Dulu, tetangga di depan rumah saya di kota Bitung, anak pertamanya menderita autisme. Setiap kali mama menyuruh saya mengantarkan sesuatu ke rumah mereka, saya pasti ketakutan. Saya selalu menolak, tapi omelan mama lebih menakutkan dari anak tetangga. Dengan enggan dan terpaksa biasanya saya pergi. Saya akan sangat berhati-hati sekali dalam mengetuk, berharap di dalam hati agar anak tertua mereka jangan keluar. Saya pasti akan menangis dan lari ketakutan ketika melihat anak pertama mereka ada di pintu masuk.
Dulu saya setakut itu dengan anak autis. Di kepala saya, mereka adalah manusia yang kasar dan tak punya perasaan. Jadi sebisa mungkin jangan dekat dengan mereka.
Denis teman sekelas anak saya adalah anak autis. Saat ini mereka sudah duduk di bangku kelas enam SD. Denis sudah menjadi teman sekelas anak saya sejak kelas satu. Saya baru sekali bertemu dengan Denis, saat perayaan Natal sekolah tahun lalu. Anaknya putih, tinggi, dan sangat rupawan. Tapi seperti kata anak saya, terkadang dia suka lari atau lompat-lompat sesuai mood. Saya pikir anak saya dan teman sekelasnya akan bereaksi sama seperti saya dulu. Takut dan enggan berteman dengan anak autis. Ternyata mereka baik-baik saja, hanya memang disarankan menghindar oleh helper-nya ketika mood Denis sedang tidak baik.
Teman Autis
Autisme pada masa saya mungkin dianggap aib atau penyakit menular, bahkan sampai sekarang ini. Padahal autisme adalah kondisi neurodevelopmental disorder atau gangguan perkembangan neurologis, dikutip dari laman Teman Autis. Terbatasnya pengetahuan mengenai autisme ini yang membuat para penyandangnya dianggap aneh sehingga dikucilkan dari lingkungan. Sering juga mereka akhirnya diperlakukan dengan buruk oleh sekitar.
Sebagai salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards ke-13 dan berangkat dari segala keresahan mereka akan stigma autisme, Ratih Hadiwinoto dan Alvinia Christiany dan tim membentuk Teman Autis.
Ratih Hadiwinoto - Founder Teman Autis |
Alvinia Christiany - Co founder Teman Autis |
Organisasi ini digagas pada tahun 2017, dengan nama Light it Up Project. Dan berhasil mengadakan dua event, Light it Up Fun Walk dan Light it Up Gathering. Ketika kedua event ini sukses, beberapa anggota Light it Up Project memutuskan untuk terus memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Terjadi pengkonsepan ulang, dengan visi, misi, dan kontribusi lebih jelas untuk masyarakat luas, berubahlah namanya menjadi Teman Autis.
Light it Up Fun Walk 2017 |
Light it Up Gathering 2018 |
Visi Misi
Terbentuknya Teman Autis bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang autisme. Organisasi ini juga berharap bisa menjadi wadah informasi bagi para orang tua yang mempunyai anak dengan kondisi autisme.
Di era digital ini segala informasi memang mudah didapatkan melalui akses internet. Hanya saja informasi mengenai autisme masih tercerai-berai sehingga menyulitkan orang tua dengan anak autis. Masih banyak mitos-mitos seputar anak autis yang beredar ketimbang fakta.
Oleh sebab itu, Alvinia dan timnya, melalui Teman Autis memberikan wadah informasi tentang autisme. Mulai dari pengetahuan dasar tentang autisme, artikel berisi tip bagi para orang tua dengan anak autis, tes deteksi, rekomendasi klinik, sampai ke event-event yang berhubungan dengan autisme.
Visi Teman Autis adalah menjadi jembatan penyalur informasi terintegrasi yang terpercaya terkait autisme sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat mengenai autisme.
Misinya adalah memberikan dukungan bagi keluarga dengan anggota keluarga dengan diagnosis autisme melalui berbagai cara misalnya: menyediakan platform, klinik/fasilitas penunjang bagi orang tua dengan anak autis.
Program-program Teman Autis:
1. Teman Autis gencar melakukan gerakan sosialisasi secara offline atau online kepada masyarakat umum, terlebih khusus kepada orang tua dengan anak autis. Teman Autis juga memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Instagram. Membuat berbagai konten edukasi tentang autisme untuk merangkul banyak pihak.
2. Teman Autis memiliki program rutin bernama Tanya Jawab seputar Autisme atau disingkat TAWA. Di program ini menghadirkan para ahli sehingga masyarakat yang ingin bertanya sekaligus bisa berkonsultasi secara gratis.
3. Teman Autis juga membuka WhatsApp Group untuk orang tua dengan anak autis. Di grup ini, orang tua bisa saling berbagi cerita dan saling menguatkan satu sama lain.
Rintangan dan Halangan
Dalam setiap organisasi, komunitas, pekerjaan atau apa pun bentuknya yang dilakukan secara bersama-sama selalu akan muncul kendala. Sejak awal terbentuk, Alvinia dan tim sulit untuk menemukan sesama komunitas yang mau berkolaborasi. Teman Autis dianggap masih anak bawang dan minim pengalaman. Belum lagi SDM yang terbatas.
Demi menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat umum tentang autisme dibutuhkan sumber daya manusia yang cukup banyak. Karena untuk menjangkau cakupan masyarakat yang luas, dibutuhkan banyak sekali manusia-manusia yang mau berkontribusi langsung.
Namun berbekal kerja keras selama beberapa tahun ini, Teman Autis kini sudah memiliki 100 mitra yang bekerjasama dan mendukung kinerja organisasi ini.
Di dunia yang apa-apa rasanya menjadi hopeless setiap kali membuka media sosial muncul berita viral tentang kriminalisasi atau kurangnya empati manusia satu dengan manusia lain. Teman Autis menjadi salah satu wujud restored faith in humanity. Sejahat-jahatnya dunia dan segala problematika hidup manusia, masih tetap ada harapan dan orang-orang yang peduli satu sama lain.
Semoga ke depannya, semakin banyak organisasi atau komunitas serupa Teman Autis yang berdiri atas dasar kemanusiaan dan rasa pedulinya untuk menghapus stigma-stigma buruk yang beredar di masyarakat.