Thursday, May 18, 2023

Mengurangi Emisi Karbon Dimulai dari Rumah

Kemarin saat sebagian besar warga kota besar mudik, ada salah satu akun yang membahas air quality di ibukota. Hasilnya? Sama saja dengan sebelum warga pada mudik. Artinya apa? Artinya kualitas udara dan lingkungan kita hidup sudah sedemikian buruk. 


Source: metronews


Urusan kualitas udara, saya bisa merasakan perbedaan besarnya ketika tinggal di Cisauk dan saat saya pulang ke kampung halaman, Bitung. Di Bitung, langit masih biru dan tumbuhan masih hijau segar. Kendaraan yang berlalu lalang juga masih sedikit. Ketika menarik napas, paru-paru terasa lebih plong. Beda dengan kondisi langit dan tumbuhan di Tangerang. Tingkat kemacetan dan polusi menumpuk jadi satu. 



Diambil dari nafasidn, kualitas udara untuk kota besar di Pulau Jawa saja rata-rata sudah berada di zona moderate sampai unhealthy. Kemarin pagi saja Cibinong bahkan berada di zona unhealthy karena sudah di angka 153. Sementara kualitas udara yang baik itu harusnya ada di zona hijau dengan indeks 0-50. Saat di Bitung saya mengukur AQI lewat Google, hasilnya ada di angka 9. Di beberapa lokasi bahkan ada di angka 7. Jomplang sekali angkanya dengan yang ada di ibukota. 


Source: nafasidn


Ini baru kualitas udara, belum lagi kemarin saya baca berita tentang kualitas air dan banjir yang terjadi akibat pertambangan di Maluku dan Sulawesi Tenggara. Di salah satu portal berita, air di Konawe, Sulawesi Tenggara, mengalir secokelat tanah. Tidak baik untuk dikonsumsi warga. Kondisi air yang layak konsumsi padahal mencakup; tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Kalau sudah tercemar, ketiga hal itu sama sekali tidak berlaku. 

Beberapa contoh di atas termasuk fakta dan kondisi terkini tentang lingkungan di Indonesia. Iya, sudah di ambang mengkhawatirkan. 


Apa saja dampak emisi karbon pada perubahan iklim terhadap lingkungan? 


Banyak yang berpikir ribuan kendaraan di suatu kota yang menyebabkan kemacetan itu penyumbang emisi karbon yang besar. Yang tidak disadari, ketika kita membuang-buang makanan, kita juga ikut menyumbang emisi karbon. Iya, membuang makanan adalah bentuk emisi karbon. Jejak karbon yang terjalin dari petani sampai ke isi piring kita itu sangatlah besar. Rutinitas harian, perpindahan transaksi, semua menghasilkan emisi karbon. 


Dampaknya apa? 


Beragam, seperti anomali cuaca sehingga bisa menjadi cuaca ekstrem, suhu bumi meningkat, mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan laut, serta meningkatkan risiko kebakaran hutan dan hujan lebat. Di beberapa daerah ketika terjadi kebakaran dan upaya penanggulangannya susah, ya ini efek dari emisi karbon. 


Upaya apa saja yang dilakukan untuk bergerak dan berdaya menjaga lingkungan hidup? 

Di rumah saya sudah mulai membiasakan untuk:

- menggunakan air seperlunya

- mengurangi penggunaan plastik

- menghemat listrik

- memisahkan sampah sesuai jenisnya


Sementara langkah besar yang harus dilakukan untuk meminimalisir dampak kerusakan ini baiknya dilakukan secara bersama-sama oleh berbagai pihak sebagai bentuk #BersamaBergerakBerdaya:


1. Deforestasi, ini sudah dibahas sejak saya masih masa sekolah. 20 tahun kemudian masih saja belum terjadi deforestasi secara signifikan, justru pembabatan hutan makin meluas. 

2. Menggunakan moda transportasi publik yang ramah lingkungan. 

3. Biasakan berjalan kaki jika hanya dekat. 

4. Hemat penggunaan energi; listrik, air bahkan pupuk. 

5. Mengurangi sampah plastik. 

6. Biasakan menghabiskan makanan yang dimakan. 


Tindakan nyata yang dilakukan untuk mewujudkan bumi berdaya dan pulih lebih kuat adalah dengan bersama-sama menjaga, mengurangi, melestarikan dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga. Semua #UntukmuBumiku yang jauh lebih baik. Karena bumi ini hanya satu nggak bisa di-recycle atau dipindahtangankan jika sudah rusak. 

Kalau saya memiliki kesempatan untuk membuat kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi mitigasi risiko perubahan iklim, kebijakan yang ingin saya lakukan, lagi-lagi dimulai dari rumah dulu. Tiru kebiasaan masyarakat Jepang, sejak masih dini yang diajarkan adalah kemandirian dan cara menghargai lingkungan. Bukan pamer seberapa pintar anak bisa membaca dan menulis di usia belia. 

Kalau #BersamaBergerakBerdaya versi kalian apa nih? Boleh dong tulis di kolom komentar ya!

1 comment:

  1. Bener Mbaaa... Harusnya di sini tuh juga diajarin sedari dini cara menjaga lingkungan termasuk pengelolaan sampah. Kalo skr, aku memilih ngajarin anak2ku dulu deh, Krn kalo udh sedari kecil dibiasain, biasanya lebih gampang dan jadi terbiasa saat dewasa.

    Soal makanan, aku juga ga suka mereka nyisain makanan. Biasanya aku ksh tau alasannya Krn relate dengan perubahan iklim ini. Bukan hanya mubazir dan dibenci agama, tapi efeknya ke lingkungan juga

    ReplyDelete