Sebagai salah satu
manusia yang tumbuh besar di era 90-an, sejak SD gue diwajibkan harus bisa
menghafal UUD 45, Pancasila, nama provinsi dan ibukota sampai nama presiden,
wakil presiden dan menteri-menterinya. Walau sebenarnya hafalan yang sering
berubah kala itu hanyalah nama wakil presiden dan menteri saja. Baru di tahun
1998 hafalan nama presiden gue berubah saat Soeharto lengser.
Ketika gue duduk di kelas
3 SMP, Dr. K. H. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden keempat
menggantikan B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR di tahun 1999. Tadinya gue
termasuk salah seorang yang skeptis melihat sosok presiden terpilih. Maklum,
masih remaja dan mudah terpengaruh dengan omongan orang lain yang sebenarnya
mereka juga hanyalah rakyat biasa kayak gue. Waktu itu mikir, kok bisa ya orang
dengan disabilitas menjadi pemimpin negara? Memangnya Indonesia kehabisan sosok
pemimpin sampai harus memilih Abdurrahman Wahid sebagai presiden?
Sebelum gue naik ke
kelas 3 SMA, jabatan Presiden Abdurrahman Wahid atau yang dikenal sebagai
Gusdur berakhir pada sidang MPR tahun 2001.
Bertahun-tahun kemudian
atau di masa sekarang, gue akhirnya tahu kenapa Gusdur layak menjadi presiden.
Testimoni dari orang-orang yang merasakan apa saja yang terjadi di masa
pemerintahan Gusdur sampai ocehan dari anak Gusdur sendiri di media sosial membuat
gue kagum dengan beliau.
Gusdur dikenal sebagai
tokoh pluralisme dan kerukunan antar umat beragama. Tapi yang ternyata nggak
banyak orang tahu, beliau juga dikenal sebagai pemikir dan pejuang Ekonomi
Kerakyatan.
Hanya saja dimensi pemikiran beliau ini tidak banyak diketahui
publik. Pola pikir dan gagasan
Gusdur miliki ini sesuai dengan kondisi negara kita yang dikenal sebagai negara
maritim. Visi ekonomi yang ingin diterapkannya adalah dibangun di atas pondasi
untuk melindungi masyarakat Indonesia di daerah daerah yang masih tertinggal,
tidak mampu, dan miskin. Kebijakan-kebijakannya ini semuanya ditujukan untuk
kaum marjinal.
Visi dan semangat
Gusdur dalam membangun ekonomi Indonesia di masa pemerintahannya menjadi
inspirasi bagi pembangunan berbasis pedesaan di masa pemerintahan Jokowi-Jusuf
Kalla saat ini. Yaitu dengan terwujudnya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Ada empat program unggulan
desa seperti PRUKADES, BUMDES, Embung Desa dan Saranan Olahraga Desa. Program
program ini dibuat untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan dengan tujuan
membangun Indonesia dari daerah pinggiran.
Meneladani dan
meneruskan perjuangan ini, pada tanggal 17 Desember 2018 kemarin, diadakan Haul
ke-9 Gusdur. Mendoakan, menelusuri, dan diharapkan seluruh nilai-nilai dari
Gusdur bisa diterapkan sampai ke anak cucu yang di masa datang adalah tujuan
diadakan haul tahun ini.
Mengetahui pola pikir
Gusdur membuat gue sadar kalau kita memang tidak boleh menilai seseorang dari
luar saja. Apalagi di masa sekarang ini yang apa-apa serba sensitif dan apa-apa
semua selalu disangkutpautkan dengan agama. Teladan Gusdur adalah
sebenar-benarnya yang harus disebarkan ke orang banyak agar bisa ikut menerima
kalau negara kita ini adalah negara demokrasi yang berlandaskan Pancasila.
No comments:
Post a Comment