Thursday, October 25, 2018

Speech Delay Penyebabnya Karena Salah Makan?

Anak pertama gue sempat mengalami speech delay sampai dia memasuki taman kanak-kanak. Hanya gue sebagai mamaknya yang tahu dia ngomong apa. Tadinya gue kira ini akibat gue yang terlalu protektif sehingga jarang membiarkan dia bermain di luar rumah. Harus 24 jam bareng mamaknya, nggak boleh jatuh, nggak boleh kotor, dsb. Hampir semua ibu begini juga nggak sih sama anak pertamanya. Apa cuma gue? *nyari teman*

Tapi ternyata salah satu faktor yang bisa membuat anak terlambat bicara adalah karena masalah makan pada bayi dan anak. Lho?

dok: nutrisi untuk bangsa
Informasi ini gue dapat ketika hadir di acara Bicara Gizi dari Nutrisi untuk Bangsa, 20 Oktober 2018 kemarin. Dr. Nur Aisyah Wijaya, SpA(k) selaku Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik mengatakan, kegiatan makan yang salah pada anak selain memengaruhi mulut dan gigi, juga berdampak pada kemampuan anak untuk berbicara.

Eh gimana maksudnya?

Maksudnya adalah, ketika anak masuk pada usia menerima makanan padat lalu mereka tidak mengunyah makanan dengan baik dan benar maka hal tersebut bisa memengaruhi isi mulut dan juga kemampuan anak dalam berbicara. Otot mulut dan gigi yang tidak dilatih dalam pemberian makanan yang sesuai usia bisa memperlambat anak untuk berbicara.  

Perkataan bu dokter seolah menggali kesalahan yang gue buat ketika anak pertama gue masih berada dalam masa emas, yaitu kehidupan di dua tahun pertamanya. Jangan-jangan dulu gue nggak melatih anak gue mengunyah dengan benar. Atau jangan-jangan karena gue memberi makanan tidak sesuai umur. Segala spekulasi itu muncul sehingga memberikan efek rasa bersalah ke gue sebagai mamaknya. Mamak macam apa kau ini?     

Puji Tuhan, anak pertama gue sudah bisa berbicara normal walau kalau gue perhatikan dia belum bisa bercerita dengan runut apa yang dia alami. It’s okay. Bisa dilatih lagi.

Curhatan gue ini hanyalah satu dari sekian banyak permasalahan yang harus dihadapi orangtua. Sekaligus bukti bahwa menjadi orangtua itu tidak semudah melahirkan, mengurus dan membesarkan anak saja. Ada banyak sekali hal yang harus diperhatikan, bahkan detail-detail kecil yang jika luput maka akan memengaruhi tumbuh kembang anak.

Pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan, asupan nutrisi sangatlah penting untuk diperhatikan. Selayaknya gue, pasti banyak ibu-ibu di luar sana yang memberi makan anaknya sekadar asal anak sudah makan dan kenyang. Padahal jika anak tidak mendapat asupan nutrisi yang cukup dampaknya bisa mengarah pada malnutrisi yang berakibat stunting, kecerdasan yang rendah dan bahkan memengaruhi kesehatan secara permanen sehingga sulit untuk diperbaiki.

Gue juga termasuk orang yang tadinya percaya kalau tinggi badan itu faktor utamanya adalah genetik. Nyatanya, tinggi badan anak itu jika dirumuskan 80% asupan nutrisi, 20% genetik. Ketika kita memberi asupan nutrisi secara cukup, maka tidak ada yang namanya stunting. Tapi fakta di lapangan, 7,8 juta balita di Indonesia justru menderita stunting. Miris.

Tumbuh kembang anak di 1000 HPK itu sangat pesat. Anak butuh pemberian makanan yang mengandung zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan mikro (vitamin dan mineral). Karena belakangan ini gue mulai suka ngegym, gue jadi banyak baca-baca tentang makronutrisi dan mikronutrisi ini.

Makronutrisi adalah nutrisi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif besar. Semua makronutrisi ini akan digunakan oleh tubuh untuk menjadi energi, mengganti sel-sel tubuh yang rusak, dan diperlukan dalam hitungan gram. Jumlahnya tergantung pada banyak faktor, termasuk jenis kelamin dan usia. Sedangkan mikronutrisi adalah nutrisi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif kecil. Vitamin dan mineral tidak memberikan energi tapi penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Vitamin dan mineral diperlukan dalam proses metabolisme zat gizi makro.  

Masalahnya, walau gue sudah mengetahui jenis makanan apa yang harus gue beri ke anak, tapi kalau gue nggak paham tentang pola pemberian dan perilaku makan ya sama saja bohong. Karena ini berperan penting untuk mencapai tumbuh kembang optimal pada anak.

Makan adalah sebuah proses alamiah yang terbagi dari eating dan feeding. Eating adalah kegiatan memasukkan makanan ke dalam mulut. Sedangkan feeding adalah interaksi antara anak dan orangtua atau pengasuh dalam kegiatan makan. Tujuan pemberian makan terbagi atas tiga aspek; Aspek fisiologis, aspek edukatif, dan aspek psikologis.

Penelitian di Indonesia, masalah makan pada bayi dan anak diklasifikasikan menjadi innapropriate feeding practice, small eater, dan parental misperception.

Innappropriate feeding practice adalah masalah makan yang disebabkan oleh perilaku makan salah atau pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usia. Small eater adalah terminologi yang dipakai pada anak dengan keluhan makan sedikit, status gizi kurang tapi feeding rules sudah benar. Sedangkan parental misperception adalah persepsi salah orangtua tentang perilaku atau pemberian makan pada anak.

Apa saja yang menjadi dampak masalah makan pada anak dan bayi?

Oh banyak. Sebut saja bisa menyebabkan risiko gagal tumbuh, gizi kurang, gizi buruk, stunting, rentan infeksi, kekurangan vitamin dan mineral, sampai gangguan kognitif. Serem? Oh jelas.

Karena itu terdapat tiga aspek tatalaksana untuk mengatasi masalah makan ini, yaitu dengan identifikasi faktor penyebab, evaluasi faktor dan dampak nutrisi, serta melakukan upaya perbaikan.

Bagi ibu-ibu yang anaknya masih dalam 1000 HPK masih ada kesempatan untuk mengatur pemberian asupan nutrisi pada anak. Bagi yang anaknya sudah lewat usia 2 tahun seperti gue, mari bergandengan tangan dalam kekecewaan. Tapi jangan putus harap sih, mari kita tetap memberikan anak-anak kita nutrisi yang baik dan seimbang. Karena mereka masih memasuki masa tumbuh kembang.

dok: nutrisi untuk bangsa




     

No comments:

Post a Comment