Pada suatu hari tertentu saat dua
krucil berantem gue akan memisahkan mereka berdua. Tapi namanya anak berantem
pasti nggak puas, mereka akan kembali berdekatan hanya untuk berantem lagi.
Apalagi anak gue yang kecil yang nggak mau kalah argumen. Sama kayak mamanya.
Hehe. Akhirnya gue akan menjewer kuping keduanya biar bisa diam. Yamaap, sudah
gue kasih warning sampai 3x tapi tidak direspon jadinya harus dijewer biar
dengar.
Biar tidak diprotes, gue jewer
sebatas pegang di kuping aja tanpa membuat rasa sakit.
Kadang hanya karena hal kecil
seperti ini gue bisa emosi ke anak. Jadi ikutan marah-marah padahal masalahnya
bisa diselesaikan dengan bicara baik-baik. Kadang ketika mood gue lagi baik, mereka berdua mau baikan hanya dengan bicara
saja nggak pakai jewer. Maaf, memang sebagai ortu gue masih banyak kurangnya. Jadi
saat gue nggak bisa ajak mereka ngobrol, malah ngejewer. Ya begitulah gue,
dengan dua anak sehat dan normal yang Tuhan titipin ke gue masih nggak bisa terkontrol
emosi gue.
Lalu, pada suatu kesempatan gue
harus hadir di acara bertema kesehatan dalam rangka Hari Penyakit Langka
Sedunia. Bekerja sama antara Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia dengan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Human
Genetic Research Cluster IMERI FK Universitas Indonesia. Sudah ramai saat
gue datang. Di salah satu sudut ruangan, seorang ibu muda sedang mengatur letak
anaknya yang ada di dalam stroller. Ibu
muda itu memakai masker, mungkin untuk alasan higienis. Dia memperlakukan
anaknya dengan lembut dan telaten. Dalam sekilas saja gue tahu ibu muda itu
salah satu bintang tamu yang diundang di acara hari itu. Gue tahu karena memang
cukup update soal dunia selebritas. Dulu ibu muda ini sangat terkenal dan
sering banget wara wiri di layar kaca mau pun layar lebar. Lalu pemberitaan tentang
ibu muda ini berangsur meredup seiring dirinya menikah dan kini mempunyai empat
orang anak.
joanna alexandra dok: refika z. artari |
Anak kedua gue pernah 2x diopname
di RS selama seminggu akibat flek di paru-parunya. Itu saja sudah membuat gue merasa bersalah dan
menjadi ibu paling tidak berguna di dunia. Merawat anak sakit selama seminggu
hampir membuat gue menyerah. Karena semua gue urusin sendiri tanpa ada bantuan
orang lain. Mengurus satu anak sehat dan satunya lagi sakit itu tidak mudah.
Berat. Menguras emosi dan energi.
Kebayang nggak perjuangan si ibu
muda? Dia memiliki empat anak dan anak bungsunya didiagnosis memiliki penyakit langka.
Hidup terkadang mengajarkan kita
untuk banyak banyak bersyukur dan tidak membanding bandingkan. Karena setiap
manusia punya masalah dengan porsi masing-masing.
Selain ibu muda itu, hadir pula
para orang tua lainnya. Datang membawa buah hati yang mereka kasihi yang juga
memiliki penyakit langka. Datang dari berbagai daerah dengan berbagai latar
belakang.
Saat ini kalau kalian belum tahu,
ada sekitar 6000-8000 jenis penyakit langka yang telah dikenali dan dihadapi
oleh 350 juta orang di dunia. Sebanyak 75% dari pasien langka adalah
anak-anak. Bahkan 30% pasien merupakan anak-anak di bawah usia 5 tahun dan
hanya sekitar 5% pasien yang mendapatkan penanganan yang memadai.
5% itu sedikit sekali. Mereka
yang datang membawa anak mereka hari itu termasuk di 5% itu. Karena sudah bisa
mendapatkan penanganan. Sudah bisa tahu anak mereka sebenarnya menderita
penyakit apa lewat screening hasil
lab.
80% penyakit langka disebabkan
karena kelainan genetik. Itu bisa diketahui jika dilakukan newborn screening. Sedangkan di Indonesia bayi bayi baru lahir
banyak yang tidak dilakukan screening.
Sehingga kebanyakan baru bisa tahu anaknya memiliki penyakit ketika semua sudah
terlambat.
Ya di Indonesia saja dokter anak
ahli yang concern dengan masalah
penyakit langka ini baru 22 orang. Tersebar di seluruh Indonesia, yang
sayangnya hanya ada dari Sumatera sampai Makassar. Indonesia bagian Timur
semisal Papua belum ada. Mereka pun harus tetap berkoordinasi di Jakarta untuk
penanganan kasus yang serius.
Salah satu ibu yang datang
membawa anaknya bercerita kalau anaknya kebetulan lahir di Jepang. Dengan
teknologi dan perawatan di RS Tokyo saat itu, dalam 12 hari usai kelahiran
sudah diagnosis menderita phenylketonuria
PKU. Kondisi di mana tubuh tidak bisa mengurai asam amino fenilalanin, yaitu
salah satu bahan baku untuk pembentukan protein tubuh. Karena sudah ketahuan
sejak awal sehingga sedikitnya memudahkan orang tua untuk bisa mengurus
anaknya. Tapi tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena anak
mereka harus diet protein dengan mengonsumsi makanan-makanan impor.
ibu dengan anak yang menderita PKU |
Pemenuhan nutrisi sesuai
kebutuhan adalah fondasi awal untuk pertumbuhan yang baik. Baik bagi anak yang
sehat mau pun yang memiliki penyakit langka sekali pun.
“Sama seperti anak lainnya, anak
dengan penyakit langka juga membutuhkan pemenuhan nutrisi sesuai kebutuhan
masing-masing. Walau memiliki penyakit langka, bukan berarti kondisi kognitif
anak dinomorduakan,” kata DR. Dr. Damayanti Rusli Syarif, SpA(K).
Kebutuhan orphan food untuk pemenuhan nutrisi anak-anak berpenyakit langka
untuk sehari-harinya sayangnya sampai saat ini belum ditanggung oleh Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) karena tidak tercatat dalam Formularium Nasional yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Padahal spesifikasi, peruntukkan, dan
distribusinya sudah diatur dalam peraturan BPOM.
Dari beberapa yang hadir, ada
yang bapaknya hanya bekerja sebagai driver ojol. Sedangkan pemenuhan kebutuhan
makanan anaknya yang menderita MPS tingkat 2 pengeluaran biaya setahun bisa
mencapai milyaran rupiah.BPJS tidak bisa menanggung itu semua. Kebayang
bagaimana perjuangan dari orang tua anak tersebut? Mereka ingin anaknya walau
sakit langka sekali pun, bisa tetap tumbuh dengan sehat. Tidak peduli harus jungkir
balik cari biaya.
Pemerintah ngapain aja sih?
Rasanya pengin ngomel begitu
mendengar perjuangan para dokter anak agar orphan
food dimasukkan dalam JKN sudah sejak bertahun-tahun lalu tapi tidak ada
respon positif dari pemerintah.
Padahal harapan semua pihak,
termasuk dokter Damayanti, anak-anak yang berpenyakit langka diharapkan bisa
hidup bukan sekadar hidup saja tapi ada manfaatnya bukan untuk orang lain tapi
bagi dirinya sendiri.
No comments:
Post a Comment