Thursday, December 27, 2018

Meneladani Gusdur

Sebagai salah satu manusia yang tumbuh besar di era 90-an, sejak SD gue diwajibkan harus bisa menghafal UUD 45, Pancasila, nama provinsi dan ibukota sampai nama presiden, wakil presiden dan menteri-menterinya. Walau sebenarnya hafalan yang sering berubah kala itu hanyalah nama wakil presiden dan menteri saja. Baru di tahun 1998 hafalan nama presiden gue berubah saat Soeharto lengser.  

Ketika gue duduk di kelas 3 SMP, Dr. K. H. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden keempat menggantikan B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR di tahun 1999. Tadinya gue termasuk salah seorang yang skeptis melihat sosok presiden terpilih. Maklum, masih remaja dan mudah terpengaruh dengan omongan orang lain yang sebenarnya mereka juga hanyalah rakyat biasa kayak gue. Waktu itu mikir, kok bisa ya orang dengan disabilitas menjadi pemimpin negara? Memangnya Indonesia kehabisan sosok pemimpin sampai harus memilih Abdurrahman Wahid sebagai presiden?   

Sebelum gue naik ke kelas 3 SMA, jabatan Presiden Abdurrahman Wahid atau yang dikenal sebagai Gusdur berakhir pada sidang MPR tahun 2001.

Bertahun-tahun kemudian atau di masa sekarang, gue akhirnya tahu kenapa Gusdur layak menjadi presiden. Testimoni dari orang-orang yang merasakan apa saja yang terjadi di masa pemerintahan Gusdur sampai ocehan dari anak Gusdur sendiri di media sosial membuat gue kagum dengan beliau.
Gusdur dikenal sebagai tokoh pluralisme dan kerukunan antar umat beragama. Tapi yang ternyata nggak banyak orang tahu, beliau juga dikenal sebagai pemikir dan pejuang Ekonomi Kerakyatan. 

Hanya saja dimensi pemikiran beliau ini tidak banyak diketahui publik. Pola pikir dan gagasan Gusdur miliki ini sesuai dengan kondisi negara kita yang dikenal sebagai negara maritim. Visi ekonomi yang ingin diterapkannya adalah dibangun di atas pondasi untuk melindungi masyarakat Indonesia di daerah daerah yang masih tertinggal, tidak mampu, dan miskin. Kebijakan-kebijakannya ini semuanya ditujukan untuk kaum marjinal.

Visi dan semangat Gusdur dalam membangun ekonomi Indonesia di masa pemerintahannya menjadi inspirasi bagi pembangunan berbasis pedesaan di masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla saat ini. Yaitu dengan terwujudnya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).



Ada empat program unggulan desa seperti PRUKADES, BUMDES, Embung Desa dan Saranan Olahraga Desa. Program program ini dibuat untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan dengan tujuan membangun Indonesia dari daerah pinggiran.

Meneladani dan meneruskan perjuangan ini, pada tanggal 17 Desember 2018 kemarin, diadakan Haul ke-9 Gusdur. Mendoakan, menelusuri, dan diharapkan seluruh nilai-nilai dari Gusdur bisa diterapkan sampai ke anak cucu yang di masa datang adalah tujuan diadakan haul tahun ini.


Mengetahui pola pikir Gusdur membuat gue sadar kalau kita memang tidak boleh menilai seseorang dari luar saja. Apalagi di masa sekarang ini yang apa-apa serba sensitif dan apa-apa semua selalu disangkutpautkan dengan agama. Teladan Gusdur adalah sebenar-benarnya yang harus disebarkan ke orang banyak agar bisa ikut menerima kalau negara kita ini adalah negara demokrasi yang berlandaskan Pancasila.


         

No comments:

Post a Comment