Gue masih ingat ketika
papa di-PHK, saat itu gue baru duduk di kelas 2 SMA. Dia tadinya adalah seorang
kepala bagian di perusahaan perikanan terkenal di kota kelahiran gue. Gue
sebenarnya heran, kok bisa perusahaan yang bergerak di bidang perikanan dan
kelautan di kota perikanan bisa tutup. Namanya korupsi yang merajalela di dalam
internal perusahaan menjadi salah satu penyebabnya. Secara otomatis keuangan di
keluarga kami dipegang penuh oleh mama. Beliau juga bekerja, sebagai PNS di
salah satu sekolah negeri di kota gue.
Memiliki orang tua yang
(tadinya) dua-duanya kerja memiliki keuntungan besar. Segala kebutuhan
anak-anaknya pasti tercukupi dengan baik. Kami bisa meminta apa saja dan langsung
mendapatkannya pada saat itu juga. Yang menjadi masalah adalah, mama bukanlah
pengatur keuangan yang baik. Dia adalah manajer keuangan yang buruk. Sangat
buruk malah.
Gue sudah sadar ini
sejak masih kecil. Sejak papa memiliki usaha kapal ikan tapi nggak bisa
dikelola mama dengan baik. Dua kapal ikan yang kami miliki terpaksa harus
dijual. Bukan hanya itu, ketika papa mendapatkan jatah rumah dari perusahaan,
dengan alasan entah apa mama menjual rumah tersebut. Padahal itu bisa menjadi
investasi atau bisa digunakan kami anak-anaknya kelak. Sayangnya mama gue nggak
mikir sampai sejauh itu.
Lalu bagaimana nasib
kami sekarang? Well, kami
anak-anaknya sudah menikah dan sudah memiliki kehidupan masing-masing. Nasib
mama gue masih baik-baik saja bahkan setelah papa gue meninggal. Namun dia
harus berusaha lebih keras di masa tuanya demi memenuhi kebutuhan dan gaya
hidupnya sendiri. Mama nggak punya simpanan hari tua, bahkan uang pensiunnya
sudah habis dalam sekejap. Kami anak-anaknya sering mengirimkan uang. Rutin kok
setiap bulan. Hanya saja uangnya cepat habis. Sifat boros mama dan tidak bisa
mengatur uangnya masih terus berlaku sampai saat ini.
Bukan kami tidak pernah
menasehati, tapi mama gue termasuk tipe orang yang bebal. Susah urusan kalau
sudah begini.
Mama gue hanyalah satu
dari sekian banyak perempuan yang tidak bisa menangani keuangan keluarga dengan
baik. Masih untung kami tidak sampai hidup melarat akibat pengelolaan uang yang
berantakan dari mama.
Dari Survei Nasional
Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 oleh OJK, kurang dari 30% orang Indonesia
yang melek keuangan. Prosentasenya, tingkat literasi perempuan lebih rendah
dari pria. Ini bukti kalau tingkat pemahaman orang Indonesia terhadap produk
dan jasa keuangan masih cukup rendah.
Ya pantas saja mama gue
termasuk salah satunya karena emang belum melek soal literasi keuangan sama
sekali.
PT Prudential Life
Assurance (Prudential Indonesia) selama tahun 2018 ini sudah mengadakan program
pelatihan literasi keuangan untuk perempuan Indonesia. Pelatihan ini sudah
diberikan kepada lebih dari 2.500 perempuan. Rangkaian program dimulai sejak
bulan Oktober di Manado, lanjut ke Ambon, Sorong, Malang, dan ditutup di
Jakarta pada tanggal 11 Desember 2018.
Apa
saja sih yang bisa didapatkan dari program pelatihan ini?
Banyak pastinya. Para
peserta mendapatkan pelatihan dasar mengenai pengelolaan keuangan dasar secara
komprehensif dari para fasilitator yang berkompeten. Mereka adalah karyawan
Prudential Indonesia atau disebut PRUvolunteers. Para fasilitator ini memberikan
edukasi kepada peserta mengenai jenis lembaga keuangan (konvensional dan
syariah) dan berbagai instrumen keuangan seperti tabungan, ausransi, pinjaman,
atau dana pensiun sebagai solusi merancang masa depan yang terencana dan minim
risiko.
Gue sedikit menyesal
kenapa program yang sangat berguna bagi perempuan ini baru hadir di masa
sekarang. Kenapa nggak dari dulu-dulu saat mama gue masih kerja. Ya mungkin sih
ada program yang sama, hanya saja dulu informasi tidak secepat dan sebaik
sekarang. Apalagi dulu tidak banyak program pelatihan khususnya literasi keuangan
di daerah. Oh iya, kami tinggal di Bitung, Sulawesi Utara.
Gue mendapat kesempatan
hadir di Pelatihan Literasi Keuangan untuk Perempuan di Jakarta. Hadir juga
saat itu ada President Director Prudential Indonesia, Bapak Jens Reisch. Lalu Ibu Titi Eko Rahayu, Staf Ahli Menteri
Bidang PPPA RI, Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan Bapak Horas
Tarihoran, dan Mbak Nini Sumohandoyo selaku Corporate Communications &
Sharia Director Prudential Indonesia. Para narasumber
berharap dengan kontribusi program pelatihan literasi keuangan ini, bisa
mengedukasi masyarakat dan menjadikan keuangan keluarga di Indonesia menjadi
semakin baik.
Sejak program pelatihan
literasi keuangan ini dijalankan pada tahun 2009, sudah menjangkau lebih dari
27.000 perempuan di 24 kota di seluruh Indonesia. Prudential Indonesia berharap
di tahun 2019 nanti total keseluruhan yang bisa dijangkau melalui program
pelatihan ini menembus 50.000 perempuan.
Gue sangat berharap
dengan ilmu dari program pelatihan ini bisa dipraktikkan oleh seluruh peserta
perempuan yang hadir. Karena perempuan yang memegang peranan penting dalam
keputusan keuangan di dalam keluarga. Mama gue sudah menjadi contohnya, mari
berharap gue nggak mengikuti jejak mama gue sendiri.
Iya, ya, kenapa acara keren kayak gini baru ada sekarang ya? Coba dari dulu, dari zaman mama kita muda...
ReplyDeleteKeren banget ya Prudential Indonesia bikin pelatihan tentang cara mengelola keuangan bagi perempuan ini, secara perempuan emang mesti pandai mengatur keuangan biar kehidupan keluarga jadi lebih baik. Pengen deh suatu hari bisa ikutan pelatihannya.
ReplyDelete