Anak
pertama gue sempat mengalami speech delay
sampai dia memasuki taman kanak-kanak. Hanya gue sebagai mamaknya yang tahu dia
ngomong apa. Tadinya gue kira ini akibat gue yang terlalu protektif sehingga
jarang membiarkan dia bermain di luar rumah. Harus 24 jam bareng mamaknya,
nggak boleh jatuh, nggak boleh kotor, dsb. Hampir semua ibu begini juga nggak
sih sama anak pertamanya. Apa cuma gue? *nyari teman*
Tapi
ternyata salah satu faktor yang bisa membuat anak terlambat bicara adalah
karena masalah makan pada bayi dan anak. Lho?
dok: nutrisi untuk bangsa |
Informasi
ini gue dapat ketika hadir di acara Bicara Gizi dari Nutrisi untuk Bangsa, 20
Oktober 2018 kemarin. Dr. Nur Aisyah Wijaya, SpA(k) selaku Dokter Spesialis
Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik mengatakan, kegiatan makan yang
salah pada anak selain memengaruhi mulut dan gigi, juga berdampak pada
kemampuan anak untuk berbicara.
Eh gimana maksudnya?
Maksudnya
adalah, ketika anak masuk pada usia menerima makanan padat lalu mereka tidak
mengunyah makanan dengan baik dan benar maka hal tersebut bisa memengaruhi isi
mulut dan juga kemampuan anak dalam berbicara. Otot mulut dan gigi yang tidak
dilatih dalam pemberian makanan yang sesuai usia bisa memperlambat anak untuk
berbicara.
Perkataan
bu dokter seolah menggali kesalahan yang gue buat ketika anak pertama gue masih
berada dalam masa emas, yaitu kehidupan di dua tahun pertamanya. Jangan-jangan
dulu gue nggak melatih anak gue mengunyah dengan benar. Atau jangan-jangan
karena gue memberi makanan tidak sesuai umur. Segala spekulasi itu muncul
sehingga memberikan efek rasa bersalah ke gue sebagai mamaknya. Mamak macam apa kau ini?
Puji
Tuhan, anak pertama gue sudah bisa berbicara normal walau kalau gue perhatikan
dia belum bisa bercerita dengan runut apa yang dia alami. It’s okay. Bisa dilatih lagi.
Curhatan
gue ini hanyalah satu dari sekian banyak permasalahan yang harus dihadapi
orangtua. Sekaligus bukti bahwa menjadi orangtua itu tidak semudah melahirkan,
mengurus dan membesarkan anak saja. Ada banyak sekali hal yang harus
diperhatikan, bahkan detail-detail kecil yang jika luput maka akan memengaruhi
tumbuh kembang anak.
Pada
periode 1000 Hari Pertama Kehidupan, asupan nutrisi sangatlah penting untuk
diperhatikan. Selayaknya gue, pasti banyak ibu-ibu di luar sana yang memberi
makan anaknya sekadar asal anak sudah makan dan kenyang. Padahal jika anak
tidak mendapat asupan nutrisi yang cukup dampaknya bisa mengarah pada
malnutrisi yang berakibat stunting, kecerdasan yang rendah dan bahkan memengaruhi
kesehatan secara permanen sehingga sulit untuk diperbaiki.
Gue
juga termasuk orang yang tadinya percaya kalau tinggi badan itu faktor utamanya
adalah genetik. Nyatanya, tinggi badan anak itu jika dirumuskan 80% asupan
nutrisi, 20% genetik. Ketika kita memberi asupan nutrisi secara cukup, maka
tidak ada yang namanya stunting. Tapi fakta di lapangan, 7,8 juta balita di
Indonesia justru menderita stunting. Miris.
Tumbuh
kembang anak di 1000 HPK itu sangat pesat. Anak butuh pemberian makanan yang
mengandung zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan mikro (vitamin
dan mineral). Karena belakangan ini gue mulai suka ngegym, gue jadi banyak
baca-baca tentang makronutrisi dan mikronutrisi ini.
Makronutrisi
adalah nutrisi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif besar. Semua
makronutrisi ini akan digunakan oleh tubuh untuk menjadi energi, mengganti
sel-sel tubuh yang rusak, dan diperlukan dalam hitungan gram. Jumlahnya tergantung
pada banyak faktor, termasuk jenis kelamin dan usia. Sedangkan mikronutrisi
adalah nutrisi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif kecil. Vitamin dan
mineral tidak memberikan energi tapi penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Vitamin
dan mineral diperlukan dalam proses metabolisme zat gizi makro.
Masalahnya,
walau gue sudah mengetahui jenis makanan apa yang harus gue beri ke anak, tapi
kalau gue nggak paham tentang pola pemberian dan perilaku makan ya sama saja
bohong. Karena ini berperan penting untuk mencapai tumbuh kembang optimal pada
anak.
Makan
adalah sebuah proses alamiah yang terbagi dari eating dan feeding. Eating adalah kegiatan memasukkan
makanan ke dalam mulut. Sedangkan feeding
adalah interaksi antara anak dan orangtua atau pengasuh dalam kegiatan makan. Tujuan
pemberian makan terbagi atas tiga aspek; Aspek fisiologis, aspek edukatif, dan aspek
psikologis.
Penelitian
di Indonesia, masalah makan pada bayi dan anak diklasifikasikan menjadi innapropriate feeding practice, small eater, dan parental misperception.
Innappropriate feeding
practice adalah
masalah makan yang disebabkan oleh perilaku makan salah atau pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan usia. Small
eater adalah terminologi yang dipakai pada anak dengan keluhan makan
sedikit, status gizi kurang tapi feeding
rules sudah benar. Sedangkan parental
misperception adalah persepsi salah orangtua tentang perilaku atau pemberian
makan pada anak.
Apa
saja yang menjadi dampak masalah makan pada anak dan bayi?
Oh
banyak. Sebut saja bisa menyebabkan risiko gagal tumbuh, gizi kurang, gizi
buruk, stunting, rentan infeksi, kekurangan vitamin dan mineral, sampai gangguan
kognitif. Serem? Oh jelas.
Karena itu terdapat tiga aspek tatalaksana untuk mengatasi masalah makan ini, yaitu
dengan identifikasi faktor penyebab, evaluasi faktor dan dampak nutrisi, serta melakukan
upaya perbaikan.
Bagi
ibu-ibu yang anaknya masih dalam 1000 HPK masih ada kesempatan untuk mengatur
pemberian asupan nutrisi pada anak. Bagi yang anaknya sudah lewat usia 2 tahun
seperti gue, mari bergandengan tangan dalam kekecewaan. Tapi jangan putus harap
sih, mari kita tetap memberikan anak-anak kita nutrisi yang baik dan seimbang. Karena
mereka masih memasuki masa tumbuh kembang.
dok: nutrisi untuk bangsa |
No comments:
Post a Comment