Tuesday, October 22, 2019

KRL dan Perubahannya


Sebagai perantau, di tahun-tahun awal saya datang ke Tangerang, mobilisasi yang paling sering saya lakukan adalah dengan menggunakan moda transportasi umum. Kala itu belum ramai ojek dan taksi online. Apa-apa harus naik angkutan umum. Kepanasan di dalam angkot kecil sumpek karena harus ngetem berjam-jam sampai berdesak-desakanan padahal sudah tidak ada ruang lagi bagi penumpang.

Setiap kali saya ingin bertandang ke ibu kota, akses paling mudah mencapai Jakarta kala itu selain kereta, opsi lainnya adalah naik bus. Saya harus ke daerah Kebon Nanas terlebih dahulu lalu, turun di Senen, kemudian melanjutkan ke tempat tujuan dengan damri. Ribet sekali.

Kenapa saya tidak memilih naik kereta?

source: blog-tiket.com
Tahukah kalian, ah bagi warga Jabodetabek, ingatkah kalian bagaimana rupa kereta 9 tahun yang lalu? Mari saya ingatkan kalau sudah lupa.

Kereta pada 9 tahun lalu hanya mengandalkan karcis kertas yang selalu menjadi sampah di lantai kereta. Tidak ada pintu penutup kereta. Jika ada yang mau bertindak impulsif dan mengakhiri hidup bisa dengan mudahnya loncat keluar kereta. Lantai kereta seringnya kotor dan bau. 

Isi dalam kereta? Rupa-rupa. Mirip rombongan sirkus dalam versi yang berantakan. Ada pengamen dengan instrumen musik beragam, dari krecekan sampai alat tabuh. Ada pengemis yang kadang ngesot sepanjang lantai kereta dari gerbong satu ke gerbong lain. Ada penjual makanan ringan yang juga sering nongol di lampu-lampu merah jalanan yang ramai. Ada penumpang yang pasrah saja naik kereta hanya karena harganya murah meriah. Bahkan jika tidak ingin berbayar, bisa naik ke atas gerbong dengan risiko bisa mati terjatuh atau kesambet kabel listrik. Ada juga kawanan pencopet yang siap melaksanakan aksinya ketika penumpang lainnya lengah.

Pencopet.

Masih lekat di ingatan saya peristiwa nahas itu. Kira-kira saat anak pertama saya masih berusia 1 tahun. Kami hendak ke daerah Cempaka Putih. Biasanya kami naik bus tapi hari itu saya memaksa suami untuk mencoba naik kereta. Masa kami tinggal dekat stasiun kereta tapi belum pernah mencoba menggunakan fasilitasnya sekali pun? Jadilah hari itu kami memutuskan untuk naik kereta saja dan turun di Tanah Abang.

Suami sudah mengingatkan agar tas yang saya bawa ditaruh di dada. Ponsel yang saya pegang diusahakan jangan sampai kelihatan penumpang lain. Dia juga melakukan hal yang sama. Sampai suatu waktu saat kereta baru akan masuk ke Stasiun Kebayoran, terjadi adegan mirip kisah-kisah dalam sinetron. Seseorang perempuan berteriak, lalu menangis. Semua perhatian penumpang secara otomatis tertuju padanya. Samar-samar saya bisa menangkap alasan kenapa dia menangis. Katanya dia kecopetan, dompet yang dia bawa lenyap. Isinya ada duit bernilai jutaan untuk membeli obat bagi keluarganya. Penumpang lain hanya bisa mendengar dan bersimpati. Mau membantu juga tidak tahu siapa pelakunya.

Kami pikir kejadian seperti ini hanya akan kami lihat di tv dengan narasi dilebih-lebihkan. Dalam hati kami bersyukur karena itu bukan terjadi pada kami. Sampai kami akhirnya turun di Tanah Abang dan suami menyadari, ponsel miliknya raib. Dia memang sedikit terdistraksi saat aksi sang perempuan di kereta yang ada di gerbong yang sama dengan kami. Menaruh ponsel di saku celana bukan opsi yang baik. Kami juga tidak bisa berbuat apa-apa, tidak tahu kapan ponselnya hilang, khususnya, tidak tahu siapa yang mengambil. Padahal posisi suami ada di dekat saya. Tepuk tangan untuk para pencopet yang begitu lihai. Sungguh, saya kagum sama skill-nya.

Itu pengalaman saya dulu. Tidak mengenakkan karena menciptakan memori buruk dan penilaian sampah bagi transportasi di negeri ini. Apalagi kami tinggal di kota besar, ibu kota pula. Kota yang harusnya jadi acuan pembangunan dan fasilitas yang jauh lebih baik dari kota lain. Saya bahkan sudah mewanti-wanti ke diri sendiri untuk tidak lagi memilih kereta sebagai sarana transportasi.

Well, life changes. Perkembangan semakin maju ke depan. Kurun 5 tahun belakangan terlihat jelas segala perubahan tersebut. Siapa yang bakal mengira, KRL sekarang jauh berbeda dengan kereta yang dulu? Siapa yang sangka, sistem pertiketan bisa berubah sehingga membuat pengguna lebih terkoordinasi dan teratur. Siapa yang tahu kalau naik kereta bisa senyaman sekarang. Tidak pengap, tidak berbau, tidak diisi dengan pengamen atau peminta-minta atau penjaja makanan. Bahkan bisa mengurangi angka pencurian di dalam kereta.

Saya yang tadinya sudah mendoktrin diri agar tidak lagi menggunakan kereta ke mana-mana seketika langsung berubah pikiran. Sejak terjadi perubahan besar-besaran tersebut dalam kurun 5 tahun tersebut saya justru menjadi penumpang setia KRL.

Perubahan tiket kertas ke tiket elektronik dampaknya luar biasa sekali. Tidak ada lagi sampah kertas di gerbong kereta. Penumpang bisa memilih, mau menggunakan tiket elektronik Kartu Multi Trip (KMT), Tiket Harian Berjaminan (THB), atau kartu elektronik keluaran bank.

source: realita.co
Bayangkan, awal mula KRL Jabodetabek beroperasi itu tahun 1972 semua sistem tiket hanya berupa tiket kertas yang dibeli harian di loket-loket stasiun. Baru pada tahun 2013 dilakukan pembenahan, beralih ke tiket elektronik. PT KAI menggandeng PT Telkom untuk menerapkan sistem tiket dan gerbang elektronik (e-gate). Telkom saat itu sebagai penyedia jaringan, mesin gate sampai kartu otomatisnya. Tiket elektronik ini merupakan bentuk sinergi antar BUMN.

Butuh usaha dan kerja keras sampai perubahan pelayanan dari sistem KRL ini bisa menjadi seperti sekarang. Ini menandai terjadinya modernisasi dan perubahan budaya dari para penggunanya. Apalagi dengan tiap tahunnya terjadi perubahan dan integrasi dengan moda transportasi lainnya, diharapkan masyarakat dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. 

Karena perubahan layanan ini, saya jadinya menggantungkan aktivitas mobilisasi saya menggunakan KRL. Untuk saat ini tentu saja sudah jauh lebih nyaman dan aman dibanding beberapa tahun yang lalu. Ke depannya semoga moda transportasi di negeri kita ini menjadi semakin baik dan baik lagi.           



*)
web: https://dephub.go.id
twitter: https://twitter.com/kemenhub151
facebook: https://www.facebook.com/kemenhub151
instagram: https://instagram.com/kemenhub151

No comments:

Post a Comment