Kemarin gue publish keriaan nonton seremonial pembukaan Asian Games 2018 trus karena gue kasih teaser pengin curhat apa aja drama yang gue alami selama masa karantina eh banyak yang kepo. Hahaha.
Dramanya sudah dimulai sejak beberapa hari sebelum masa karantina, sih. Dari rundown acara yang harus revisi berapa kali dulu karena penyesuaian dengan kedatangan dari peserta, kurangnya informasi di rundown acara sampai tiba di hotel.
Setelah dapat kunci kamar gue langsung masuk ke kamar hotel. Sudah ada roomate gue di sana. Niatnya mau istirahat tapi nggak bisa. Mikir waktu masih panjang menuju pukul 18.00 tapi baru aja rebahan eh masuk pesan di WAG kalau pukul 17.00 harus turun ke bawah untuk ambil goodie bag (berisi name tag, buku, pulpen dan kaos) lalu makan malam.
Gue turun dengan gaya sesuai yang ada di rundown acara harus berpenampilan formal. Di rundown ditulis kalau peserta selama empat hari harus memakai kemeja, kemeja, batik, kemeja. Ini bikin gue berasumsi acaranya bakal semi resmi gitu. Ya kan secara yang ngundang kami Kemkominfo.
Malam itu jadinya semua memakai kemeja. Mungkin karena bakal dibuka oleh pihak Kominfo dan ada bintang tamu juga.
Tahunya acaranya hanya diisi dengan perkenalan saja dan banyakan ice breaking. Pihak Kominfo yang ada pun hanya berdiri nggak sampai 5 menit untuk ngucapin selamat datang lalu pergi. Bintang tamu yang diharapkan juga nggak nongol. Btw, bintang tamunya Ambassador Asian Games 2018, Mbak Susi Susanti. Sayangnya batal hadir karena entah alasan apa.
Gue udah excited pengin ketemu karena sejak kecil sudah mengidolakan beliau akhirnya harus kecewa. Makin kecewa pas di akhir acara perkenalan dengar bisik-bisik panitia (kebetulan gue duduk paling belakang dekat dengan meja panitia), para peserta akan pindah hotel. Hotelnya ada di bagian belakang dari hotel yang kami inapi malam itu.
Informasi ini gue bagi ke beberapa teman yang gue ajak jalan ke Nasgor Bonsir yang terkenal itu. Kami pergi bareng naik gocar pulangnya jalan kaki karena jaraknya nggak sampai satu kilo. Saat pulang kami melewati hotel yang akan kami tempati untuk besok hari. Hotel gedung kembar yang ukurannya tentu saja jauh lebih kecil dibanding hotel yang kami tempati.
Jomplang banget bedanya apalagi gue sudah pernah menginap di hotel tersebut jadi sudah tahu isi di dalamnya kayak apa. Gue bisa melihat juga kekecewaan di wajah teman-teman gue, tapi ya mau bilang apa. Gue masuk kamar hotel pukul 23.30 dan akhirnya langsung tepar.
Paginya, gue sudah melek sejak pukul 04.30. Siklus sirkadian gue sebagai emak-emak beranak dua yang selalu siaga mempersiapkan anak sekolah subuh-subuh emang nggak bisa bohong. Suka kesel kalau begini, berasa nggak menikmati liburan. Jarang-jarang kan buibuk rumahan kek gue dapat quality time.
Pas gue lagi di kamar mandi, telepon berdering. Entah dari pihak hotel atau Bitread. Mengabarkan kalau selesai sarapan sudah harus pindah hotel. Padahal di rundown acara, kami masih ada challenge dulu sampai jam makan siang.
Yang bikin gue gondok, saat konfirmasi ke WAG yang dibentuk oleh pihak Bitread dan juga ada pihak Kominfo, mereka justru bingung. Lah, kalian yang buat jadwal kok malah nggak tahu menahu soal itu?
Gue tentu saja sudah packing sejak semalam biar turun sarapan bisa lenggang kangkung. Pagi itu gue dan yang lainnya bergaya kasual memakai kaos dari Bitread. Tepat pukul 06.00 sudah nongkrong duluan di lobby hotel untuk sarapan. Roomate gue baru turun setelah sudah mau pukul 07.00.
Ternyata acara dilanjutkan di ruangan yang ada di lantai 2, tempat kami kumpul untuk perkenalan. Ada dua challenge, satunya personal yang tujuannya sih biar bisa hebohin acara Writingthon Asian Games ini di medsos. Challenge kedua adalah perkelompok yang masing-masing kelompok terdiri atas 4 orang.
Di challenge kedua kami diminta menulis kira-kira 8 halaman A4 yang nantinya akan diposting di blog dan Facebook. Waktu yang diberikan hanya satu jam. Ternyata menulis sependek itu ketika harus berbagi empat kepala nggak semudah yang gue kira. Kami harus brainstorming ide dan outline biar nyambung yang memakan sebagian besar waktu yang dibutuhkan. Pasrah saja ketika akhirnya tim kami tidak menang. Ya postingnya aja sudah lewat deadline.
Selesai challenge, tim dari Bitread mengucapkan terima kasih sekaligus salam perpisahan. Karena sejak siang itu sampai hari terakhir kami akan dipegang oleh tim Kominfo.
Usai makan siang, semua sudah sibuk menitipkan barang di lobby hotel. Gue agak gondok juga di bagian ini karena nggak ada konfirmasi apa-apa dari panitia. Benar-benar harus inisiatif sendiri.
Setelahnya semua langsung kumpul di ruang tunggu yang ada di lobby. Tempatnya cozy dan ada mini bar di bagian sudutnya. Kami menunggu tanpa tahu what will happen next? Ya kan tim Bitread sudah say goodbye trus panitia dari Kominfo itu mana? Benar-benar nggak ada pergantian panitia di hadapan peserta dong, yang seharusnya dilakukan biar peserta tahu. Rasanya mau mabuk mabukan aja di mini bar karena kesel nggak ada kepastian. *minum soda aja kembung belagak mau mabuk lau mbaaa*
Tahu-tahu ada mas mas datang dan nunjuk beberapa orang yang sementara duduk nggak jauh dari kursi gue. Dia meminta 10 orang saja.
Di sini gue merasa tersinggung untuk pertama kalinya. Ini menjadi drama paling menjengkelkan yang gue rasakan di masa karantina. Gimana enggak, pas kami datang untuk mencari tahu mas mas-nya mau apa eh kami malah diusir. Serius loh diusir.
Dia bilang, "Kalian ke sana dulu. Jangan dulu ngumpul di sini. Ini hanya main-main saja."
Heh?!
Coba bayangkan ya, kami nggak tahu siapa panitia pengganti, apa jadwal selanjutnya, kapan ke hotel, dsb, dsb. Pas ada yang nongol bukannya memperkenalkan diri eh malah ngajak main sembunyi-sembunyi sama peserta. Lah?! Trus cara bicaranya dong. Dikata kami anak PAUD.
Gue dan beberapa teman akhirnya bikin kelompok juga agar pas 10 orang. Beberapa yang sudah dipilih karena mereka lebih dulu membentuk 10 orang dalam satu kelompok. Terus terang rasanya aneh dan nggak profesional.
Setelah giliran kami, finally. Tahu apa yang terjadi? Mas mas ini meminta ketua kelompok menaruh emotikon di setiap nama anggotanya. Lalu ketika dipastikan sudah pas 10 orang dia ngajak kami main. Dia seriusan bilang gitu. Makanya tadinya gue kira ini semacam challenge. Tahunya...
"Gue kasih kalian misi. Kalian harus menemukan seseorang bernama Vania (or something like that). Ketika kalian sudah bertemu dengan dia, kalian akan mendapatkan kenyamanan. Apakah kalian siap?"
Dengan begonya kami juga serempak nyahut siap.
"Sekarang misi kalian adalah, berjalan keluar hotel dan melintasi jalanan yang panas. Ingat, ini misi penting."
Di situ gue langsung sadar, eh sianying maksudnya ini kita disuruh pindah hotel tapi dibagi perkelompok biar nggak menarik perhatian, gitu?
Ya emang begitu sih kenyataannya. Wkwk. Harapan menginap di hotel mevvah selama event berlangsung. Realita sih cuma nginap semalam trus setelah check out disuruh jalan kaki sambil geret koper dan bawaan segambreng. Biar nggak kentara dibikin per kelompok agar tidak mencolok. Ngusir halusnya sa ae.
Sepanjang jalan kami semua misuh-misuh. Gilingan ya. Emang sih jarak hotelnya nggak jauh amat. Tapi yambok, jalan kaki 600-700 m mayan bikin pegel juga. Pas lagi terik teriknya pula dengan bawaan segambreng.
Pas sampai hotel eh antrian yang mau check in sudah numpuk. Mostly adalah peserta Writingthon ditambah Duta Supporter Indonesia dan peserta pemenang kontes Kominfo lainnya. Kami memilih menunggu di lobby yang sumpek karena penuh. Mana AC nggak dinyalain. Lengkap sudah penderitaan.
Ebuset baru cerita satu hari satu malam tapi udah panjang. Ha ha ha. Drama berikutnya gue lanjutin di postingan berikut aja kalau begitu.
No comments:
Post a Comment