpnya, tak terdeteksi. Padahal sebelumnya terbaca di depan Spark. Eh, kenapa ya? Saya sempat bilang ke suami, chat si kakak centang satu tapi sudah di Spark. Jangan-jangan terjadi sesuatu. 

Namanya bapak-bapak pasti selalu menyikapi sesuatu dengan tenang. Suami meyakinkan saya agar tidak kuatir. Bisa saja nggak ada sinyal atau si kakak sedang bersenang-senang dengan teman-temannya. Saya pun menurunkan kadar kekhawatiran saya. Iya, mungkin saja dia sedang hepi-hepinya karena mau nonton konser bareng teman dan melihat oshinya secara langsung. I know how it feels. 

Tak seberapa lama, suami memutuskan untuk mengajak saya dan anak bungsu berenang. Lokasinya hanya sepuluh menit dari rumah. Anak bungsu saya tentu saja senang. Dengan antusias dia nyiapin baju renang, handuk, baju dan perlengkapan mandi. Pukul setengah tiga kami berangkat menuju kolam renang. Kolam renang yang kami datangi adalah kolam renang yang sering dipakai sekolah anak-anak setiap kali ada jadwal renang. Saat kami datang lumayan ramai. Untung masih ada sisa tempat duduk. 

Anak saya langsung loncat ke kolam renang karena dari rumah memang perginya sudah dengan baju berenangnya. Tak lama suami saya menyusul turun ke kolam, saya sempat bikin instastory ketika mereka ada di kolam. Niatnya ketika sudah semakin sedikit yang berenang baru saya akan ikutan. Sebuah tanda petir muncul di layar hp. Notifikasi telepon masuk tapi diblokir. Saya memang setting hp saya untuk memblokir nomor tak dikenal. Tanda petir muncul berulang-ulang. 

Perasaan saya tidak enak. Langsung kepikiran buka WA di nomor yang satunya lagi. Kebetulan hp saya memang dual SIM dan WA nomor satunya pakai third party aplikasi. Ada chat dari nomor tak dikenal. Pas saya baca, seperti ada godam menghantam dada. Itu chat dari anak saya.

Si kakak ternyata minta tolong ke orang yang ditemuinya untuk menghubungi saya. Sontak saya langsung menelepon ke nomor yang digunakan anak saya. Terdengar suara bapak-bapak di ujung telepon. Tadinya dia bingung saya siapa, beberapa detik kemudian dia sadar kalau teleponnya baru saja dipinjam seorang anak laki-laki. 

Dada saya berdegup kencang saat si bapak bilang anak saya baru saja diambil barang-barangnya. Tak seberapa lama ada telepon lain dari nomor tak dikenal. Saat saya angkat, dari seorang bapak-bapak lagi. Katanya anak saya sedang bersama dengannya. Sekarang mereka sedang berdiri di depan rumah kami. Saya panik, langsung minta suami dan si kecil untuk segera pulang. Saking paniknya saya memilih memesan ojol karena suami dan anak kedua masih bersiap-siap. 

Motor melaju dengan cepat, saat tiba di depan rumah sudah ada suami dan anak kedua yang duluan sampai. Anak sulung berdiri di samping bapak-bapak tua. Si bapak-bapak menceritakan kejadiannya, dia mengantarkan anak saya dari Stasiun Rawabuntu sampai ke rumah. Saya lalu memberikan uang 100rb sebagai pengganti ongkos. Bapaknya sangat berterima kasih. Saya justru yang bilang terima kasih banyak sudah mengantarkan anak saya dengan selamat. 

Si kakak langsung memeluk saya setelah saya ngobrol dengan si bapak tua. Tangisnya pecah di pelukan saya. Badannya bahkan bergetar ketakutan. Setelah tangisnya reda. Saya dan suami mengajaknya masuk. Di ruang tamu kami minta dia cerita kronologisnya. Apa yang terjadi setelah mereka sampai ke Stasiun Palmerah. Si kakak mulai bercerita dengan nada bergetar. Ternyata dia hanya pergi berdua dengan seorang teman. Tiga teman lainnya batal pergi. Saat mereka sampai ke Stasiun Palmerah, temannya mengusulkan untuk berjalan kaki saja menuju Spark. Saat keduanya sudah hampir sampai ke pintu masuk Spark, mereka dihadang tiga lelaki dewasa. Salah satunya langsung mendekati anak saya dan menuduh anak saya adalah pelaku pemerkosaan. Anak saya harus ikut dengan salah satu dari mereka bertemu dengan orang tua korban. Anak saya dengan kebingungan hanya bisa mengikuti skenario pelaku. Sebelum pergi si kakak diminta menyerahkan tasnya ke temannya. Dia hanya menurut saja. Akhirnya ikut dengan salah seorang pelaku naik motor. Tahunya si kakak justru ditinggal di bawah flyover. Sampai berapa menit si pelaku tak kembali. Si kakak yang kebingungan memilih untuk berjalan menjauhi tempat itu. Di jalan dia hanya bisa ketakutan, nggak tahu mau ngapain. 

Gimana nggak bingung, ini kali pertama dia jalan seorang diri. Ke daerah yang baru kali itu juga didatangi. Memang ya, Tuhan itu baik. Saat dia tengah kebingungan, si kakak dihampiri seorang ojol dengan seragam berwarna jingga. Anak saya cerita apa yang dia alami. Sama si abang ojol dia diajak naik, mereka muterin Spark, temannya sudah tak ada. Abang ojol lalu nganterin si kakak ke stasiun, bahkan memberikan uang lima ribu rupiah biar bisa top up kartu KRL. Berbekal itu, anak saya bisa kembali ke Stasiun Rawabuntu. Di sanalah dia bertemu dengan bapak tua yang mengantarkan kembali ke rumah. 

Sorenya saya langsung update kejadian anak saya ini di Twitter. Viral.

Baca replies dan quotes, ternyata ini modus lama. Banyak yang pernah jadi korban, mostly saat mereka masih SMP atau SMA. Masa di mana mereka masih dianggap lugu dan polos sehingga gampang diintimidasi lalu diambil barang-barangnya.


Saya tentu saja marah sekali dengan apa yang menimpa anak saya. Apalagi dia dituduh sebagai pelaku pemerkosa. Narasi macam apa ini. Anak saya, si kakak, anak yang nggak pernah punya pikiran jahat ke orang lain, anak yang hatinya mudah terenyuh ketika ada orang lain kesusahan, dituduh begini. Sakit sekali hati saya sebagai seorang ibu. Saya yang mengurus dia dari bayi, si kakak dan adiknya seorang diri. Saya yang menghabiskan 14 tahun usianya ada selalu dalam hidupnya. Saya tahu sekali anak saya ketika dewasa nanti nggak akan menjadi laki-laki seperti itu. 

Tapi saya bersyukur karena anak saya bisa kembali ke rumah dengan selamat. Masalah dia harus kehilangan hp dan duit, biarlah itu masih bisa diganti. Asal dia selamat. 

Oh iya, temannya juga selamat. Saya dan suami bisa menemukan nomor bapaknya. Kami saling berkabar. Teman anak saya ketemu saat sudah magrib dan diantar petugas polisi ke rumahnya. Tas anak saya yang dipegangnya dan hp miliknya diambil oleh para pelaku. Teman si kakak ternyata dibawa juga ke suatu tempat lalu ditinggalkan di tempat itu sendirian. Anak saya sangat lega saat tahu temannya juga selamat. Bayangkan, mereka hanya anak-anak usia 14 dan 12 tahun. 

Sebuah pembelajaran luar biasa bagi saya dan suami sebagai orang tua, bahkan jadi pelajaran hebat bagi anak kami. Banyak hal yang bisa dijadikan hikmah dan banyak-banyak bersyukur. 

Saat kejadian yang menimpanya saya jadikan utas dan tulisan ini dibuat, saya sudah minta konsensual dari anak saya. Dia setuju untuk saya publikasikan agar bisa menjadi pelajaran bersama dan warning bagi orang tua dan anak-anak lain. 

Saya berdoa semoga para pelaku bertobat. Seharusnya saya mendoakan mereka yang buruk-buruk saja tapi saya tidak ingin kehilangan kasih. Lagipula, di balik kejadian itu, ketika saya marah dengan para pelaku, tetap ada saja orang baik yang menolong. Buktinya anak saya bisa pulang tanpa kurang suatu apa pun. 

Siapa pun yang membaca ini, semoga kita semua dijaga dan dilindungi dari hal-hal buruk semacam ini.

Teknologi AI Credit Scoring untuk kembangkan UMKM di Indonesia


Tahukah kalian kalau konsep Artificial Intelligence (AI) sudah dikemukakan sejak zaman Yunani Kuno? Dimulai dari Pythagoras yang sudah memikirkan konsep segala sesuatu yang ada di dunia nyata. Lalu pada abad ke-13, Roger Bacon membahas kemungkinan penciptaan mesin yang bisa berpikir.


Perkembangan AI sendiri baru benar-benar dimulai pada tahun 1940, saat para ahli berpikir tentang komputer dan bagaimana benda ini nantinya akan digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah di kemudian hari. Tahun 1956, John McCarthy, matematikawan dan ilmuwan komputer dari Amerika, mengadakan konferensi bertajuk "The Dartmouth Conference". Di sinilah McCarthy memperkenalkan tentang AI dan mulai memimpin pengembangan teknologi tersebut.


Memasuki tahun 2010-an perkembangan AI semakin canggih. Hingga kini di tahun 2023, AI sudah meliputi banyak aspek kehidupan manusia di era digital. AI secara luas ada dalam berbagai bidang seperti pengenalan suara dan wajah, analisis data sampai pengembangan mobil otonom.


Di bulan Juli ini akan ada Konferensi Bisnis AI yang diselenggarakan di Bali. Mengumpulkan sekitar 170 pengusaha UMKM yang baru berkembang untuk dilatih menggunakan teknologi AI. Perkembangan teknologi ini tentu saja harus bisa dimanfaatkan maksimal dalam bisnis, karena beragam jalan pintas bisa ditemukan dalam teknologi ini. Misalnya menghemat waktu, membantu marketing, memotong pengeluaran, sampai memangkas bisnis menjadi lebih singkat dan efektif.


Salah satu pengembangan yang wajib digunakan di UMKM adalah AI credit scoring.

Source: ascore.ai 


Credit score sendiri adalah indikator yang menggambarkan risiko dari calon debitur. Semakin tinggi skor semakin rendah risiko yang dimiliki. Semakin rendah risiko ini memudahkan seseorang untuk mengajukan pinjaman. Credit Bureau Indonesia mendorong perluasan produk dan layanan perbankan lewat credit scoring dan AI. Pemanfaatan informasi perkreditan dan teknologi berdampak pada peningkatan akurasi, efisiensi, objektivitas, konsistensi dalam layanan penyaluran kredit.


Pelaku bisnis yang juga melek dengan penggunaan teknologi AI credit scoring ini salah satunya adalah Amartha. Startup fintech ini meluncurkan Ascore.ai sejak tahun 2022.


Amartha melihat peluang yang sangat besar untuk mengkatalisis sektor ekonomi informal dengan teknologi yang sedang berkembang. Sekitar 20 juta UMKM di Indonesia belum terlayani dengan layanan keuangan formal karena profiling risiko yang sulit diukur.


Penggunaan Ascore.ai ada untuk menghasilkan:

- Output risiko
- Penghitungan bunga pinjaman
- Pengolahan data
- Keputusan-keputusan yang berpengaruh pada bisnis atau credit decisioning

Ada lebih dari satu juta database mitra pengusaha ultra mikro yang digunakan Amartha dalam kurun tujuh tahun terakhir untuk mengembangkan Ascore.ai. Teknologi ini sebelumnya digunakan untuk mengukur risiko sebelum menyalurkan pinjaman ke kelompok yang masuk pada kategori unbanked.


Ascore.ai menyediakan layanan verifikasi risiko, credit underwriting, advance credit analysis, dan pengecekan kredit nasabah. Pengguna individu dapat menggunakan teknologi ini untuk menghitung profil risiko dan simulasi skor kredit, sebelum melakukan pinjaman ke lembaga keuangan. Dengan Ascore.ai diharapkan dapat menjangkau segmen pasar yang lebih masif, tidak terbatas institusi tapi individu yang membutuhkan layanan keuangan.


UMKM bisa memanfaatkan beberapa produk AI untuk mengembangkan usahanya. Karena dengan AI pengusaha UMKM bisa:

- mendapat informasi tren penjualan, merencanakan strategi pemasaran, meningkatkan interaksi dengan pelanggan, menganalisis perilaku pelanggan, dll.
- bisa menghasilkan gambar-gambar realistis dan unik yang dapat digunakan untuk gambar produk unik dan menarik, menghemat waktu dan biaya produksi, sekaligus meningkatkan branding produk.
- bisa mengetahui profil risiko secara akurat dan holistik.

Sebegitu canggihnya teknologi AI tentu saja menimbulkan polemik dan tantangan baru. Tapi sebagai manusia-manusia yang hidup di era digital, sebaik-baiknya teknologi adalah dipergunakan untuk memudahkan kehidupan dan saling menghidupi antara satu manusia dengan manusia lainnya.