"Saya gak suka ngomong makanya saya menulis," kata Aan Mansyur saat dia mengajarkan kelas Diksi.
Laki-laki kurus itu memang terlihat canggung sejak dia memperkenalkan dirinya di hadapan 27 peserta dari kelompok 2 di #ExpertWritingClass pagi itu. Tapi dia tetap bercerita karena memang itu tugasnya.
Kami lalu disuruh memperkenalkan diri agar dia bisa mengenal kami dalam sekali perkenalan. Masing-masing mulai menyebut nama dan artinya atau hal-hal kocak yang terkandung di dalam nama itu. Pada akhirnya, tak ada satu pun yang bisa diingat oleh pemilik akun Twitter @hurufkecil. Gue juga kalo disuruh hafal sekaligus saat itu pasti gak ingat juga.
Karena itulah kemampuan memilih kata/kalimat adalah sebuah risiko untuk menyiptakan sebuah cerita bagi seorang penulis, Aan mulai menjelaskan. Peserta mulai mencatat.
45 menit berlalu tanpa terasa sama sekali. Porsi yang sedikit sekali untuk mendapatkan ilmu dari seorang penulis puisi terkenal. Tapi bisa dimaklumi karena ada 4 coach lagi dan waktu yang terbatas.
Karena yang hadir ada 81 orang, dibagilah menjadi 3 kelompok. Gue berada di kelompok 2, setelah break sebentar kelompok kami diarahkan menuju library untuk mengikuti kelas Mbak Rosi.
Mbak Rosi L. Simamora mengajar kelas Plot. Penulis Negeri Para Roh ini menjelaskan dengan cara yang bersemangat dan mudah dimengerti. Paling banyak catatan di gue, ya, kelas Mbak Rosi ini.
Dari kelas Plot kami break lagi untuk makan siang.
Satu jam break, kelas gue selanjutnya diisi oleh Tere Liye. Ok, kalo boleh jujur gue belum pernah baca bukunya yang tersebar begitu banyak judul di tokbuk Gramedia. Monmaap, Om. Untung di goodiebag dapet buku Bumi karyanya. Jadi ada alasan untuk baca karyanya. #loh
Karena belum baca bukunya dan hanya mengenal sosok Tere Liye dari Facebook, gue jadinya rada judging gitu di awal ketemu. Apalagi saat dia datang dan mulai difoto-fotoin, berkali-kali dia minta agar fotonya jangan diunggah di medsos kepada para peserta. Tetap aja diunggah, sih.
Dalam gambaran gue, Tere Liye ini sosok menyebalkan. But hey, kata pepatah yang udah bosen diulang-ulang, jangan menilai seseorang dari luarnya saja.
Tere Liye adalah orang yang menyenangkan dan humble. Cara berceritanya asik. Dia bahkan suka menyapa dan bertanya dengan sopan. Banyak pelajaran yang dia berikan di kelas Karakter hari itu. Pelajaran-pelajaran menarik tentang seorang penulis yang gak akan didapat di buku non fiksi manapun, karena semua adalah pengalaman pribadinya.
Break lagi sebelum kelas dilanjutkan ke kelas Ci Hetih Rusli dan Bernard Batubara. Gue hanya menarik pokok penting dari penjelasan Ci Hetih karena dia yang paling diburu waktu sama crew Gramedia. Selanjutnya ada @benzbara_ yang memberikan kelas marketing lewat medsos bagi para penulis.
Waktu bergulir cukup cepat. Pagi sampe sore benar-benar gak berasa. Si adek yang ikut, memilih corat-coret di buku gue trus saat capek di sesi Ci Hetih dia tertidur. Efek pendingin ruangan yang dinginnya sampe ke tulang-tulang eh si adek malah pulas.
Waktu masuk ke pukul 16.00, gue udah mulai gak sabaran. Selain karena sudah akan diumumkannya siapa pemenangnya, juga gak sabar kepengin pulang. Belum pernah gue ninggalin si kakak sampe setengah hari begitu.
MC mulai bikin degdegan karena bacanya lama banget kek Daniel Mananta mau bacain pemenang Indonesia Idol. Bisa tidur dulu trus nyuci baju trus ngopi dulu baru deh nyampe ke siapa pemenangnya.
Pemenang dibacakan dari urutan kelima atau Juara Harapan ke-II. Yang dibacain juga nomor urut pesertanya. Ya mana hafal, Malih. Pas nyebut Seira dan trus endingnya terdengar Lumimuut, gue langsung ngelonjak berdiri. Loh, itu naskah gue? Yang boneng?
Riuh tepuk tangan bikin gue gak bisa mikir tapi kaki udah maju aja ke depan saat nama gue dibacain. Udah kayak dihipnotis, gitu. Astaga, is this for real?
Gue? Jadi pemenang kelima? Dari 426 naskah trus mengerucut ke 90 besar sampai ke 73 besar, dan akhirnya 5 besar.
Saat pemenang lain mulai dibacakam gue masih berdiri dengan gak percaya. Ini beneran, nih? Bagi seseorang yang gak mempersiapkan diri untuk menang ini rasanya masih mustahil. Perlahan airmata gue jatuh saat pikiran gue dipenuhi perjuangan gue dalam dunia menulis.
Semua penolakan dan kekalahan terasa manis saat bisa mencapai suatu titik yang baik. Titik di mana karya gue bisa diapresiasi oleh penerbit besar tanpa perlu usaha caper ini itu biar karya gue dilirik.
Semua penolakan dan kekalahan terasa manis saat bisa mencapai suatu titik yang baik. Titik di mana karya gue bisa diapresiasi oleh penerbit besar tanpa perlu usaha caper ini itu biar karya gue dilirik.
Gue udah mau bersiap pulang saat sesi foto berakhir. Tapi Mbak Vera, editor teenlit di Gramedia meminta gue untuk gabung makan malam bersama para pemenang yang lain. Aduh~
Gue janji ke si kakak bakal nyampe rumah jam 18.00, kalo gak pulang sekarang kasian dia. Dari pihak Gramedia sangat berharap kalo gue bisa ikut dalam acara makan malam tersebut. Bukan hanya para pemenang tapi juga coach, editor dan manajemen bakal ada.
Akhirnya gue kontak ibu gembala gue, berharap mereka udah ada di rumah dan bisa jemputin si kakak. Berkali-kali gue telepon gak diangkat, nomor bapak gembala juga begitu. Opsi lain adalah teman gue di blok sebelah. Beruntung pas gue nelepon dia pas ngeliat si kakak main dekat situ. Gue minta dia ngajakin si kakak main di rumahnya sampe malam biar pulang baru gue jemput. Katanya oke, tenang aja.
Masalah dengan si kakak akhirnya bisa tertangani. Gue jadi bisa ikut gabung untuk dinner.
Para pemenang disuruh berkumpul di ruangan library. Kami diminta mengisi data-data kemudian diwawancarai sebagai bentuk dokumentasi.
Seorang crew yang menemani kami menuju salah satu restoran di kawasan Menteng. Di sana kami disambut pihak manajemen dan editor yang sudah lebih dulu tiba.
Makan malamnya menyenangkan dengan menu enak dan percakapan yang kasual. Sayang gue gak bisa lama-lama karena udah pukul 19.30. Akhirnya pamit duluan.
Tanggal 22 Juli bakal gue ingat sebagai hari yang mengajarkan gue kalo mimpi harus terus dikejar. Sesering apa pun menerima penolakan dan kekalahan. Jangan pernah menyerah. Segala usahamu tak akan pernah sia-sia.
Wow ... keren mbak. Usaha yang membuahkan hasil, akhirnya berada pada garis kemenangan. Selamat ya ... suka dengan gaya bahasa liputannya, renyah ....
ReplyDeleteMakasih, Mbak.
DeleteWaaa seneng sekali mbaaak..ketemu coach yang keren keren dan dapet juara harapan jugaak..kalo saya sih bisa jingkrak jingkrak gak habis habis mbak..hehe..
ReplyDeleteSelamat ya mbak..semoga semakin sukses..
*ngiri bisa diajarin sama tere liye nya hehe 😄😄
Iya, coachnya yang bikin mupeng mau datang.
Deletekereeen Mbak...Selamat yaa:) Terima kasih sudah berbagi cerita jadi ikutan semangat sayaaa... Oh ya, salam kenal ya Mbak.
ReplyDeleteSama-sama, Mbak. Semoga menginspirasi.
DeleteSalam kenal, juga.
keren mih....menginspirasi anak muda banget deeehh...
ReplyDeleteWahhh asik bisa ketemu sama Tere Liye dan bonus menang lagi. hihi, semangat menulis ya kak
ReplyDeletewww.extraodiary.com